Sukses

Al-Qur'an Braille Edisi Penyempurnaan Terbaru Lengkap 30 Juz Siap Cetak Ulang di Akhir 2023

Mushaf Al-Qur’an standar braille merupakan varian dari mushaf standar Indonesia yang ditulis dengan kode braille yang diperuntukkan bagi penyandang tunanetra.

Liputan6.com, Jakarta - Mushaf Al-Qur’an standar braille merupakan varian dari mushaf standar Indonesia yang ditulis dengan kode braille yang diperuntukkan bagi penyandang tunanetra. Ketersediaan Mushaf Al-Qur’an braille di Indonesia sendiri ditunjang oleh Kementerian Agama (Kemenag) melalui Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur'an (LPMQ) Al-Qur'an.

Kepala LPMQ Badan Litbang dan Diklat Kemenag RI H Abdul Aziz Sidqi menjelaskan bahwa mushaf Al-Qur’an braille merupakan wujud perhatian pemerintah terhadap teman-teman penyandang disabilitas tunanetra.

Sidqi menyampaikan bahwa mushaf Al-Qur’an braille telah melalui berbagai tahap penyempurnaan. Pada tahun 2021, mushaf Al-Qur’an braille lengkap beserta dengan pedoman membacanya yang disusun pada tahun 2011 telah disempurnakan kembali.

Sidqi menyebut, pada tahun 2022 edisi penyempurnaan ini telah dicetak lengkap sebanyak 30 juz Al-Qur'an dan rencananya akan dicetak kembali di tahun ini.

“Alhamdulillah di tahun 2022 edisi penyempurnaan ini sudah kita cetak juga, lengkap 30 juz kita cetak untuk Al-Qur’an braille dan bahkan di tahun ini insyaallah akan kita cetak juga untuk mushaf braille,” kata Sidqi di Gedung Bayt Al-Qur’an & Museum Istiqlal, TMII, Jakarta, seperti dikutip dari siaran pers diterima, Senin (13/11/2023).

Ia mengatakan, satu buah mushaf Al-Qur'an braille 30 juz bisa mencapai bobot 15 sampai dengan 20 kilogram. Setiap mushaf Al-Qur'an Braille yang akan diterbitkan harus melewati proses pentasihan di LPMQ.

Sementara itu, target utama pendistribusian mushaf Al-Qur'an braille meliputi lembaga pendidikan, organisasi, yayasan, dan sekolah yang mengajar murid tunanetra.

“Kepada lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini mengajarkan Al-Qur’an braille, kepada organisasi, yayasan-yayasan yang memang bergerak di bidang braille itu dan sekolah-sekolah yang mempunyai murid tunanetra. Kita biasanya memberikan ke lembaga-lembaga itu atau juga majelis taklim khusus tunanetra,” urainya.

2 dari 3 halaman

Perkembangan Mushaf Al-Qur’an Braille di Indonesia

Sidqi menjelaskan bahwa penyusunan mushaf Al-Qur'an Braille dimulai sejak tahun 1974, sejalan dengan pembahasan Mushaf Al-Qur'an standar Indonesia. Proses penyusunan memakan waktu sekitar 9 tahun dan disempurnakan pada tahun 1983, kemudian dikuatkan dengan Keputusan Menteri Agama Nomor 25 tahun 1984.

“Penyusunan mushaf Al-Qur’an braille dimulai sejak tahun 1974, karena dibahas berbarengan dengan mushaf Al-qur’an standar Indonesia di mana ada tiga mushaf Al-Qur’an standar Indonesia. Pertama mushaf Al-Qur’an standar Usmani, kedua Bahriyah, dan ketiga mushaf standar braille,” papar dia.

Sidqi menuturkan bahwa sejak tahun 1984, mushaf Al-Qur'an braille ini dicetak, diedarkan, dan dibacakan oleh kalangan tunanetra, terutama di Indonesia. Pada tahun 2011, LPMQ menyusun buku pedoman membaca dan menulis Al-Qur'an braille. Lalu di tahun 2013, hasil penyempurnaan buku pedoman tersebut dicetak bersamaan dengan Al-Qur'an Braille yang telah disempurnakan lengkap dengan terjemahannya.

“Kita cetak Al-Qur’an braille edisi penyempurnaan ini dan juga ditambahkan ada terjemahan supaya teman tunanetra tidak membaca teks Al-Qur’annya saja, tapi juga bisa membaca mengetahui terjemahan Al-Qur’an itu,” ujar dia.

3 dari 3 halaman

Kerjasama

Dalam proses penyusunannya, Sidqi mengatakan bahwa pihaknya bekerja sama dengan berbagai unsur masyarakat, khususnya lembaga-lembaga yang terlibat aktif, seperti yayasan di Surabaya, Yogyakarta, Semarang, Bandung, dan Jakarta. Organisasi Ikatan Tunanetra Muslim Indonesia (ITMI) juga turut dilibatkan sejak tahun 2011.

“Di Ciputat itu ada yayasan yang khusus untuk menangani Al-Qur’an braille Raudlatul Makfufin. Di bandung ada yayasan Wyata Guna. Semua stakeholder kita libatkan,” tuturnya.