Sukses

Tekuni Kajian Naskah Kuno, Oman Fathurahman Raih Habibie Prize 2023

Oman Fathurahman sebagai penerima Habibie Prize mengaku tidak pernah membayangkan ketekunannya dalam melakukan kajian naskah kuno mendapatkan penghargaan Habibie Prize.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko menjelaskan, kegiatan Habibie Prize merupakan kegiatan yang masuk ke dalam skala prioritas dalam membangun ekosistem yang kondusif pada perkembangan iptek dan inovasi.

Penghargaan ini dapat diharapkan mendorong anak bangsa dalam menghasilkan karya terbaik dan bermanfaat bagi bangsa.

“Di tahun 2023 ini, pemberian Habibie Prize diberikan pada 10 November, bersamaan dengan Hari Pahlawan. Kita ingin menunjukkan bahwa para penerima Habibie Prize juga merupakan pahlawan yang memiliki kontribusi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bermanfaat secara berarti bagi peningkatan kesejahteraan, keadilan, dan perdamaian,” ungkap Handoko.

Handoko mengungkapkan, pemenang Habibie Prize diseleksi oleh panitia Habibie Prize. Proses dilakukan dengan metode seleksi penilaian dewan juri yang sangat ketat serta tokoh yang memang handal dibidangnya.

Sementara itu, Oman Fathurahman sebagai penerima Habibie Prize mengaku tidak pernah membayangkan ketekunannya dalam melakukan kajian naskah kuno mendapatkan penghargaan Habibie Prize.

“Saya tidak pernah membayangkan akan sampai pada tahap ini,” ungkap Oman

Ia tidak pernah menyangka karena dikisahkan Oman, 35 tahun yang lalu hanya seorang pedagang asongan berjualan rokok di sekitar Tanah Abang, Kebayoran Lama, hingga Theater Jakarta.

“Mimpi tertinggi saya saat itu adalah mengenakan jaket almamater sebagai mahasiswa dan kemudian menyandang gelar sarjana. Itu saja sudah cukup, saya tidak mau bercita-cita terlalu muluk,” ucapnya mengenang. 

 

2 dari 2 halaman

Habibie Prize Bukan Semata Penghargaan Untuk Oman

Ketika mendapatkan Habibie Prize, Oman semakin yakin bahwa ada keterlibatan tangan yang maha kuasa. Dia mengatakan, Habibie Prize yang didapatkan bukan semata-mata penghargaan untuk Oman saja. 

Tetapi lebih dari itu, khususnya terhadap keilmuan filologi yang memiliki tujuan mulia menggali memori kolektif bangsa dalam manuskrip. 

“Ini juga penghargaan bagi para filolog, para peneliti yang istiqamah, dan untuk para pemilik manuskrip, yang selama ini sering bekerja menyelamatkan manuskrip dalam sunyi, jauh dari keramaian. Atas nama dunia pernaskahan Nusantara, saya menghaturkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya atas penghargaan ini,” kata Oman. 

Penganugerahan Habibie Prize 2023 dapat menjadi investasi besar dalam penguatan kajian manuskrip. Selain itu, pesan moral yang kuat bahwa manuskrip sebagai objek kemajuan kebudayaan sehingga harus diutamakan dalam pembangunan Indonesia.

Ia juga mendorong agar keilmuan filologi, manuskrip, dan kebudayaan semakin diperhatikan dan dijadikan bahan pertimbangan “policy maker” 

“Saya meyakini bahwa kebijakan tanpa kebudayaan, ia akan kehilangan kebijaksanaan,” tandasnya.

Indonesia Emas 2045 Tidak Boleh Melupakan Kearifan Lokal Dalam Manuskrip

Selain itu, Oman mengungkapkan, pembangunan Indonesia Emas 2045 tidak boleh melupakan kearifan lokal dalam manuskrip itu sendiri.

“Catatan-catatan tentang apa yang kita lakukan hari ini akan menjadi pengetahuan berharga bagi generasi Indonesia 100, 200, bahkan 1.000 tahun mendatang, sebagaimana hari ini kita memahami manuskrip kuno. Karena itu, penting bagi setiap kita untuk menorehkan catatan rekam jejak yang baik,” kata Oman.

Habibie Prize 2023 dalam bidang Agama, Filsafat, dan Kebudayaan dapat menjadi inspirasi menuju Indonesia Emas 2045. Oman menyampaikan, sebagai bangsa besar, Indonesia diharapkan agar terus bercermin dalam menemukan nilai-nilai agama, filosofi kehidupan, dan nilai-nilai budaya dalam manuskrip.

Video Terkini