Liputan6.com, Jakarta Guna menekan kasus demam berdarah dengue (DBD), pemerintah melalui Kemenkes mengembangkan inovasi pengendalian kasus demam berdarah dengue nasional, salah satunya melalui teknologi Wolbachia.
Terkait hal itu, Ketua Umum Badko HMI Jabodetabek-Banten, Adhiya Muzakki mengatakan, perlu untuk dipelajari dan kaji lebih mendalam, agar nantinya tak membahayakan masyarakat di Indonesia.
Baca Juga
“Penggunaan Wolbachia sebagai metode pengendalian vektor penyakit masih relatif baru, sehingga dampak jangka panjang terhadap kesehatan manusia perlu terus dipantau. Ada kebutuhan untuk penelitian lebih lanjut tentang kemungkinan interaksi antara Wolbachia dan manusia.,” kata dia dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).
Advertisement
Menurut Adhiya, agar masyarakat tak khawatir, perlu disampaikan terbuka ke masyarakat dan dialog dengan berbagai pihak.
“Saya memandang penting untuk melibatkan dan memperoleh persetujuan dari masyarakat caranya adalah dengan melibatkan dialog terbuka dan transparan tentang risiko dan manfaat potensial dari teknologi ini,” pungkasnya.
Tuai Kontroversi
Kontroversi seputar nyamuk Wolbachia mewarnai jagad media sosial. Ajakan penolakan terhadap pelepasan nyamuk Wolbachia mencuat pada pertengahan November 2023. Bahkan kekhawatiran akan dampak yang ditimbulkan nyamuk ber-Wolbachia itu berimbas pada ditundanya pelepasan nyamuk di Denpasar, Bali yang rencananya akan dilakukan pada 13 November 2023.
Pj Gubernur Bali Sang Made Mahendra Jaya sepakat menunda penyebaran nyamuk Wolbachia karena masih ada pro dan kontra dari masyarakat Bali.
"Kalau masih ada masyarakat yang tidak menerima, berarti kita tunda dulu," ujar Mahendra di Denpasar, Senin (13/11/2023), dilansir Antara.
Menurutnya, metode penyebaran nyamuk Wolbachia untuk menekan kasus DBD masih perlu sosialisasi dari pemrakarsa sehingga semua masyarakat bisa menerima.
Advertisement
Semarang Berani Menerapkan
Sebelumnya, Semarang menjadi kota pertama yang mengaplikasikan inovasi teknologi Wolbachia dalam mengatasi demam berdarah dengue (DBD).
"Semarang sebenarnya berada di posisi tengah pada kasus DBD terbanyak dari ke lima kota tersebut. Namun, Semarang ini paling maju dan paling berani Walikota dan timnya. Walaupun di tengah-tengah tapi lebih progresif, jadi Semarang ini menjadi kota pertama untuk implentasi projek ini," kata Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin di Semarang pada 30 Mei 2023.
Setelah Semarang, implementasi teknologi Wolbachia disusul oleh Jakarta Barat, Bandung, Kupang dan Bontang dalam Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue.
Program pencegahan DBD lewat metode ini dilakukan oleh Kemenkes dengan mmbagikan ember berisi telur nyamuk yang sudah ada bakteri Wolbachia ke warga setempat. Telur-telur nyamuk Wolbachia itu didistribusikan dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang diternakan oleh program studi Entomologi, Fakultas Biologi. Pemeliharaan telur nyamuk dilakukan oleh warga selama dua minggu hingga menetas. Selain telur nyamuk, warga juga akan dibagikan pakannya.