Sukses

HEADLINE: Ketua KPK Firli Bahuri Tersangka Pemerasan Syahrul Yasin Limpo, Bakal Segera Ditahan?

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri akhirnya ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Penetapan tersangka diumumkan oleh Direskrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak setelah melakukan gelar perkara pada Rabu 22 November 2023 malam.

Dia menjelaskan, dalam hasil gelar perkara ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka.

"Berdasarkan fakta-fakta pada penyidikan maka pada hari Rabu tanggal 22 November 2023 sekira pukul 19.00 WIB telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukan bukti cukup untuk menetapkan saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Ade saat konferensi pers.

Firli Bahuri diduga melakukan pemerasan, penerimaan gratifikasi, penerimaan hadiah, janji atas penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan).

Kendati sudah ditetapkan tersangka, polisi belum membeberkan secara pasti mengenai kemungkinan penahanan Firli dalam kasus pemerasan tersebut. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menyebut penahanan terhadap Firli merupakan wewenang dari penyidik.

"Terkait dengan upaya penyidik dikaitkan dengan kebutuhan penyidikan, nanti akan kita update berikutnya pada rekan-rekan," ujar Wisnu.

Adapun dalam kasus ini, Firli dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.

Respons KPK dan Dewas

Menanggapi hal itu, Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan, pihaknya akan menghormati proses hukum atas penetapan tersangka Firli Bahuri. Menurutnya, setiap insan harus taat dengan proses hukum yang ada, terlebih Indonesia merupakan negara hukum.

"Kita harus taat asas hukum yang cukup banyak, antara lain, negara Indonesia adalah negara hukum, setiap warga harus taat terhadap hukum, setiap orang harus menghormati proses hukum," ujar Johanis dalam keterangannya, Kamis (23/11/2023).

Namun demikian, Johanis mengatakan, pihaknya akan tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah atas kasus yang menyeret nama ketua KPK tersebut.

"Setiap orang dianggap tidak bersalah sepanjang belum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan lainnya," ucapnya.

Senada, Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris mengatakan, pihaknya juga akan tetap menghormati proses hukum atas kasus yang menimpa Ketua KPK Firli Bahuri.

Menurutnya, hal itu sudah menjadi kewenangan penyidik Polda Metro Jaya dalam menangani kasus tindak pidana.

"Intinya Dewas tentu menghormati proses hukum di Polda ya, bahwa bagaimanapun menegakkan pak FB sebagai tersangka itu kan wewenang penyidik," ujar Haris dalam keterangannya, Rabu (23/11/2023).

Disisi lain, Haris menyebut, Dewas KPK juga akan tetap melanjutkan penanganan dugaan pelanggaran etik terhadap Firli Bahuri. Bahkan hal itu bisa saja dilakukan dengan lebih cepat.

"Tentu tetap lanjut, di sana kan (Polda Metro Jaya) pidana di kita (Dewas KPK) etik. Bisa jadi kita percepat ya," ucapnya.

Adapun terkait status Firli sebagai Ketua KPK, Haris mengatakan, Firli memang seharusnya mundur sementara atau nonaktif dari jabatan sebagai pimpinan KPK. Hal itu sebagaimana merujuk pada Pasal 32 ayat 2 Undang-Undang KPK.

"Tentu di tangan presiden, memang di pasal 32 ayat 2 UU 19 tahun 2019 jika pimpinan KPK menjadi tersangka itu diberhentikan dari jabatannya, dan itu tentu melalui keputusan presiden," kata dia.

"Kalau mengacu ke undang-undang memang demikian (Firli mundur)," Haris menambahkan.

Namun demikian, Haris menyebut, Dewas KPK belum merekomendasikan terkait status Firli Bahuri, apakah kedepan Firli harus mudur dari jabatan ketua KPK atau tidak.

"Itu nanti setelah putusan etik itu dikeluarkan," pungkasnya.

Polda Metro Didesak Tahan Firli Bahuri

Sementara itu, Peneliti Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman Herdiansyah Hamzah mendorong Polda Metro Jaya bergerak cepat menuntaskan kasus dugaan pemerasan yang diduga dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri terhadap Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

Menurut Hamzah, selain penetapan tersangka terhadap Firli, Polda Metro Jaya juga harus melakukan penahanan terhadap yang bersangkutan untuk menghidari adanya potensi melarikan diri dan penghilangan barang bukti.

"Penangkapan harus segera dilakukan sebab Firli berpotensi melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya," kata Hamzah kepada Liputan6.com, Kamis (23/11/2023).

Terlebih, kata dia, Firli saat ini masih menjabat sebagai Ketua KPK sehingga berpotensi bisa menyalahgunakan jabatannya untuk melakukan tawar menawar terkait kasus yang menjeratnya.

"Firli masih menjabat ketua KPK, sehingga mudah menyalahgunakan kewenangannya, termasuk untuk tetap berusaha tawar menawar perkara dan saling menyandera," ucapnya.

Selain itu, Hamzah menilai, Presiden Joko Widodo atau Jokowi juga semestinya segera memberhentikan Firli Bahuri dari jabatan ketua KPK, sebab hal ini akan berpengaruh pada kepercayaan publik terhadap lembaga antirasuah tersebut.

"Presiden yang harus segera memberhentikannya. Presiden jangan pura-pura tidak mendengar. Sebab presiden punya tanggungjawab untuk menyelamatkan public trust terhadap KPK," ujar Hamzah.

Di sisi lain, Firli Bahuri juga dinilai sudah sangat layak diberhentikan tanpa harus mempertimbangkan status hukumnya.

"Sebenarnya di ketentuan Pasal 32 UU 19/2019 tentang KPK, kalau tersangka, dia diberhenti sementara. Dan kalau terdakwa, baru diberhentikan permanen. Tapi Firli ini layak dipecat tanpa mempertimbangkan status hukumnya. Kalau dia tidak mau mundur, presiden harus segera memecat Firli," pungkas Hamzah.

Sedangkan Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai, Polda Metro Jaya sudah di jalur yang benar dengan menetapkan Ketua KPK Firli Bahuri sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo.

Menurut Fickar, penetapan status tersangka Firli Bahuri merupakan bentuk kemajuan cepat Polda Metro dalam penanganan kasus tindak pidana tersebut.

"Ya betul (Sudah On the Track). Siapapun kalo memang ditemukan ada dua alat bukti dia melakukan kejahatan termasuk ketua KPK ya harus diproses menurut hukum," kata Fickar kepada Liputan6.com, Kamis (23/11/2023)

"Menurut saya kemajuan cepat Polda menangani kasus ini ya walaupun tidak cepat seperti yang kita harapkan gitu ya, tapi sudah ada kemajuan lah artinya dia menetapkan sebagai tersangka ada kemajuan sendiri," sambungnya.

Lebih lanjut, Fickar berpandangan, Firli juga harus segera diberhentikan dari jabatannya sebagai Ketua KPK. Ia bahkan mendesak Presiden segera menerbitkan Keppres terkait pemberhentian Firli.

"Menurut saya harus nonaktif jadi Presiden harus progresif begitu dengar dia ditersangkakan mestinya udah keluar keppres dinonaktifkan sementara," ujarnya.

2 dari 5 halaman

ICW Minta KPK Cabut Akses Firli Bahuri

Sementara itu, Indonesia Corruption Watch (ICW) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencabut semua akses masuk pimpinan KPK, Firli Bahuri. Selain dengan penutupan akses, ICW juga meminta agar Firli tidak terlibat semua kegiatan yang ada di KPK.

"Firli harus dilarang terlibat dalam semua kegiatan KPK. Bahkan, pihak Sekjen KPK harus segera mencabut akses masuk Firli ke gedung KPK," kata peneliti ICW, Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Kamis (23/11/2023).

Menurut Kurnia, pasca ditetapkan menjadi tersangka, Firli tidak dapat dianggap sebagai orang nomor 1 lagi di lembaga anti rasuah itu. Hal itu mengacu pada Pasal 32 ayat (2) UU KPK tahun 2019.

"Dalam hal Pimpinan KPK menjadi tersangka tindak pidana kejahatan, maka Pimpinan KPK diberhentikan sementara dari jabatannya," terang dia.

Sementara perihal pemberhentian Firli dari KPK, Ia menyebut hanya tinggal menunggu keputusan dari Presiden Joko Widodo sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (4) UU KPK.

"Proses pemberhentian tinggal menunggu berkas administrasi saja berupa Keputusan Presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 32 ayat (4) UU KPK," pungkasnya.

Sedangkan Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, penetapan tersangka Firli Bahuri sudah sesuai dengan keinginan Firli yang sempat meminta kepastian hukum kepada Polda Metro Jaya. Diketahui Firli meminta demikian dengan alasan ingin menuntaskan kasus korupsi yang mandek di KPK.

"Bahwa dugaan gratifikasi atau suap ataupun pemerasan atau bertemu pihak terkait itu kemudian menjadi terang, mana yang terbukti. Dan itu otomatis harus cepat pemrosesannya ini, pemberkasan, penyerahan ke jaksa, dan juga ke pengadilan," kata Boyamin.

Terkait status tersangka Firli Bahuri, Boyamin menyebut Firli masih bisa melakukan upaya hukum jika tak terima ditetapkan sebagai tersangka. Boyamin mengaku tak akan mengkritisi Firli Bahuri jika ingin mengajukan upaya hukum praperadilan.

"Dan bagi Pak Firli juga bisa tetap membela diri dengan cara melakukan praperadilan kalau memang tidak puas dengan penetapan tersangka ini. Sehingga, jadi saya kira Pak Firli juga bukan kiamat gitu untuk membela diri dengan mekanisme praperadilan maupun persidangan pokok perkaranya," kata Boyamin.

"Dan apapun ini, praperadilan kalau ditempuh Pak Firli adalah sebagai bentuk tindakan terhormat dan upaya beradab, bahwa kasus hukum dihadapi dengan cara-cara hukum, yaitu dalam hal ini praperadilan. Saya tetap menghormati kalau Pak Firli menempuh upaya praperadilan," Boyamin menambahkan.

Selain itu, Boyamin juga meminta Firli Bahuri nonaktif dari jabatan Ketua KPK karena status tersangkanya ini. Berdasarkan peraturan, pimpinan KPK yang menjadi tersangka sudah tidak bisa lagi bekerja di lembaga antirasuah.

"Otomatis adalah dengan sendirinya berdasarkan Undang-Undang KPK, Pak Firli harus nonaktif. Jadi mulai besok sudah nonaktif, tidak bisa masuk lagi ke kantor KPK, tidak lagi menjadi pimpinan KPK. Dan itu lebih baik bagi Pak Firli karena akan konsentrasi menghadapi kasus hukumnya," kata Boyamin.

Korupsi Level Tertinggi

Di sisi lain, Mantan Kasatgas Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan meminta Polda Metro Jaya mengusut tuntas kasus dugaan korupsi Ketua KPK Firli Bahuri. Novel menyebut Firli Bahuri merupakan penjahat kelas kakap.

"Bagi saya, Firli ini penjahat besar. Baru pertama kali Pimpinan KPK berbuat korupsi pada level tertinggi, yaitu pemerasan sebagai tindak pidana korupsi (TPK)," ujar Novel kepada Liputan6.com, Kamis (23/11/2023).

Novel meyakini Firli Bahuri tak hanya melakukan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL. Novel menduga Firli sudah melakukan tindak pidana korupsi jauh sebelum memeras SYL.

"Diyakini bahwa ketika orang bisa berbuat korupsi pada level tertinggi, maka level sebelumnya sudah dilewati, artinya sudah banyak perbuatan TPK sebelumnya yang dilakukan oleh yang bersangkutan," kata Novel.

Novel berharap semua pihak yang pernah menjadi korban pemerasan Firli Bahuri untuk melapor ke aparat penegak hukum. Dia meminta para korban berani bersuara.

"Oleh sebab itu, saya menghimbau kepada semua orang yang pernah menjadi korban pemerasan atau mengetahui perbuatan Firli yang lainnya, agar berani melaporkan," ucap Novel.

Novel berharap tim penyidik Polda Metro Jaya tak hanya mengusut tuntas kasus pemerasan SYL, melainkan tindakan korupsi Firli Bahuri lainnya, termasuk tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Semoga upaya penyidikan yang dilakukan oleh Polri bisa mengungkap perbuatan-perbuatan lain yang diduga dilakukan oleh Firli. Begitu juga dengan TPPU yang saya yakin menjadi perbuatan yang menyertai TPK yang dilakukan oleh Firli," kata Novel.

Respons Komisi III DPR

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Saroni mengaku kaget mendengar kabar Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menjadi tersangka atas dugaan pemerasan oleh Polda Metro Jaya.

"Kaget juga baru bangun pagi beredar berita ketua KPK tersangka. Pertama apresiasi buat kinerja kepolisisan karena mungkin masyarakat tunggu pada proses perkara yang menyita pengelihatan publik,” kata Sahroni pada wartawan, Kamis (23/11/2023).

Sahroni menyebut, perkara pemerasan Syahrul yasin Limpo (SYL) yang selama ini belum ada kejelasan hukum akhirnya diumumkan Polda.

"Bahwa ada perkara yang belum jelas dan akhirnya tadi malam, tengah malam sudah diumumkan Polda metro dan ini Bukti bahwa republik kita pada pokoknya tidak ada yang pada posisi aman, dan kita enggak mau menjustifikasi semua pihak seolah-olah merasa benar. Dan ini menunjukkan kepolisian serius menangani perkara,” ucap politikus Partai NasDem itu.

Sahroni pun berharap Firli Bahuri untuk dapat mundur dari posisinya saat ini. Dia pun juga mengkritisi kinerja Dewan Pengawa KPK yang dinilai lambat dalam bekerja. Salah satu indikatornya yaitu tidak mampu sesegera mungkin memutuskan terkait dugaan pelanggaran yang dilakukan Firli Bahuri.  

"Terkait Dewas KPK kinerjanya bukan makin baik tapi makin lemot. Karena Menyikapi problematika yang terjadi di institusi KPK sendiri agak sedikit lambat tidak memberikan 1 integritas,” kata dia.

Menurut Sahroni, seharusnya Dewas langsung membuat surat pemecatan Firli. Terlebih banyak bukti yang mengarah adanya pelanggaran berat yang telah dilakukan pensiunan jenderal Polri tersebut. 

"Secara etik Dewas KPK harusnya kirim surat sekarang juga jadi jangan nunggu lagi proses hukum praduga tak bersalah, Dewas KPK harusnya mengeluarkan surat bahwa tentang apa yang dilakukan oleh Ketua KPK,” pungkasnya.

Sedangkan Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi NasDem Taufik Basari menilai, kasus pemerasan yang diduga dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri sangat memalukan.

Taufik menilai, kasus Firli Bahuri ini menjadi peringatan bahwa negara sedang dalam titik nadir. Kondisi hukum sedang tidak baik-baik saja.

"Sangat memalukan. Ini jadi peringatan untuk kita semua bahwa saat ini kita sedang pada titik nadir negara hukum," ujar Taufik di DPR, Jakarta, Kamis (23/11/2023).

Sebagai penegak hukum, terlebih pimpinan lembaga pemberantasan korupsi, apa yang dilakukan Firli sangat memalukan. KPK yang seharusnya berfungsi untuk memberantas korupsi, malah ketuanya menjadi tersangka pemerasan.

"Pelaksana pelaksana di bidang hukum juga ternyata tidak mampu menjalankan tugasnya dengan baik. KPK yang kita harapkan menjadi tempat untuk memberantas korupsi, justru ketuanya ditetapkan sebagai tersangka," ucap Taufik.

"Kemudian penegakan hukum yang kita harapkan bisa berjalan dengan baik, banyak di beberapa tempat mengalami kemunduran, mengalami kritikan, mendapatkan keluhan masyarakat ketika mereka berupaya mendapatkan keadilan," tegasnya.

Maka itu, menurut Taufik Basari, apa yang terjadi hari-hari ini harus menjadi alarm peringatan kepada semua pihak. Bahkan kondisi saat ini tidak sedang dalam kondisi normal.

"Nah, hal-hal seperti ini menjadi suatu peringatan bersama dan tidak boleh dibiarkan. Oleh karena itu semua pihak harus sadar ini saatnya untuk kita mulai menyalakan alarm kita untuk tidak menganggap saat ini kita sedang normal. Untuk tidak menganggap Indonesia sedang baik-baik saja," tegas Taufik Basari.

Selain itu, Indonesia tengah dalam titik rendah sebagai negara hukum karena sudah jauh dari cirinya. Salah satunya adalah bagaimana undang-undang dan pengadilan coba diatur untuk kepentingan kelompok penguasa.

"Ciri-ciri ini sudah mulai dikesampingkan yaitu bagaimana pertama, bagaimana undang-undang dan pengadilan dicoba untuk diatur sesuai dengan kepentingan-kepentingan kelompok tertentu, sesuai dengan kepentingan penguasa," ucap Taufik.

 

3 dari 5 halaman

Firli Bahuri Masih Ketua KPK?

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut Ketua KPK Firli Bahuri belum diberhentikan meski sudah menjadi tersangka kasus dugaan korupsi di Polda Metro Jaya. Alex memastikan Firli Bahuri masih menjadi pimpinan KPK.

Atas dasar itu, Alex menyebut berkaitan dengan kasus Firli di Polda Metro Jaya, pihaknya tetap akan memberikan bantuan hukum.

"Yang jelas Pak Firli masih sebagai pegawai KPK, jadi tentu saja dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang bersangkutan berhak mendapatkan bantuan hukum," ujar Alex dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis (23/11/2023).

Selain itu, KPK mengaku tak malu ketuanya, Firli Bahuri menjadi tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL.

Alex mengatakan, dirinya tak malu karena asas praduga tak bersalah dalam kasus Firli Bahuri ini.

"Apakah kami malu? Saya pribadi tidak! Karena apa? Ini belum terbukti, belum terbukti, Pak (Johanis) Tanak, kasus Pak Tanak di Dewas dinyatakan tidak terbukti, itu yang harus dipegang," ujar Alex dalam jumpa pers di gedung KPK, Kamis (23/11/2023).

Termasuk soal kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Johanis Tanak terkait pembocoran dokumen penyidikan kasus di Kementerian ESDM, Alex menyebut hal itu tak terbukti.

"Kita juga harus berpegang pada prinsip praduga tidak bersalah, itu dulu yang kita pegang," Alex menambahkan.

Alex menyebut, status Firli Bahuri masih tersangka, belum terpidana dan dinyatakan bersalah. Lagipula, Alex berpedoman pada pernyataan Firli yang kerap mengaku tak menerima suap maupun pemerasan.

"Masyarakat menilai? Masyarakat dasarnya apa? Kan begitu. Tetapkan tersangka? Oke, tetapi, sekali lagi ini baru tahap awal, nanti, masih ada tahap penuntutan dan pembuktian di persidangan, itu yang teman-teman harus kawal, monitor, ikuti bagaimana proses ini berjalan di Polda, tidak berhenti di sini," kata Alex.

Sementara itu, Penasihat Hukum Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, Ian Iskandar mengaku keberatan dengan penetapan status tersangka Firli Bahuri oleh Polda Metro Jaya. Dia menilai status tersangka terkesan dipaksakan.

"Pertama kami keberatan ya sebagai kuasa hukum terhadap penetapan tersangka Pak Firli alasannya satu dipaksakan, kedua alat bukti yang menurut mereka sudah disita tidak pernah diperlihatkan," kata Ian saat dihubungi, Kamis (23/11/2023).

Meski begitu, Ian mengatakan pihaknya akan menganalisis fakta-fakta hukum yang sudah disampaikan oleh penyidik ke publik.

"Ya kita akan pelajari dulu pertimbangannya apa ditetapkan tersangka. Kita pelajari dululah," ucap dia.

Terkait hal tersebut, Ian mengaku sudah berkomunikasi dengan Firli Bahuri. Ada banyak hal yang dibahas. Namun, dia enggan membeberkan secara rinci. Intinya, Ian dan kliennya tak akan tinggal diam atas penetapan tersangka tersebut.

"Intinya kita akan melakukan perlawanan, nah itu saja," tandas Ian.

4 dari 5 halaman

Jokowi Akan Keluarkan Keppres Pemberhentian Firli Bahuri dari Ketua KPK

Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) telah menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Surat tersebut dikirim oleh Polri pada Kamis sore (23/11/2023).

"Kementerian Sekretariat Negara telah menerima surat pemberitahuan penetapan tersangka atas nama Ketua KPK Firli Bahuri, sore hari ini sekitar jam 17.00 WIB," kata Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana kepada wartawan, Kamis.

Dia mengatakan, rancangan Keputusan Presiden (Keppres) Pemberhentian Sementara Firli Bahuri dari jabatan Ketua KPK telah disiapkan. Keppres ini akan diajukan ke Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk ditandatangani.

"Rancangan Keppres Pemberhentian Sementara Ketua KPK telah disiapkan dan akan segera diajukan kepada Bapak Presiden pada kesempatan pertama," jelasnya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi turut angkat bicara soal KPK Firli Bahuri yang ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Jokowi meminta Firli menghormati semua proses hukum.

"Ya hormati semua proses hukum. Hormati semua proses hukum," kata Jokowi kepada wartawan usia meresmikan Kampung Nelayan Modern di Biak Numfor, Papua, Kamis (23/11/2023).

5 dari 5 halaman

Ancaman Hukuman Firli Bahuri

Diketahui, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dijerat pasal berlapis atas kasus dugaan pemerasaan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL). Tak main-main ancaman hukuman dari lima tahun kurungan penjara sampai penjara seumur hidup.

Dalam kasus ini, Firli dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.

Adapun, Pasal 12 huruf e tentang Undang Undang tentang pemberantasan tindak korupsi pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.

Kemudian, Pasal 12 huruf B ayat 1 berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan Pasal 12 huruf B ayat 1.

"Pada Pasal 12 huruf B ayat 2 disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 Miliar," kata Ade saat konferensi pers, Kamis (23/11/2023) dini hari.