Liputan6.com, Jakarta Sejak 2019, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) telah menjalankan kurikulum Merdeka. Kurikulum tersebut memberikan kebebasan dan memacu kreativitas dalam proses pembelajarana pada seluruh komponen pendidikan, mulai dari siswa hingga perguruan tinggi.
Hingga kini, sudah 15 episode Merdeka Belajar yang dijalankan oleh Kemendikbudristek. Setiap episodenya pun memiliki isi yang berbeda, namun dengan tujuan sama, yakni menjadikan pendidikan Indonesia berkualitas.
Baca Juga
Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo mengatakan, perubahan utama yang dihadirkan Kurikulum Merdeka, yakni mengutamakan materi pembelajaran yang esensial. Ia berharap agar perubahan tersebut mendorong perkembangan anak berdasarkan minat dan bakat yang dimiliki.
Advertisement
“Melalui Kurikulum Merdeka, guru tidak dibebani dengan terlalu banyak materi sehingga bisa lebih fokus pada proses pembelajaran. Guru juga memperoleh fleksibilitas untuk menyesuaikan pembelajaran dengan kebutuhan belajar murid," katanya.
Anindito pun meyakini bahwa dengan Kurikulum Merdeka, murid dapat menggali minat dan bakatnya lebih mendalam. Dirinya pun menyebut, Kurikulum Merdeka telah dijalankan secara sukarela oleh lebih dari 80% satuan pendidikan di Indonesia.
"Perubahan kurikulum bukan sekadar perubahan administrasi semata, melainkan sebagai upaya untuk mentransformasi sekolah menjadi tempat di mana semua anak, apa pun minat dan bakat maupun potensi kecerdasan mereka bisa merasa diterima, dirawat, dan ditantang untuk tumbuh menjadi versi terbaik dari diri mereka," ujarnya.
Alat Menumbuhkan Potensi
Plt. Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kemendikbudristek, Zulfikri Anas menjelaskan bahwa Kurikulum Merdeka merupakan alat bantu bagi peserta didik agar tumbuh dan berkembang sesuai dengan fitrah serta potensinya.
“Kurikulum Merdeka sebagai alat bantu tentunya memudahkan bagi guru dalam mendampingi anak-anak dan memudahkan peserta didik untuk mengenali dan mengembangkan potensinya sejak dini,” jelasnya.
Zulfikri mengungkapkan bahwa fokus terhadap materi esensial menjadi kekuatan dari Kurikulum Merdeka. Ia menyebut, hal itu meluruskan persepsi selama ini yang menganggap bahwa kurikulum yang unggul, diukur berdasarkan banyaknya materi yang disampaikan kepada anak.
“Kekuatan sebuah kurikulum bukan terletak dari banyaknya materi yang disampaikan dan diserap oleh anak, tetapi lebih kepada kemampuan kurikulum itu memberikan kekuatan kepada anak menghadapi persoalan ke depan,” ungkapnya.
(*)
Advertisement