Liputan6.com, Jakarta Mantan Komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad meminta Polda Metro Jaya memeriksa Wakil Ketua KPK Alexander Marwata karena terlihat membela Ketua KPK Firli Bahuri.
Samad meminta penyidik Polda Metro Jaya mendalami dugaan keterkaitan Alexander Marwata dengan kasus pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo alias SYL.
Baca Juga
"Polisi tidak boleh sampai di situ saja. Karena tadi nyata-nyata Alex Marwata bilang (Firli Bahuri) tidak ada kesalahan, maka polisi harus juga memanggil orang bernama Alexander Marwata dan komisioner-komisioner lainnya untuk segera diperiksa," ujar Abraham Samad di gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
Advertisement
"Jangan sampai orang-orang ini punya keterkaitan dengan Firli sehingga dia berusaha untuk melindungi Firli," Samad menambahkan.
Samad menyebut, kasus Firli Bahuri ini merupakan momentum untuk membersihkan KPK dari pemimpin yang bermasalah. Dia berharap Polda segera memeriksa Alexander Marwata dan pimpinan KPK lainnya agar kasus Firli Bahuri ini semakin terang.
"Oleh karena itu momentum, kali ini untuk membersihkan KPK dari orang-orang yang punya sifat, kelakuan menjadi penjaga sadis seperti Firli. Alex dan lain-lain sebagainya harus segera ikut diminta keterangannya agar supaya kita bisa membuka terang benderang kasus Firli ini," kata Abraham Samad.
"Karena saya tidak yakin Firli hanya seorang diri melakukan kejahatan ini. Bisa saja dia dibantu oleh komisioner-komisioner lain atau oknum-oknum lainnya," Samad menandaskan.
Samad Heran Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Bela Firli Bahuri
Mantan Komisioner KPK Abraham Samad heran dengan sikap Wakil Ketua KPK Alexander Marwata yang terlihat membela Ketua KPK Firli Bahuri meski sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi di Polda Metro Jaya.
Samad menilai sikap Alex yang tak malu dan tak mau meminta maaf atas apa yang terjadi dengan Firli Bahuri sama seperti melindungi sebuah kejahatan.
"Saya sekali lagi, saya mengingatkan orang yang bernama Alexander Marwata bahwa keterangan yang anda sampaikan itu memberi kita petunjuk bahwa anda sedang melindungi yang namanya kejahatan. Karena anda tidak dengan legowo menyatakan permintaan maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia," ujar Samad di gedung KPK, Kamis (23/11/2023).
Samad menilai, proses hukum yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap Firli Bahuri sudah sesuai prosedur. Menurut Samad, penetapan tersangka yang dilakukan Polda Metro Jaya terhadap pimpinan tertinggi KPK sudah benar dan tidak perlu diperdebatkan.
"Padahal kalau kita lihat proses hukum, proses pemeriksaan, penyelidikan yang dilakukan polisi ini tidak berjalan cukup sederhana. Cukup singkat, tapi perlu waktu yang begitu besar sehingga bukti-bukti yang dikumpulkan polisi kelihatannya sudah sangat tidak mungkin lagi diperdebatkan, sudah," kata Samad.
"Sangat tidak mungkin lagi kita perdebatkan bahwa Firli ini adalah korban. Firli ini bukan korban. Firli ini adalah penjahat yang paling sadis," ujar Abraham Samad.
Advertisement
Pemerasan yang Dilakukan Firli adalah Kejahatan Korupsi Paling Sadis
Abraham Samad mengatakan demikian bukan tanpa alasan. Dia menyebut, kejahatan korupsi paling tinggi yakni pemerasan seperti yang disangkakan Polda Metro Jaya terhadap Firli yakni memeras mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo.
"Kenapa saya katakan penjahat yang paling sadis? Bayangkan dalam tindak pidana korupsi kalau kita lihat urutan-urutannya ada kejahatan gratifikasi, suap, pemerasan dan sebagainya. Tingkatan yang paling sadis itu adalah pemerasan," kata Samad.
Samad menyarankan Polda Metro Jaya segera menangkap dan menahan Firli. Pasalnya, menurut Samad, selama ini Firli terlihat memperlambat proses hukum pemerasan Syahrul Yasin Limpo karena beberapa kali mangkir panggilan polisi.
"Oleh karena Firli sudah melakukan kejahatan yang paling sadis dan selama ini nyata-nyata memperlambat proses pemeriksaannya, maka Firli harus segera ditangkap, dibawa ke kepolisian, diperiksa dan dilakukan penahanan," kata Samad.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Tidak Malu Firli Bahuri Jadi Tersangka Korupsi
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menyebut Ketua KPK Firli Bahuri belum diberhentikan meski sudah menjadi tersangka kasus dugaan pemerasan.
Alexander Marwata memastikan Firli Bahuri masih menjadi pimpinan KPK. Atas dasar itu, Alex menyebut berkaitan dengan kasus Firli di Polda Metro Jaya, pihaknya tetap akan memberikan bantuan hukum.
"Yang jelas Pak Firli masih sebagai pegawai KPK, jadi tentu saja dalam menjalankan tugas dan kewajibannya yang bersangkutan berhak mendapatkan bantuan hukum," ujar Alex dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/11/2023).
KPK mengaku tidak malu ketuanya, Firli Bahuri tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL dan penerimaan gratifikasi.
Alex mengatakan dirinya juga tidak malu karena asas praduga tak bersalah dalam kasus Firli Bahuri ini.
Termasuk soal kasus dugaan pelanggaran etik Wakil Ketua KPK Johanis Tanak terkait pembocoran dokumen penyidikan kasus di Kementerian ESDM, Alex menyebut hal itu tak terbukti.
"Apakah kami malu? Saya pribadi tidak! Karena apa? Ini belum terbukti, belum terbukti, Pak (Johanis) Tanak, kasus Pak Tanak di Dewas dinyatakan tidak terbukti, itu yang harus dipegang," ucap Alex.
"Kita juga harus berpegang pada prinsip praduga tidak bersalah, itu dulu yang kita pegang," Alex menambahkan.
Alex menegaskan status Firli Bahuri masih tersangka, belum terpidana dan dinyatakan bersalah. Lagipula, Alex berpedoman pada pernyataan Firli yang kerap mengaku tak menerima suap maupun pemerasan.
"Masyarakat menilai? Masyarakat dasarnya apa? Kan begitu. Tetapkan tersangka? Oke, tetapi sekali lagi, ini baru tahap awal. Nanti masih ada tahap penuntutan dan pembuktian di persidangan, itu yang teman-teman harus kawal, monitor. Ikuti bagaimana proses ini berjalan di Polda, tidak berhenti di sini," jelas Alex.
Advertisement
Ketua KPK Firli Bahuri Terancam Penjara Seumur Hidup
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Pol (Purn) Firli Bahuri ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau hadiah atau janji terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian (Kementan) tahun 2020 sampai 2023.
"Menetapkan saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka," kata Dirreskrisus Polda Metro Jaya, Kombes Ade Safri Simanjuntak dalam jumpa pers, Kamis (23/11/2023) dini hari.
Firli Bahuri dijerat pasal berlapis atas kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo alias SYL. Tak main-main ancaman hukuman dari lima tahun kurungan penjara sampai penjara seumur hidup.
Dalam kasus ini, Firli dipersangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Junto Pasal 65 KUHP.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak kemudian membeberkan, sanksi pidana maupun denda sebagaimana yang diterangkan di dalam pasal tersebut.
Adapun, Pasal 12 huruf e tentang Undang-Undang tentang pemberantasan tindak korupsi pegawai negeri atau penyelenggaraan negara yang dimaksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Kemudian, Pasal 12 huruf B ayat 1 berbunyi setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dan kewajibannya ataupun tugasnya dan terkait dengan Pasal 12 huruf B ayat 1.
"Pada Pasal 12 huruf B ayat 2 disebutkan bahwa pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana yang dimaksud ayat 1, dipidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar," kata Ade saat konferensi pers, Kamis (23/11/2023) dini hari.
Sedangkan, Ade melanjutkan untuk Pasal 11 ancaman pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan/atau pidana paling sedikit denda Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
"Bagi pegawai negeri, atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya atau menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungannya dengan jabatannya," ujar dia.