Sukses

MK Tolak Gugatan Syarat Capres-Cawapres Minimal 40 Tahun Atau Pernah Jabat Gubernur  

Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materil, yang mempermasalahkan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden, atau yang hanya boleh maju pernah menjabat sebagai gubernur atau wakil gubernur.

 

Liputan6.com, Jakarta Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materil, yang mempermasalahkan syarat usia calon presiden dan calon wakil presiden, atau yang hanya boleh maju pernah  menjabat sebagai gubernur atau wakil gubernur.

Adapun, gugatan ini diajukan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia bernama Brahma Aryana.

Dalam amar putusannya, Hakim Suhartoyo bersama dengan delapan hakim MK menolak perkara nomor 141/PUU-XXI/2023.

"Menolak pemohon yang untuk seluruhnya," ucap hakim Suhartoyo dalam putusannya, Rabu (29/11/2023).

Majelis Hakim beralasan, pokok permohonan yang diajukan oleh Brahma tidak beralasan menurut hukum.

Dalam perkara ini, Brahma mengusulkan pasal Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang syarat usia capres-cawapres yang telah ditambahkan ketentuannya lewat Putusan MK Nomor 90/PU U-XX 11/2023 diubah.

Petitum itu terkait batas usia capres-cawapres bisa di bawah 40 tahun asalkan pernah menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, yakni gubernur atau wakil gubernur.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum terkait batas usia capres-cawapres yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas.

MK menyatakan batas usia capres-cawapres tetap 40 tahun, kecuali sudah berpengalaman sebagai kepala daerah.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Gambir, Jakarta Pusat, Senin 16 Oktober 2023.

2 dari 3 halaman

Berbeda Permohonan

MK menyatakan, bila permohonan sebelumnya seperti Partai Garuda berbeda dengan permohonan yang diajukan mahasiswa UNS ini. Perbedaannya ada pada norma pasal yang dimohonkan.

"Terhadap petitum permohonan dalam perkara-perkara dimaksud dapat dikatakan mengandung makna yang bersifat 'ambiguitas' dikarenakan sifat jabatan sebagai penyelenggara negara tata cara perolehannya dapat dilakukan dengan cara diangkat/ditunjuk maupun dipilih dalam pemilihan umum. Hal ini berbeda dengan yang secara tegas dimohonkan dalam petitum permohonan a quo di mana pemohon memohon ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017 dimaknai 'Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'," kata hakim MK.

Hakim MK menyatakan, dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun.

3 dari 3 halaman

Putusan MK soal Batas Usia Capres-Cawapres Dinilai Inkonstitusional

Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAI Syekh H Abdul Halim Hasan Al-Ishlahiyah Binjai menilai kebijakan soal batasan usia capres-cawapres yang diputuskan Mahkamah Konstitusi sudah mencederai demokrasi jelang Pemilu 2024.

Produk dianggap cacat hukum itu disinyalir menjadi awal indikasi dinasti politik keluarga Jokowi. Sebab, Anwar Usman yang meloloskan putusan merupakan adik ipar dari Jokowi.

Putusan ini pula yang kemudian menjadi gerbang peluang bagi Gibran Rakabuming Raka dapat maju menjadi cawapres meski masih berusia di bawah 40 tahun.

"Kami Dewan Eksekutif Mahasiswa (DEMA) STAI Syekh H Abdul Halim Hasan Al Ishlahiyah Binjai menolak serta mengutuk keras keputusan Mahkamah Konstitusi yaitu Nomor: 90/PUU-XXI/2023 yang diambil oleh MK yang dipimpin oleh Anwar Usman yang bersifat inkonstitusional," ujar Presiden Mahasiswa Dema Al-Ishlahiyah Kota Binjai, Jalaluddin Al Mahalli Hamzah, dalam keterangannya.

Dia menjelaskan, pihaknya sebelumnya telah melakukan penolakan dalam bentuk seruan aksi turun ke jalan pada beberapa waktu lalu.

Namun, karena aksi tersebut tak didengar, DEMA STAI Binjai kemudian sepakat mengambil langkah untuk mendukung perkara yang diajukan oleh Mahasiswa Fakultas Hukum UNUSIA bernama Brahma Aryana untuk mencabut putusan yang tertuang pada Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang batasan usia capres dan cawapres.

"Kami lihat itu sebagai awal dari politik dinasti, dan kami meminta instansi dan seluruh elemen pemerintah untuk pro terhadap kepentingan rakyat Indonesia dan bertindak netral terhadap kepentingan yang menguntungkan pemerintah yang kami nilai telah mengangkangi tuntutan reformasi pada tahun 1998," ungkap Jalaluddin.