Sukses

7 Respons Berbagai Pihak soal Jokowi Disebut Marah Minta Kasus e-KTP Setya Novanto Dihentikan

Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta oleh Presiden Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, mantan Ketua Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menjadi perhatian publik. Bagaimana tidak, Agus Rahardjo mengaku pernah dipanggil dan diminta oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.

Saat kasus tersebut, Setya Novanto dikenal sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar. Setnov sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada 10 November 2017 lalu. Agus mengaku pernah menemui Presiden Jokowi ditemani oleh Menteri Sekretaris Negara (Setneg) Pratikno.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Setneg). Jadi saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," ujar Agus Rahardjo melalui program Rosi yang ditayangkan di kanal YouTube Kompas TV pada Jumat 1 Desember 2023.

Agus mengungkapkan bahwa saat itu Presiden Jokowi marah dan berteriak padanya dengan kata 'Hentikan'. Mantan Ketua KPK tersebut menjelaskan jika Agus diminta untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto.

"Begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak "hentikan". Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu adalah kasus Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," papar Agus.

Hal itu pun ditanggapi sejumlah pihak. Pengakuan Agus rupanya diamini Mantan Penyidik Senior KPK Novel Baswedan yang mengaku pernah mendengar adanya kabar tersebut saat masih berdinas di lembaga antirasuah.

"Iya saya memang pernah dengar cerita itu, saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat," kata Novel saat ditemui.

Namun, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah adanya intervensi Presiden Jokowi dalam kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto.

Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait heboh kabar Presiden Jokowi disebut marah minta kasus e-KTP Setya Novanto dihentikan dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 8 halaman

1. Pertama Diungkap Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo

Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2015-2019, Agus Rahardjo baru-baru ini menjadi perhatian publik. Dia mengaku pernah dipanggil dan diminta oleh Presiden Joko Widodo untuk menghentikan penanganan kasus korupsi pengadaan KTP elektronik (e-KTP) yang menjerat Setya Novanto atau Setnov.

Saat kasus tersebut, Setya Novanto dikenal sebagai Ketua DPR RI dan Ketua Umum Partai Golkar. Setnov sendiri ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada 10 November 2017 lalu.

Melalui program Rosi yang ditayangkan di kanal YouTube Kompas TV pada Jumat 1 Desember 2023, Agus Rahardjo mengungkapkan ia pernah menemui Presiden Jokowi ditemani oleh Menteri Setneg Pratikno.

"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden. Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Setneg). Jadi saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," ujarnya.

Agus mengungkapkan bahwa saat itu Presiden Jokowi marah dan berteriak padanya dengan kata "Hentikan". Mantan Ketua KPK tersebut menjelaskan jika Agus diminta untuk menghentikan kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto.

"Begitu saya masuk Presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak "hentikan". Kan saya heran yang dihentikan apanya. Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang disuruh dihentikan itu adalah kasus Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” katanya.

Setelah mendengar permintaan itu, Agus mengaku tidak menjalankan perintah tersebut. Ia beralasan bahwa surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) telah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.

"Saya bicara apa adanya saja bahwa Sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Enggak mungkin saya memberhentikan itu," tutur Agus.

 

3 dari 8 halaman

2. Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo Ceritakan pada Koleganya

Agus Rahardjo berkata kejadian tersebut menjadi sebuah kesaksian. Ia juga mengaku telah menceritakan peristiwa tersebut beberapa lama setelahnya kepada koleganya di KPK.

"Saya bersaksi. Itu memang terjadi yang sesungguhnya, saya alami sendiri. Saya awalnya tidak cerita pada komisioner lain tapi setelah beberapa lama itu kemudian saya cerita," ujarnya.

Selain itu, Agus merasa jika kejadian tersebut berimbas dengan adanya perubahan Undang-Undang KPK. Di mana dalam revisi UU KPK terdapat sejumlah ketentuan penting yang diubah di antaranya KPK saat ini di bawah kekuasaan eksekutif dan bisa menerbitkan SP3.

"Kemudian karena tugas di KPK seperti itu ya makannya saya jalan terus. Tapi akhirnya dilakukan revisi undang-undang yang intinya ada SP3 kemudian di bawah presiden. Mungkin waktu itu presiden merasa ini Ketua KPK diperintah presiden kok enggak mau, apa mungkin begitu," jelas Agus.

 

4 dari 8 halaman

3. Kata Anies Baswedan

Calon presiden (calon) nomor urut satu, Anies Baswedan, buka suara soal cerita mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo yang mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah meminta agar kasus korupsi KTP elektronik atau e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan.

Menurut Anies, kewenangan KPK sudah seharusnya dikembalikan seperti sediakala. KPK, kata Anies, adalah lembaga independen yang dapat menegakkan hukum tanpa ada campur tangan pihak manapun, termasuk presiden.

"Ya menurut hemat kami, tugas dan kewenangan KPK harus dikembalikan, sehingga KPK memiliki independensi, memiliki ruang untuk menegakkan hukum tanpa ada intervensi dari manapun juga," kata Anies usai acara 'Dialog Pers dan Capres Bersama PWI di Kantor Dewan Pers, Jakarta Pusat, Jumat 1 Desember 2023.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menilai, apabila fungsinya dikembalikan seperti semula, maka KPK akan menjadi institusi yang dapat dipercaya kredibilitasnya oleh masyarakat.

"Dan itu perlu ada supaya benar-benar menjadi institusi yang kredibel. Kita negara hukum bukan negara kekuasaan," tandas Anies Baswedan.

 

5 dari 8 halaman

4. Novel Baswedan Dengar Agus Rahardjo Sempat Ingin Mundur Gara-Gara Kasus e-KTP Diintervensi

Pernyataan Mantan Ketua KPK Agus Rahardjo yang mengaku sempat diminta Presiden untuk menghentikan kasus korupsi KTP elektronik yang melibatkan mantan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) santer menjadi sorotan.

Pengakuan itu pun diamini Mantan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan yang mengaku pernah mendengar adanya kabar tersebut saat masih berdinas di lembaga antirasuah.

"Iya saya memang pernah dengar cerita itu, saya saat itu ada di Singapura, sedang berobat," kata Novel saat ditemui, Jumat 1 Desember 2023.

Meski sedang di Singapura, namun Novel mengaku kalau mendapatkan kabar Agus yang ingin mundur dari Ketua KPK. Supaya, kasus mega korupsi e-KTP yang menyeret Setnov tetap diusut.

"Da seingat saya malah Pak Agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN tetap dijalankan. itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri," kata dia.

Terlepas dari pengakuan Agus, Novel pun meyakini adanya revisi Undang-undang KPK No. 19 Tahun 2019 sebagai upaya untuk melemahkan institusi anti rasuah dengan berbagai dinamika yang terjadi.

"Sekarang kan semakin jelas kan. Apa yang banyak dikatakan orang termasuk saya, bahwa Undang-undang KPK revisi UU KPK yang Nomor 19 itu adalah untuk melemahkan KPK. Jadi terjawab," katanya.

Kendati demikian, Novel mengaku apa yang dia tahu soal cerita dari Agus hanya sebatas itu dan tidak secara langsung. Karena, posisinya yang saat itu sedang berada di Singapura untuk proses pengobatan.

"Tetapi detailnya saya nggak tahu, jadi saya waktu itu sedang sakit di Singapura sedang berobat. Ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi cerita itu saya denger-denger, dari Pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK," ucapnya.

"Biasanya kalau tekanan itu ke pimpinan. kalau penyidik kan tentunya nggak langsung ya. Karena penyidik bekerja sesuai porsinya saja. Oke saya pikir itu ya," jelas Novel.

 

6 dari 8 halaman

5. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata Benarkan Pernyataan Agus Rahardjo

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata membenarkan pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo soal permintaan Presiden Jokowi agar kasus korupsi e-KTP mantan Ketua DPR RI Setya Novanto alias Setnov dihentikan.

"Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," ujar Alex saat dikonfirmasi.

Alex yang merupakan pimpinan KPK dua periode ini menyebut saat itu tak bisa menghentikan kasus Setnov karena para pimpinan sudah sepakat dalam ekspos atau gelar perkara kasus ini. Lagipula, menurut Alex, status Setnov sebagai tersangka sudah diumumkan ke publik.

"Ditolak. Karena sprindik sudah terbit dan KPK tidak bisa menghentikan penyidikan. KPK juga sudah mengumumkan tersangka," kata Alex.

 

7 dari 8 halaman

6. Bukan cuma Agus Rahardjo, Mantan Menteri Ini juga Dimarahi Jokowi saat Laporkan Setnov ke MKD

Rupanya, bukan cuma Agus Rahardjo yang kena "semprot" Jokowi karena kasus Setya Novanto.

Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said juga mengaku pernah ditegur Jokowi ketika melaporkan mantan Ketua DPR Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) terkait kasus 'papa minta saham' yang ramai pada tahun 2015.

Co-Captain Timnas Pemenangan AMIN ini bicara hal tersebut menanggapi pengakuan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo bahwa Jokowi meminta agar menghentikan kasus korupsi e-KTP Setya Novanto.

Menurut Sudirman, kala itu Jokowi sampai marah. Bahkan dia dituduh ada yang memerintah untuk melaporkan Setnov ke MKD.

"Kalau saya boleh tambahkan. Ketika saya melaporkan kasus Pak Novanto ke MKD itu, Presiden sempat marah. Saya ditegur keras, dituduh seolah-olah ada yang memerintahkan atau ada yang mengendalikan," ujar Sudirman ditemui di Gedung Dewan Pers, Jakarta.

Sudirman membantah tuduhan Jokowi tersebut. Namun, kata Sudirman, Jokowi tetap marah kepadanya meski laporan itu sebelumnya telah dikonfirmasi kepada Jokowi. Sudirman mengaku kaget saat dimarahi Jokowi.

"Tapi memang sempat juga Pak Presiden marah juga kepada saya, dan saya menjelaskan bahwa tidak ada pihak manapun yang memerintahkan," ucap Sudirman.

"Sebetulnya laporannya juga dengan konfirmasi Pak Presiden, namun dalam perjalanan, setelah itu mencuat ternyata Presiden sempat marah," sambung dia.

Soal pengakuan Agus Rahardjo, Sudirman menyatakan bahwa di era digital seperti saat ini, kebohongan tidak bisa ditutupi.

Selain itu, masalah revisi Undang-Undang KPK, Jokowi secara mengejutkan mengabulkannya, meski sudah lama didorong oleh DPR. Sudirman mengatakan, dugaan revisi UU KPK bagian dari serangan sistematis.

"Sekarang kita baru ada keyakinan bahwa itu sesuatu yang sistemik. Jadi mulai kan sebetulnya usaha merevisi UU KPK sejak dulu akan dilakukan oleh DPR, tapi tidak pernah ada, tidak pernah ditunaikan oleh presiden kecuali Presiden Jokowi," tandas Sudirman Said.

 

8 dari 8 halaman

7. Istana Bantah Agus Rahardjo

Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana membantah adanya intervensi Presiden Jokowi dalam kasus korupsi e-KTP yang melibatkan Setya Novanto.

Pernyataan Ari Dwipayana ini merespons mantan Ketua KPK Agus Rahardjo dalam sebuah acara talkshow yang menyebut Presiden Jokowi pada 2017 pernah memintanya menghentikan kasus korupsi Setya Novanto.

"Kalau kita lihat kenyataannya, proses hukum terhadap Bapak Setya Novanto seperti yang kita ketahui bersama berjalan pada tahun 2017. Berjalan dengan baik dan sudah ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap pada saat itu," ujar Ari Dwipayana di Jakarta.

Ari mengatakan bahwa Presiden Jokowi dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 juga sudah menegaskan agar Setya Novanto kala itu mengikuti proses hukum yang ada di KPK.

"Dan Bapak Presiden meyakini bahwa proses hukum itu akan berjalan dengan baik," kata Ari.

Berkaitan dengan adanya Revisi Undang-Undang KPK, Ari mengatakan bahwa hal itu adalah inisiatif DPR pada tahun 2019 dan bukan inisiatif dari pemerintah.

Terkait revisi UU KPK yang turut disinggung Agus Rahardjo, Ari pun menegaskan bahwa langkah itu merupakan inisiatif DPR.

"Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif pemerintah, dan terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto," tegasnya.

Ari menegaskan, pertemuan yang disinggung Agus Rahardjo itu tidak ada dalam jadwal Presiden pada saat itu.

"Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden," ujar Ari.