Sukses

Hilirisasi Perlu Pembenahan, Tapi Tidak Untuk Dihentikan

Generasi muda tidak sepatutnya alergi dengan istilah hilirisasi.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia mengatakan, masih ada beberapa hal yang perlu dibenahi dari peraturan hilirisasi. Meski begitu, hilirisasi tidak boleh dihentikan.

“Masih ada kekurangan dalam hilirisasi, setuju. Ini baru berapa tahun kok kita bangun, baru 4-5 tahun dalam rangka mewujudkan undang-undang,” kata Bahlil saat berdiskusi di Media Center Indonesia Maju Jakarta, seperti dikutip Senin (12/12/2023).

“Yang namanya kita kayak bayi baru 5 tahun, jatuh bangun itu biasa," optimis Bahlil.

Pada diskusi tersebut, hadir Julio sebagai CEO dari Bisa Ekspor. Sebagai pelaku yang mendapat dampak hilirisasi, dia mengatakan generasi muda tidak sepatutnya alergi dengan istilah hilirisasi.

Dia bahkan menyebut Generasi Z dan milenial bisa mengantongi minimal Rp200 juta per bulan jika benar-benar serius menggeluti hilirisasi. Dia menjelaskan, konsep hilirisasi sendiri menjelaskan seputar proses atau strategi suatu negara untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas yang dimiliki.

“Istilah ini disebut oleh pemerintah sebagai cara paling ampuh mewujudkan Indonesia maju, karena menghindari kegiatan ekspor barang mentah (raw material) yang dinilai kurang memberikan keuntungan,” yakin dia dalam acara senada.

Julio meyakini, banyak anak muda yang berpikir hilirisasi itu proyek besar pemerintah, atau hanya bisa dilakukan oleh elite, nilainya juga harus triliunan.

“Padahal, hilirisasi konsepnya sangat sederhana dan bagian dari keseharian yang kita hadapi,” jelas pemuda berusia 28 tahun itu.

2 dari 2 halaman

Pengalaman Menjalankan Hilirisasi

Julio bercerita, dirinya melakukan hilirisasi dari serabut dan batok kelapa yang tidak banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Dia memulai aktivitas bisnisnya dari menawarkan arang yang dibuat sendiri dari batok kelapa kepada tukang sate. Lambat laun, dia menyadari bahwa menjual arang ternyata tidak memberikan keuntungan besar.

Setelah berselancar di internet untuk mencari nilai tambah dari batok kelapa, Julio memberanikan diri untuk membuat briket. Dia pun memanfaatkan platform media sosial, seperti Facebook hingga LinkedIn, untuk memasarkan produk buatannya kepada perusahaan asing.

“Dari sana aku berkembang sampai punya pabrik. Lalu aku punya pemikiran kalau ini (hilirisasi) gak boleh diadopsi aku sendiri. Akhirnya aku melakukan edukasi di masyarakat, terus mendirikan komunitas Bisa Ekspor,” ujar Julio, yang sudah menekuni dunia ekspor sejak usia 18 tahun.

Sebagai informasi, Komunitas Bisa Ekspor kini beranggotakan 1,3 juta orang dari Generasi Z menjadi platform bagi Julio untuk mendekatkan anak muda dengan hilirasasi. Kini, Bisa Ekspor setiap bulannya mampu mengekspor 2.000 kontainer dengan nilai mencapai Rp400 miliar per bulan.

“Sudah ada 4.000 orang yang melakukan ekspor dari keseluruhan anggota. Success rate-nya 0,3 persen memang masih kecil, karena masih ada 99,7 persen anggota yang belum ekspor. Tapi, dari 1 orang yang melakukan ekspor, minimal dia bisa dapat Rp200 juta per bulan,” Julio menandasi.

Video Terkini