Liputan6.com, Jakarta - Debat Capres yang pertama telah berlangsung pada Selasa malam, 12 Desember 2023. Dalam debat tersebut, ketiga capres tampil mengungkapkan visi misinya terkait topik yang diangkat, yaitu masalah pemerintahan, hukum HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, serta peningkatan layanan publik, dan kerukunan warga.
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) Hasyim Asy’ari mempersilakan publik untuk menilai soal penyelenggaraan debat calon presiden (capres) perdana pada Selasa, 12 Desember 2023 malam. Menurutnya, penilaian atas acara debat capres yang dilangsungkan semalam di Kantor KPU adalah sepenuhnya kewenangan publik.
Baca Juga
“Soal debatnya menarik atau tidak, tentu yang bisa menjawab adalah para pemirsa,” kata Hasyim kepada awak media seperti dikutip Rabu (13/12/2023).
Advertisement
Hasyim memastikan, suguhan debat capres semalam adalah bentuk usaha terbaik yang sudah dilakukan demi memberikan keyakinan terhadap publik terhadap tiga kandidat yang akan dipilih pada Pilpres 2024.
“Orisinalitas pertayaan dari masing-masing calon presiden tidak bisa di-setting, tidak bisa diprediksi ditanya apa dan kita mengikuti bersama pertanyaan yang diajukan semuanya lugas oleh masing-masing presiden kepada calon presiden yang lain. Demikian juga ketika menjawab,” jelas Hasyim.
Terlepas dari dinamika debat, Hasyim berikhtiar, publik dapat menyerap jawaban para capres tadi malam yang bertemakan soal pemerintahan, perlindungan HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi dan penanganan hoaks.
“KPU berikhtiar supaya suasana debat atau perdebatan antar calon presiden terhadap tema yang diusung dikupas oleh masing-masing calon presiden, tentun dengan perspekti dan data dari calon presiden masing-masing,” ucap Hasyim Asy'ari menandasi.
Diketahui, debat perdana calon presiden 2024 sudah dilangsungkan pada Selasa malam, 12 Desember 2023 di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat.
Debat berjalan selama 150 menit dengan total enam segmen. Pada segmen pertama adalah sesi untuk penajaman visi misi yang disampaikan oleh masing-masing kandidat, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.
Pada segmen kedua hingga kelima, masing-masing dari kandidat mengambil pertanyaan secara acak yang sudah disusun oleh 11 panelis. Pada segmen tersebut, para kandidat diperbolehkan saling berinteraksi dan menanggapi jawaban yang disampaikan. Segmen terakhir atau ke enam adalah penutup. Kandidat dipersilakan membuat closing statement.
Debat Tak Bahas Soal Narkoba
Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) mengkritik, kebijakan narkotika luput dari pembahasan debat perdana calon presiden 2024. Peneliti ICJR, Girlie Ginting mencatat, seharusnya kebijakan soal narkotika bisa disampaikan saat tengah membahas pemberantasan korupsi dan independensi aparat penegak hukum dan kekuasaan kehakiman.
“Sayangnya ketiga Capres tidak membahas tentang masalah implementasi kebijakan narkotika yang bermasalah, yang mana ini adalah sumber masalah korupsi di sektor peradilan dan masalah independensi peradilan,” kata Girlie seperti dikutip dari siaran pers diterima, Rabu (13/12/2023).
Girlie menambahkan, masalah overkriminalisasi di Indonesia adalah kesalahan fatal kebijakan narkotika. Laporan ICJR pada 2022, sebanyak 103.081 orang pengguna narkotika dikirim ke penjara padahal Laporan Kantor Komasaris HAM PBB tentang Kebijakan Narkotika sudah menekankan bahwa pendekatan punitif hanya akan memberikan dampk buruk terhadap hak asasi manusia.
“Mulai dari permasalahan mengenai akses kesehatan, masalah overcrowding pemenjaraan dan penggunaan penjara yang eksesif, dampak yang timpang terhadap kelompok rentan utamanya anak, pemuda dan perempuan,” urai Girlie.
Girlie menambahkan, kriminalisasi pengguna narkotika sebesar 60% dari seluruh kasus pidana ditangani oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Sehingga, hal ini menandakan narkotika sebagai permasalahan inti sistem peradilan pidana di Indonesia.
“Pun juga telah dilaporkan adanya keterlibatan besar APH dalam peredaran gelap narkotika yang didukung dengan aturan yang tidak akuntabel dalam regulasi narkotika. Pasar gelap dikendalikan aparat yang koruptif,” kritik Girlie.
Girlie menambahkan, berdasarkan pemantauan yang dilakukan oleh Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) sejak 2019-2022, total terdapat 178 anggota Polri yang terlibat dalam tindak pidana narkotika. Peranan dari anggota Polri yang terlibat pun beragam.
“Berdasarkan temuan tersebut, dari 178 anggota Polri yang terlibat sebanyak 49 orang adalah pengedar, 58 orang sebagai kurir dan 13 anggota Polri merupakan bandar narkotika,” ungkap Girlie.
“Sayangnya, ketiga Capres tak ada sekalipun yang menyinggung masalah korupsi dengan memaparkan masalah korupsi aparat dalam implementasi kebijakan narkotika yang bermasalah,” sesal dia.
Advertisement
Capres Gagal Tangkap Inti Masalah
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) angkat suara, pasca debat perdana calon presiden atau Capres 2024 yang berlangsung semalam, Selasa (12/12).
Koordinator KontraS, Dimas Bagus Arya menegaskan, Anies, Prabowo, dan Ganjar telah gagal ‘menangkap’ masalah yang berfokus pada tema hukum dan hak asasi manusia (HAM), khususnya pada kasus brutalitas aparat yaitu Tragedi Kanjuruhan dan KM 50.
Dimas menjelaskan, hal itu diawali saat Anies menyampaikan pertanyaan kepada Ganjar soal rasa keadilan yang belum muncul pada kasus pelanggaran HAM kontemporer, Tragedi Kanjuruhan dan kasus pembunuhan di luar hukum (extra-judicial killing) kepada sejumlah anggota laskar FPI yang terjadi di Km 50 Tol Cikampek. Sayangnya, menurut Dimas jawaban dari Ganjar hanya normatif.
“Ganjar gagal menjawab secara komprehensif guna memberikan keadilan bagi korban serta keluarga korban, walau tanggapan dari Anies Baswedan menyebutkan 4 aspek dalam keadilan transisi,” tulis Dimas, seperti dikutip dari situs resmi KontraS, Rabu (13/12/2023).
Dimas meyakini, problematika inti dari kasus tersebut adalah soal kultur kekerasan di tubuh institusi Kepolisian. Selama bertahun-tahun, Korps Bhayangkara nampak terjebak dalam tindakan eksesif dan brutal sehingga tindakannya memakan korban di tengah masyarakat.
Selain itu, berbagai upaya penyelesaiannya pun jauh dari akuntabilitas. Sebab, para pelaku dihukum ringan, bahkan tak jarang banyak yang bebas dari hukuman.
“Hal tersebutlah yang menyebabkan peristiwa kekerasan oleh Kepolisian terus berulang. Seharusnya ketiga Capres dapat menunjukan keberaniannya untuk melakukan reformasi total terhadap institusi Kepolisian, baik secara struktural, kultural dan instrumental, lebih konkret misalnya lewat pengetatan pengawasan,” catat Dimas.
Belum Hadirkan Diskursus HAM Secara Substansial
Dimas berkesimpulan, momentum debat ini belum berhasil menghadirkan diskursus HAM secara esensial dan substansial.
Para Capres pun belum sepenuhnya bisa memaparkan gagasan, visi-misi, dan program unggulan untuk menyelesaikan permasalahan HAM yang ada seperti penuntasan kasus pelanggaran HAM berat, kekerasan yang terus terjadi di Papua, kebebasan berpendapat hingga pendekatan keamanan dalam pembangunan.
“Isi kepala para Capres mengenai gagasan dan rencana implementasi agenda mengenai pemerintahan, hukum HAM, pemberantasan korupsi, penguatan demokrasi, serta peningkatan layanan publik dan kerukunan warga tidak berhasil disampaikan ke masyarakat,” sesal Dimas.
“Bahkan, kami menilai bahwa performa salah satu Capres yakni Prabowo Subianto sangatlah buruk, menunjukan sisi emosionalnya khas Jenderal produk orde baru,” imbuh dia memungkasi.
Advertisement