Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Studi Anti Korupsi (LSAK) menilai, duplik atau jawaban tergugat yakni Polda Metro Jaya dalam persidangan Praperadilan yang diajukan oleh Ketua KPK Nonaktif Firli Bahuri tidak dapat mematahkan argumentasi dan fakta hukum, sebagaimana yang tercantum dalam replik atau jawaban penggugat.
Peneliti LSAK, Ahmad A Hariri menyampaikan, keseluruhan isi dari duplik yang diajukan dan dibacakan oleh pihak Polda Metro Jaya tidak memuat hal baru dan cenderung mengulangi materi jawaban sebelumnya.
Baca Juga
“Selain hanya bersifat pengulangan, duplik yang diajukan oleh Polda Metro Jaya tidak dapat mematahkan argumentasi dan fakta hukum sebagaimana yang termaktub dalam replik yang diajukan oleh Firli Bahuri,” tutur Hariri kepada wartawan, Jumat (15/12/2023).
Advertisement
Hariri menyebut, ada beberapa kesalahan dan inkosistensi yang ditunjukkan oleh Polda Metro Jaya sebagaimana tertuang dalam dupliknya.
“Polda Metro Jaya tidak mengakui telah menerbitkan SPDP sebanyak dua kali, padahal fakta hukum yang terjadi, dalam perkara a quo, Polda Metro Jaya telah menerbitkan dua SPDP, yaitu SPDP Nomor: B/15765/X/RES.3.3./2023/ Ditreskrimsus tertanggal 9 Oktober 2023 dan SPDP Nomor: B/19207/XI/RES.3.3./2023/ Ditreskrimsus tertanggal 23 November 2023,” jelas dia.
Hariri mengatakan, pengingkaran yang dilakukan oleh Polda Metro Jaya terhadap SPDP yang kedua, sebagaimana yang tertuang dalam dupliknya menimbulkan tanda tanya besar.
“Kenapa Polda Metro Jaya harus mengingkari adanya SPDP yang kedua, sekaligus menunjukkan ketidakkonsistenannya dalam menangani perkara a quo, karena satu sisi tidak mengakui keberadaan SPDP kedua, sementara di sisi lain, SPDP kedua tersebut ternyata dijadikan salah satu bukti oleh Polda Metro,” katanya.
Hariri turut mengulas terkait alat bukti saksi. Menurutnya, Polda Metro Jaya mengakui bahwa tidak ada satupun dari ke-91 saksi yang diperiksa itu telah melihat dan mengalami sendiri perihal dugaan pemerasan terhadap mantan Mentan Syahrul Yasin Limpo (SYL), seperti yang dituduhkan kepada Firli Bahuri.
“Namun, mereka mengaitkan keberadaan ke-91 saksi ini dengan Putusan MK Nomor 65/2010, dimana dalam pertimbangan hukumnya menyatakan saksi telah mengalami perluasan, sehingga saksi tidak selalu mendengar, melihat dan mengalami sendiri,” ungkapnya.
Hariri mengungkapkan, hal itu adalah pemahaman yang keliru terhadap makna perluasan pengertian saksi dalam Putusan MK, bahwa tidak lantas dalam penyidikan suatu perkara, saksi-saksi yang diperiksa adalah saksi yang tidak mendengar, melihat dan mengalami sendiri dugaan tindak pidana yang tengah diusut.
“Karena apabila hal tersebut yang dilakukan, maka akan sangat diragukan efektifitas dalam proses penyidikan tersebut, tidak perlu sampai memeriksa puluhan bahkan ratusan saksi yang tidak memiliki kualitas sebagai saksi, karena meskipun telah mendapat perluasan makna, sejatinya dalam suatu proses penyidikan, sangat dibutuhkan saksi yang melihat sendiri, mendengar sendiri dan mengalami sendiri terhadap suatu peristiwa pidana,” ujarnya.
Tidak ketinggalan, sambung Hariri, dalam duplik Polda Metro Jaya juga tidak dijelaskan secara detail terkait berkesesuaian kesaksian dari Irwan Anwar. Dengan demikian, tidak adanya saksi sebagaimana yang dimaksud dalam KUHAP, maka proses penyidikan terhadap kasus dugaan pemerasan tersebut tidak sah, termasuk soal penetapan tersangka.
“Dengan tidak dijelaskan berkesesuaian dengan saksi siapa, semakin menegaskan bahwa keterangan yang diberikan oleh saksi Irwan Anwar merupakan keterangan yang berdiri sendiri tanpa didukung keterangan saksi lainnya,” Hariri menandaskan.
Sita Sejumlah Barang Bukti
Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya menyita sejumlah barang bukti dari kamar apartemen di kawasan Dharmawangsa, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Penyitaan itu terkait kasus dugaan pemerasan yang menyeret Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak membenarkan adanya barang bukti yang disita pada saat dilakukan penggeledahan beberapa waktu lalu. Namun, Ade tak membeberkan secara gamblang.
"Yang jelas ada yang disita penyidik dari penggeledahan di salah satu kamar di apartemen Dharmawangsa Essence tersebut," kata Ade dalam keteranganya, Kamis (14/12/2023).
Ade beralasan, materi penyidikan belum bisa diungkap sampai berkas perkara dibawa ke persidangan.
"Barang bukti itu menjadi salah satu materi yang didalami di penyidikan," ujar dia.
Advertisement
Penggeledahan
Sebelumnya, Ditreskrimsus Polda Metro Jaya kembali melakukan penggeledahan di salah satu apartemen kawasan Dharmawangsa, Cipete Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (5/12/2023) siang.
Penggeledahan ini merupakan tempat ketiga, setelah penyidik telah melakukan penggeledahan di dua rumah pribadi Firli yang berlokasi di Bekasi dan rumah safe house, di Kertanegara 46, Jakarta Selatan.
Diketahui agenda penggeledahan siang ini, dilakukan sebelum Penyidik Polda Metro Jaya memeriksa Firli kembali sebagai tersangka Rabu, 6 Desember 2023.
"Konfirmasi atas hasil geledah yang dilakukan penyidik terhadap aset lainnya berupa apartemen (di luar LHKPN FB)," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo baru-baru ini.