Liputan6.com, Jakarta - Hasil survei PISA 2022 menunjukkan jika krisis kualitas pendidikan dalam 20 tahun terakhir masih belum berakhir. Dibutuhkan konsistensi perbaikan menajamen pengelolaan pendidikan di tanah air terutama terkait perbaikan kualitas guru, perbaikan kenyamanan lingkungan sekolah, serta intensitas keterlibatan orang tua siswa.
“Kami menilai dari hasil PISA 2022 menjadi indikator jika Indonesia masih belum bisa keluar dari krisis kualitas pendidikan yang hampir 20 tahun terakhir terus terjadi. Kemampuan dasar peserta didik di bidang numerik, literasi, dan sains masih di bawah mayoritas negara dunia,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda, Jumat, (15/12/2023).
Programme for International Student Assessment (PISA) atau Program Penilaian Pelajar Internasional merupakan sebuah asesmen yang dirancang oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) untuk mengukur capaian pendidikan suatu negara. Pada penilaian PISA 2022, Indonesia menyertakan 14.000 siswa. Dari situ diketahui jika skor bidang literasi Indonesia 359, matematika 366, dan sains 383.
Advertisement
Huda menjelaskan, skor kemampuan siswa Indonesia di bidang matematika dan literasi saat ini merupakan skor terendah sejak Indonesia mengikuti survei PISA. Meskipun di satu sisi raihan tersebut membuat Indonesia naik peringkat hingga 5-7 tingkat dibandingkan hasil PISA 2018.
“Kenaikan peringkat tersebut tidak banyak berarti karena terjadi di kondisi darurat di mana banyak negara mengalami learning loss akibat Pandemi Covid-19. Yang pasti skor capaian siswa Indonesia yang menunjukkan penurunan harus menjadi acuan melakukan evaluasi dan perumusan rekomendasi perbaikan pengelolaan pendidikan di tanah air,” katanya.
Huda mengungkapkan survei PISA juga menelusuri faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan siswa di bidang matematika, bahasa, dan sains. Faktor-faktor tersebut antara lain inisiatif guru, keterlibatan orang tua, keamanan lingkungan sekolah dan sekitarnya, serta besaran alokasi dana pendidikan di masing-masing negara.
“Nah kita agak lemah dalam hal inisiatif guru dan keamanan sekolah,” katanya.
Jadi Pekerjaan Rumah Pengelolaan Pendidikan
Dari survei PISA, kata Huda diketahui jika 18 persen siswa (dari 14.000 siswa peserta tes ini) berada di sekolah yang kekurangan guru. Sedangkan 13 persen lainnya berada di sekolah dengan guru yang berkualitas kurang baik.
“Manajemen guru memang masih menjadi pekerjaan rumah dalam pengelolaan pendidikan di Indonesia. Berbagai program perbaikan kualitas guru seperti rekruitmen sejuta guru honorer menjadi PPPK pun berjalan lamban. Ini belum ngomong bagaimana cara untuk memberikan berbagai pelatihan untuk meningkatkan kualitas pendidik di tanah air,” katanya.
Politisi PKB ini mengatakan, dunia pendidikan di Indonesia juga menghadapi tantangan besar dalam hal keamanan di lingkungan sekolah dan sekitarnya. Saat ini banyak kasus perundungan maupun kekerasan yang terjadi di berbagai lembaga pendidik di Indonesia.
“Kasus bullying dan kekerasan di sekolah kita memang mencemaskan. Ironisnya hal ini belum menjadi kesadaran bersama dari stake holder pendidikan untuk bersama memberantasnya. Kasus kekerasan yang menimpa siswa di Sukabumi di mana pihak sekolah justru menutupinya menjadi contoh bagaimana sulitnya memberantas kasus perundungan dan kekerasan di sekolah kita,” katanya.
Advertisement