Sukses

Dilaporkan ke DKPP soal Pencalonan Gibran, Yusril Sebut KPU Tak Langgar Etik

Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran etik apa pun yang dilakukan oleh KPU.

Liputan6.com, Jakarta Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakl presiden Prabowo Subianto untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mengundang pro dan kontra di publik. Bahkan, pencalonan putra sulung Presiden Joko Widodo tersebut pun diduga ada sebuah pelanggaran etik yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Ketua Tim Pembela Prabowo-Gibran, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa tidak ada pelanggaran etik apa pun yang dilakukan oleh KPU. Baginya, persoalan mendasar untuk DKPP menilai ada tidaknya pelanggaran etik atas norma Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP tersebut adalah bagaimana menafsirkan kata “secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan”. 

"Kalau 'secara tegas' ditafsirkan secara limitatif pada PKPU dalil tersebut seolah nampak benar adanya. Peraturan KPU secara tegas menyebutkan bahwa pendaftaran cawapres bisa diproses jika telah berusia 40 tahun ke atas," katanya.

"Jika proses tetap dilanjutkan, maka para komisioner bisa dikenakan sanksi hukum administrasi, di samping dijatuhi sanksi etik," jelas Yusril.

2 dari 5 halaman

Tidak Sebatas PKPU

Yusril menilai tafsir atas pelaksanaan peraturan perundang-undangan yang berlaku tidak dapat dibatasi hanya pada PKPU saja. Ia mengatakan bahwa di atas PKPU masih ada Peraturan Presiden (PP), Undang-Undang (UU) dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

"KPU memproses pencalonan Gibran, bukanlah suatu pembiaran yang merupakan tindakan pasif, tetapi merupakan suatu tindakan aktif," ujarnya.

Yusril pun mengungkapkan, para komisioner KPU bertindak atas dasar atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 90/PUU-XXI/2024 yang telah mengubah ketentuan Pasal 117 UU Pemilu.

"Usia capres dan cawapres telah dimaknai oleh MK boleh berusia dibawah 40 tahun jika calon tersebut pernah dan/atau sedang menjabat dalam jabatan yang dipilih melalui Pemilu termasuk Pilkada," ungkapnya.

"Putusan MK itu berdasarkan Pasan 24C UUD 45 yang menyatakan bahwa Putusan MK bersifat final dan berlaku serta merta sejak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum," jelas Yusril.

Ia menilai, dengan adanya Putusan MK tersebut maka norma Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, berubah sejak tanggal itu tanpa harus menunggu Presiden dan DPR mengubah UU Pemilu.

"KPU memang belum dapat mengubah peraturannya sendiri karena terbentur dengan jadwal tahapan Pemilu yang harus dipatuhi," ucap Yusril.

Selain itu, perubahan PKPU memerlukan konsultasi dengan DPR, sementara ketika itu DPR sedang reses. Dalam situasi seperti itu, Yusril mengatakan, KPU tidak punya pilihan kecuali melaksanakan Putusan MK dan mengabaikan PKPU yang dibuatnya sendiri.

"Putusan MK mempunyai kedudukan yang setara dengan UU, sehingga kedudukannya lebih tinggi dari PKPU," ujar Yusril.

3 dari 5 halaman

KPU Taati Putusan MK

Yusril menyebut bahwa dalam konteks itu, KPU memilih untuk memilih untuk mentaati Putusan MK yang kedudukannya lebih tinggi dari PKPU.

"Kalau KPU mentaati peraturannya sendiri dan mengabaikan Putusan MK, malah KPU bertindak melanggar prinsip kepastian hukum sebagaimana diperintahkan oleh Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP No. 2/2017 dan mengacaukan tahapan-tahapan pelaksanaan Pemilu," sebutnya.

"Tindakan demikian yang justru dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etik dan bisa ditjatuhi sanksi pemecatan oleh DKPP," jelas Yusril.

Dirinya pun yakin, DKPP akan menolak laporan Demas Brian Wicaksono, Imam Munandar dan Rumondang Damanik karena tidak beralasan hukum dan beralasan etik sama sekali.

"KPU telah melaksanakan proses pencalonan Gibran berdasarkan Putusan MK, dan itu telah sesuai dengan prinsip kepastian hukum," ujar Yusril.

"Seluruh komusioner KPU tidak melakukan pelanggaran etik apa pun sebagaimana didalilkan oleh para pelapor," imbuhnya.

Selain itu, Yusril menegaskan bahwa Team Pembela Prabowo-Gibran tidak akan maju sebagai pihak dalam perkara etik yang sedang diperiksa DKPP itu.

“Kami maju sebagai Tergugat Intervensi dalam gugatan Perbuatan Melawan Hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat perihal yang hampir sama dengan apa yang sedang diperiksa oleh DKPP," tegasnya.

4 dari 5 halaman

Beda dengan Perkara Hukum

Yusril menjelaskan bahwa perkara etik beda dengan perkara hukum. Ia mengatakan, perkara etik mengadili pelanggaran etik yang diduga dikakukan oleh komisioner KPU sebagai pribadi-pribadi.

"Sanksi yang dijatuhkan hanya mengenai orang yang diadili dan tidak berimplikasi kepada pihak lain. Beda dengan perkara hukum yang mengadili pelanggaran hukum dan bisa berimplikasi kepada pihak lain yang tidak diadili," jelasnya.

"Lagi pula, Peraturan DKPP No. 2/2017 tidak membuka peluang pihak ketiga untuk masuk ke dalam proses pemeriksaan perkara pelanggaran etik," imbuh Yusril.

5 dari 5 halaman

KPU Dilaporkan ke DKPP

Sebelumnya, KPU dilaporkan ke Dewan Kehormatan Pemilu (DKPP) oleh Demas Brian Sicaksono, PH Hariyanto dan Rumondang Damanik pada Jumat (22/12/2023) lalu. Mereka menyebut bahwa KPU telah membiarkan Gibran mengikuti proses tahapan pencalonan dengan mengabaikan prinsip kepastian hukum.

KPU juga disebut sewenang-wenang menetapkan Gibran sebagai cawapres mendampingi Prabowo. Hal itu didasari karena para komisioner KPU mengetahui bahwa pada saat proses pencalonan itu batas usia pasangan capres adalah 40 tahun dan mereka baru mengubah peraturan itu setelah proses pencalonan selesai.

Para pelapor menyatakan bahwa tindakan KPU bertentangan dengan prinsip kepastian hukum yang secara imperatif diperintahkan oleh Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP No. 2/2017 tentang Kode Etik Penyelenggaraan Pemilu.

Norma etik yang dijadikan dalil para Pelapor adalah Pasal 11 huruf a Peraturan DKPP itu memberikan kewajiban etik kepada komisioner KPU untuk “melakukan tindakan dalam rangka penyelenggaraan Pemilu yang secara tegas diperintahkan oleh peraturan perundang-undangan”. Sementara itu, PKPU sendiri mengatur secara tegas bahwa syarat capres dan cawapres minimal 40 tahun.

Karena peraturan yang bersifat tegas itu belum diubah dan KPU tetap memproses pencalonan Gibran yang belum berusia 40 tahun, maka para Pelapor mendalilkan Para Komisioner KPU telah melakukan pelanggaran etik. Para pelapor juga memohon kepada DKPP untuk menjatuhkan sanksi etik berupa pemberhentian sebagai komisioner KPU.

 

(*)