Sukses

Ratusan Massa Geruduk PTUN, Tuntut Keadilan untuk Anwar Usman

Koordinator aksi menyampaikan, Anwar Usman adalah korban putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitus (MKMK) yang politis.

Liputan6.com, Jakarta Ratusan massa yang tergabung dalam Koalisi Aksi Pembela Keadilan melakukan demontrasi dukungan untuk mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman di PTUN Jakarta. Mereka meminta hakim yang menangani perkara gugatan Anwar menegakkan hukum secara adil serta tidak terpengaruh opini publik.

“Tegakkan keadilan meski langit akan runtuh. Negara kita negara hukum, tidak boleh ada seorang pun dizhalimi karena desakan opini atau kepentingan politik,” tutur Koordinator Aksi, Faris Jibril dalam orasinya di PTUN, Jakarta Timur, Senin (8/1/2024).

Dia menyampaikan, Anwar Usman adalah korban putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitus (MKMK) yang politis. Banyak hal dalam putusan tersebut yang dinilai janggal dan bermasalah.

Secara khusus, Faris menyoroti proses pemeriksaan, kualitas alat bukti, dan bentuk sanksi oleh MKMK yang dinilai menabrak Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 1 Tahun 2023 tentang Majelis Kehormatan MK.

"Putusan MKMK dapat saja diterima jika prosesnya memang dilakukan secara benar dan adil. Namun, faktanya putusan tersebut terang-terangan menabrak ketentuan yang berlaku," jelas dia.

Pihaknya berkeyakinan, Anwar Usman tidak bersalah. Terlebih dengan adanya Putusan MK Nomor 141/PUU-XXI/2023 yang menolak permohonan pengujian kembali Pasal 169 huruf q UU Pemilu pasca Putusan MK Nomor 90/PPU-XXI/2023.

“Artinya putusan 90 tidak cacat hukum, tidak bertentangan dengan UUD 1945. Tidak ada bukti adanya intervensi yang membuat putusan jadi cacat,” tambahnya.

Terlebih, lanjut Faris, pengambilan keputusan di MK dilakukan kolektif oleh seluruh hakim, bukan oleh Anwar Usman seorang. Kedudukan Anwar sama dengan delapan hakim MK lain sehingga tidak mungkin mendikte putusan.

“Hentikan narasi fitnah dengan menyebut Anwar Usman perusak dan penjahat konstitusi. Beliau tidak bersalah, beliau punya hak mendapatkan nama baiknya kembali,” ungkapnya.

Peserta aksi pun meminta agar hakim PTUN Jakarta memulihkan nama baik Anwar Usman serta mengembalikan kewenangannya sebagai Hakim Konstitusi.

“Kami dukung Anwar Usman memperjuangkan harkat dan martabat melaui PTUN, karena MKMK telah dengan sengaja menutup ruang beliau membela diri,” Faris menandaskan.

2 dari 3 halaman

Forum Penyelamat Konstitusi: Kemelut MK Makin Runyam bila Gugatan Anwar Usman Dikabulkan

Sekelompok mahasiswa dan aktivis yang tergabung dalam Forum Penyelamat Konstitusi (FPK) menggelar aksi demonstrasi di kantor PTUN Jakarta, Rabu, 3 Januari 2024. Mereka menyerukan penyelamatan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan mendukung kepemimpinan Ketua MK Suhartoyo.

 “Bila gugatan itu dikabulkan, kemelut di MK bisa tambah runyam, polemik akan kembali mencuat, sehingga proses pemulihan marwah kelembagaan MK makin larut,” kata Koordinator Aksi Abdi Maludin dalam aksinya, Rabu (4/1/2024).

Diketahui, jabatan Suhartoyo selaku ketua MK saat ini sedang digugat oleh eks Ketua MK Anwar Usman yang menyoal putusan MKMK.

Dalam situasi belum pulihnya kepercayaan publik terhadap MK, diperkirakan akan bermunculan narasi yang meragukan integritas MK. 

Belum lagi, kata Abdi, tantangan MK pada tahun politik ini makin berat. Lembaga penjaga dan penafsir konstitusi itu bakal menghadapi perkara perselisihan hasil Pilpres atau Pemilu, tak lama setelah penetapan hasil oleh KPU.

“Karena itu, ketua MK mesti sungguh-sungguh mewujudkan peradilan konstitusi yang berintegritas dan terpercaya serta menjadi pihak terdepan dalam menjaga independensi MK,” tegas Abdi.

Namun masalahnya, lanjut Abdi, saat ini Suhartoyo dan para hakim konstitusi menghadapi ganjalan serius untuk menegakkan marwah MK.

3 dari 3 halaman

Ganjalan

"Semua tahapan dalam penanganan dan penyelesaian perkara mesti sesuai dengan ketentuan yang berlaku," tandasnya.

Di samping itu, pihaknya juga meminta dan mendukung hakim PTUN Jakarta memutuskan gugatan tersebut sesuai prinsip keadilan, kebenaran, dan kepastian hukum.

“Segala bentuk intervensi untuk memengaruhi putusan harus dengan lantang ditolak,” tegas Abdi.