Liputan6.com, Jakarta Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyulut polemik. Kampanyenya di Kendal, Jawa Tengah, pada 26 Desember 2023, berbuntut panjang.
Saat orasi, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu secara terang-terangan "menjual" program bantuan sosial (bansos) untuk kepentingan politik.
Baca Juga
"Yang bangun jalan tol siapa?" teriak politikus yang akrab disapa Zulhas.
Advertisement
"Pak Jokowi!" jawab massa yang hadir.
"Yang kasih bansos sama BLT siapa?" tanya Zulhas.
"Pak Jokowi!" sahut massa.
"Yang suka sama Jokowi angkat tangan!" teriak Zulhas yang diikuti massa dengan mengangkat tangan.
"Pak Jokowi itu PAN. PAN itu Pak Jokowi. Makanya kita dukung Gibran. Cocok?" ucap Zulhas yang langsung disambut massa, "cocoook..."
"Gibran itu siapa sih?" kata Zulhas.
"Anaknya Pak Jokowi!" teriak massa.
Sontak, aksi Zulkifli Hasan itu mengundang reaksi keras sejumlah pihak. Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aria Bima menegaskan, pihaknya akan memanggil Zulkifli Hasan buntut pernyataannya itu.
"Itu adalah politisasi bansos yang tidak perlu, yang digunakan pemberitaan untuk rakyat hanya untuk mendapatkan politik elektoral itu sesuatu yang tidak manusiawi," ujar Aria Bima saat konferensi pers di kantor DPP PDI Perjuangan, Jakarta, Selasa, 2 Januari 2024.
"Itu akan kami tanyakan di Komisi VI. Pak Zul harusnya berkonsentrasi pada kenaikan beras yang pada hari ini medium mencapai Rp15 ribu dan cabai mencapai Rp175 ribu," Aria Bima menambahkan.
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengatakan, bansos merupakan kewajiban konstitusi untuk membantu masyarakat miskin. Maka itu, bansos yang mengatasnamakan seseorang atau pejabat merupakan pembodohan.
"Kalau ada yang bilang bansos itu atas kebaikan seorang pejabat atau atas kebaikan si X atau C, itu adalah kebohongan dan pembodohan. Bansos itu adalah hak rakyat yang memang harus, kewajiban negara untuk memberikannya," ujar Cak Imin di acara Slepet Imin di Jakarta, Minggu, 7 Januari 2024.
Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang juga calon wakil presiden itu mengatakan, bansos itu menggunakan anggaran negara atas persetujuan antara DPR dan pemerintah. Sehingga jangan diatasnamakan oleh individu saja, termasuk presiden.
"Saya orang di DPR, bansos itu diketok oleh pemerintah bersama DPR dalam menentukan anggaran ini. Bukan persoalan atau atas nama seseorang, itu betul-betul digunakan untuk rakyat bukan karena kebaikan DPR," ujar Cak Imin.
Â
Ratusan Triliun Bansos Rawan Jadi Bancakan Politik
Anggaran bansos menjelang pemilu 2024Â terus meningkat. Indonesia Budget Center (IBC) menyebut tahun ini dana yang disiapkan untuk bansos sebesar Rp496,8 triliun.
Angka itu meningkat Rp53,3 triliun atau 12 persen dibanding realisasi anggaran perlindungan sosial tahun 2023 sebesar Rp443,5 triliun.
"Jelang pemilu, program ini berpotensi tsunami dipolitisasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan dalam kontestasi politik di pemilu 2024," ujar Direktur Eksekutif IBC Arif Nur Alam kepada Liputan6.com, Senin, 8 Januari 2024.
Menurut Arif, kenaikan 12 persen atau 53 triliun anggaran perlindungan sosial tahun 2024 itu belum didukung tata kelola yang transparan, sehingga rentan menjadi bancakan politik pada pemilu 2024.
Arif meyakini penyaluran bansos di tahun politik sangat berpotensi terjadi politisasi.
"Fenomena pemilu sebelumnya dan fakta pemilu sekarang menunjukan itu. Misalnya, pelaksana bansos partisan para calon, penerima bansos harus foto, mengumpulkan foto kopi KTP dan distribusi penyalurannya tidak transparan. Ini cenderung terstruktur dan masif. Selain itu, hulunya kementerian pelaksana program bansos adalah bagian dari pendukung para calon," kata Arif.
Arif menyebutkan aktor yang berpotensi menyalahgunakan program bansos yakni, peserta pemilu, kementerian penyalur bansos, penyelenggara negara atau ASN, BUMN/BUMD, dan masyarakat penerima.
"Sasaranya didistribusikan pada wilayah pendukung para calon untuk mempertahankan dukungan. Sedangkan di wilayah yang menjadi target, mempengaruhi preferensi politik pendulangan suara penyaluran bansos jorjoran dan beragam jenis bansos," kata Arif.
Senada, Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, menilai penyaluran program bansos 2024 rawan politisasi jelang pemilu yang akan digelar 14 Februari 2024.
Sejumlah program bansos direncanakan mulai cair pada Januari ini, di antaranya, Program Keluarga Harapan (PKH), bansos beras 10 kg, Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT), hingga Program Indonesia Pintar (PIP).
"Sebagian masyarakat akan menilai bahwa bantuan ini tidak murni lagi kalau dilihat dari sisi bantuan murni, tetapi satu syarat untuk kampanye," kata Elly kepada Liputan6.com, Senin, 8 Januari 2024.
Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) juga turut menyoroti isu bansos dipolitisasi untuk kampanye politik pada pemilu 2024.
Anggota Bawaslu, Puadi, menegaskan bansos merupakan program pemerintah yang tidak ada hubungannya dengan pemilu. Sehingga, apabila bansos digunakan sebagai alat kampanye pemilu, maka dapat dikualifikasi sebagai politik uang.
"Politik uang tidak hanya dimaknai dengan pemberian saja, melainkan ketika sudah ada menjanjikan itu dinamakan politik uang," ujar Puadi dikutip dari situs bawaslu.go.id, Senin, 8 Januari 2024.
Koordinator Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu itu pun mengimbau kepada seluruh peserta pemilu untuk tidak menyalahgunakan bansos untuk kepentingan politik.
"Kita (Bawaslu) nanti akan memberikan imbauan kepada pihak terkait dalam kaitannya dengan bansos yang berhubungan dengan kampanye pemilu, tapi tidak kemudian penyelenggara untuk menahan (bansos)," kata Puadi
Advertisement
Bansos Ditunda atau Lanjut?
Kabar politisasi bansos pun memunculkan wacana penundaan penyalurannya pada tahun ini. Alasannya, bansos akan menjadi komoditas politik menjelang pemilu, sehingga esensinya akan hilang.
Agar bansos tidak jadi bancakan politik pihak berkepentingan, Direktur Eksekutif IBC Arif Nur Alam menyarankan, untuk sementara ini penyalurannya disetop dulu sampai pencoblosan usai.
"Di penghunjung masa kampanye dan masa tenang dihentikan. Dilanjutkan setelah tiga hari setelah pencoblosan 14 Februari," kata Arif.
Arif menyadari ada plus minus dari penundaan penyaluran bansos. Plusnya, jika dihentikan, sudah pasti mencegah terjadinya tsunami politisasi bansos dan intimidasi terhadap penerima bansos oleh para tim pemenangan calon anggota legislatif maupun calon presiden dan wakil presiden.
Selain itu, lanjut Arif, penundaan perlu dilakukan agar tujuan bansos dapat berlangsung secara efektif dan berkeadilan sesuai dengan tujuan dan target bansos dalam rangka sebagai stimulus mencegah dan mengurangi kemiskinan ekstrem.
"Minusnya, masyarakat dalam waktu sekitar 40 hari tertunda mendapat suplai bansos, dan perlu info lebih dini kepada masyarakat penerima bansos. Dalam penundaan tersebut beriringan dengan perbaikan informasi dan validasi kelompok penerima bansos," kata Arif.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Elly Rosita Silaban, juga menyadari bahwa bansos sangat diperlukan bagi rakyat miskin, tidak terkecuali para buruh. Sehingga, penyalurannya akan menjadi momen yang sangat ditunggu oleh mereka.
"Hanya saat kita menilai bantuan ini sarat dengan muatan politik," kata Elly.
"Memang ini program pemerintah. Kalaupun harus dijalankan saat ini, dapatkah dipastikan bahwa bantuan yang beredar adalah dari pemerintah, tapi bukan dari parpol," tegas dia.
Sehingga Elly berpendapat sebaiknya penyaluran bansos dihentikan sementara hingga pemilu 2024 usai.
Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago, mengatakan bansos di tahun politik sangat rawan dipolitisasi. Oleh karena itu, dia menyarankan agar penyalurannya dihentikan sementara sampai pemilu 2024 selesai.
"Kalau kita punya iktikad baik agar betul-betul demokrasi kita sehat, kemudian tidak terjadi suap menyuap di dalam pemilu, maka jauh lebih baik itu bisa dihentikan. Nanti diteruskan lagi setelah pemilu selesai, sehingga betul-betul pemilu kita ini adalah pemilu yang bersih," ujar Pangi kepada Liputan6.com, Senin, 8 Januari 2024.
"Betul-betul lapangannya datar, tidak becek, dan pemilu yang betul-betul tidak ada bau amis untuk surat menyuap," Pangi menambahkan.
Rakyat Miskin Butuh Bansos
Sementara itu, Ketua Bidang Sosial DPP JAMAN, Mathius Eko Purwanto, menilai penyaluran bansos harus tetap berjalan meski di masa kampanye. Sebab, bansos sampai saat ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat kecil.
Hanya saja, Eko menegaskan, jangan sampai dalam penyalurannya dipolitisasi dan dimanfaatkan sebagai komoditas kampanye pemilu calon tertentu.
"Program bantuan pangan, kesehatan, beasiswa pelatihan peningkatan skill, biaya pendidikan, dan lain-lain sangat dibutuhkan masyarakat kita," ujar Eko.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, menilai sebaiknya penyaluran bansos jangan dihentikan, karena rakyat membutuhkan. Termasuk buruh korban PHK yang sudah tidak punya penghasilan.
Namun, Said Iqbal mensyaratkan pencairannya jangan dilakukan sekaligus, khususnya pada Februari 2024 nanti. Dia menyarankan penyaluran bansos dilakukan selepas waktu pencoblosan.
"Tetapi penyaluran bansos jangan dirapel 3 bulan, melainkan disalurkan per bulan. Di mana khusus penyaluran bansos bulan Februari dibagikan tanggal 29 Februari pasca-pemilu, sehingga tidak ada politisasi bansos terhadap pemilu," ujar Said kepada Liputan6.com, Senin, 8 Januari 2024
Sementara untuk pencairan per Januari ini, ia tidak mempermasalahkannya lantaran jeda waktu antara penyaluran dan tahap pencoblosan masih terhitung jauh.
"Penyaluran Januari tidak akan ada pengaruh karena pemilu masih 14 Februari, rakyat sudah lupa. Prinsipnya bulan Februari tidak ada penyaluran bansos dan bansos tidak boleh dirapel 3 bulan di muka," kata Said.
Advertisement
Pemerintah Tetap Salurkan Bansos di Masa Pemilu 2024
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan bahwa pemerintah tidak akan menunda pemberian bansos kepada rakyat selama masa pemilu 2024.
Moeldoko menyatakan program bansos sudah dijalankan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelum putranya, Gibran Rakabuming Raka, menjadi calon wakil presiden (cawapres).
"Begini ya. Program untuk memberikan bantuan beras kepada masyarakat miskin itu jauh sebelum Mas Gibran menjadi calon wakil presiden," ujar Moeldoko kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu, 3 Januari 2024.
Dia mencontohkan program bantuan pangan cadangan beras pemerintah (CBP) diberikan Jokowi karena tingginya harga beras di pasaran. Sehingga, pemerintah memutuskan untuk memberikan bantuan kepada masyarakat miskin.
Mantan Panglima TNI itu memastikan tidak ada tendensi politik dalam penyaluran bansos oleh Jokowi. Dia mengatakan bantuan pangan beras akan tetap dilanjutkan, meski pemilu 2024 berakhir.
"Jadi enggak ada tendensi apa pun. Ini memang program jaminan sosial yang sudah lama digagas oleh pemerintah," tutur Moeldoko.
"Jadi kalau ada hubungan dengan pemilu, mungkin setelah Februari berhenti. Buktinya berjalan terus. Nanti ada tiga bulan, ada lagi tiga bulan berikutnya," sambungnya.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, menegaskan penyaluran bansos tidak ada kaitannya dengan proses pemilu 2024. Dia mengatakan bansos ditujukan untuk masyarakat miskin yang dananya dari APBN dan disetujui pemerintah serta DPR.
"Harus diingat bahwa bansos adalah program afirmasi dari pemerintah untuk rakyat/keluarga miskin, yang pendanaannya bersumber dari APBN dan telah disetujui bersama pemerintah dengan DPR. Jadi, tidak ada hubungannya dengan proses pemilu," jelas Ari Dwipayana kepada wartawan, Kamis, 4 Januari 2024.
Ari menilai permintaan penundaan penyaluran bansos selama pemilu tidaklah tepat. Sebab, kata Ari, saat ini banyak rakyat atau keluarga miskin yang membutuhkan bantuan akibat kenaikan harga bahan-bahan pokok.
"Tujuan utama bansos adalah sebagai bantalan atau perlindungan sosial agar masyarakat atau keluarga miskin mampu bertahan menghadapi tekanan kenaikan harga pangan sebagai dampak El Nino maupun gangguan supply chain yang berdampak pada kenaikan harga pangan global," tuturnya.
Dia memastikan penyaluran bansos melibatkan pemerintah pusat, daerah, hingga desa. Tak hanya itu, Ari menuturkan penyaluran bansos di lapangan dilakukan secara terbuka dan dapat diawasi berbagai pihak.
"Bahkan pemerintah mendorong konvergensi program agar berbagai pihak, termasuk kalangan nonpemerintah untuk terlibat dalam program penanggulangan kemiskinan," pungkas Ari.