Sukses

Ke Filipina, Jokowi Akan Bahas Konflik Laut China Selatan dengan Presiden Marcos

Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Filipina, Selasa (9/1/2024). Jokowi mengatakan dirinya akan membahas upaya meredakan ketegangan di Laut China Selatan saat bertemu Presiden Filipina, Bongbong Marcos.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi melakukan kunjungan kerja ke Filipina, Selasa (9/1/2024). Jokowi mengatakan dirinya akan membahas upaya meredakan ketegangan di Laut China Selatan saat bertemu Presiden Filipina, Bongbong Marcos.

"Ya salah satunya (membahas Laut China Selatan)," jelas Jokowi sebelum bertolak ke Filipina melalui Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Selasa (9/1/2024).

Dia tak menjelaskan secara rinci solusi dari Indonesia untuk meredakan konflik di Laut China Selatan. Namun, Jokowi memastikan akan membawa isu tersebut saat bertemu Presiden Marcos.

Jokowi menyampaikan Filipina merupakan mitra penting bagi Indonesia dan hubungan diplomatik kedua negara akan memasuki usia 75 tahun 2024. Menurut dia, banyak produk alat utama sistem persenjataan (alutsista) Indonesia yang dibeli oleh Filipina.

"Filipina merupakan mitra penting Indonesia, juga produk alutsista Indonesia banyak yang dibeli oleh Filipina serta investasi Indonesia di Filipina juga cukup signifikan," ujar Jokowi.

Sebelumnya, Para menteri luar negeri di kawasan Asia Tenggara (ASEAN) pada Sabtu, 30 Desember 2023 menyatakan keprihatinan mereka atas meningkatnya ketegangan di Laut China Selatan.

Para Menlu negara ASEAN menyebut, ketegangan ini dapat mengancam perdamaian regional dan mendesak dilakukannya dialog damai antar pihak, dikutip dari Channel News Asia, Minggu (31/12/2023).

"Kami prihatin dengan perkembangan terkini di Laut China Selatan yang dapat merusak perdamaian, keamanan, dan stabilitas di kawasan," kata para diplomat ASEAN dalam sebuah pernyataan.

 

2 dari 3 halaman

Filipina-Tiongkok Saling Tuding

Pernyataan itu muncul ketika Tiongkok dan Filipina saling tuding dalam beberapa bulan terakhir atas serangkaian pertikaian maritim dan ketika Manila menyebutkan perlunya mengubah pendekatannya karena upaya diplomatik menuju ke "arah yang buruk".

Tiongkok menggambarkan tuduhan tersebut "hanya kebohongan belaka", dan mengatakan bahwa pihaknya tidak akan menutup mata terhadap "provokasi dan pelecehan" yang berulang kali dilakukan oleh Filipina.

Para menteri luar negeri ASEAN juga menegaskan kembali perlunya "menahan diri dalam melakukan aktivitas yang dapat memperumit atau meningkatkan perselisihan".

"Kami menegaskan kembali pentingnya dialog damai yang memberikan kontribusi konstruktif terhadap peningkatan stabilitas regional dan kerja sama di bidang maritim."

 

3 dari 3 halaman

Kode Etik Laut China Selatan

ASEAN dan Tiongkok telah berupaya untuk menciptakan kode etik di Laut China Selatan, sebuah rencana yang sudah ada sejak tahun 2002.

Namun kemajuannya berjalan lambat meskipun ada komitmen dari semua pihak untuk memajukan dan mempercepat proses tersebut.

Pembicaraan mengenai komponen-komponen kode etik ini belum dimulai di tengah kekhawatiran atas kesediaan Tiongkok untuk berkomitmen terhadap serangkaian aturan yang mengikat dan konsisten dengan hukum internasional.

Tiongkok mengklaim sebagian besar Laut China Selatan melalui "sembilan garis putus-putus" yang berputar sejauh 1.500 km di selatan daratan utama, memotong zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.