Sukses

7 Temuan PPATK Jelang Pemilu 2024, Mulai dari Dana Caleg hingga Politikus dan ASN

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyebut, pihaknya menemukan indikasi transaksi mencurigakan dari lingkup calon anggota legislatif (caleg) pada pemilihan umum atau Pemilu 2024.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi transaksi mencurigakan dari lingkup calon anggota legislatif (caleg) pada pemilihan umum atau Pemilu 2024.

Dari temuan PPATK itu tercatat, ada Rp7,7 triliun yang masuk ke para caleg yang bersumber dari luar negeri. Hal tersebut diungkap Kepala PPATK Ivan Yustiavandana.

Ivan mengatakan, angka itu jadi salah satu kategori transaksi mencurigakan dari para caleg. Dia menjelaskan, angka Rp7,7 triliun tadi merupakan akumulasi dari transaksi yang dilakukan oleh 100 orang yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT).

Laporan transaksi dari luar negeri itu, kata Ivan, didapat dari International Fund Transfer Instruction (IFTI).

"Jadi, terhadap 100 orang yang di DCT tadi, yang datanya sudah kita dapatkan itu, ada penerimaan senilai Rp7.740.011.302.238. Jadi orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu," ungkap Ivan dalam Konferensi Pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu 10 Januari 2024.

Ivan menegaskan, 100 orang DCT itu tidak mesti adalah orang-orang yang sama. Namun, bisa berbeda antar kategori transaksi yang tercatat.

Selain itu, Ivan mengatakan, PPATK mencatat aliran dana dari caleg dengan akumulasi nilai sekitar Rp8,3 triliun. Paling besar tercatat untuk kasus korupsi dan perjudian.

"Tercatat ada 13 kasus korupsi yang terkait nama-nama caleg pada kurun waktu 2022-2024. Nama caleg itu merujuk pada daftar calon tetap (DCT) yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara, total 47 kasus yang terdata itu merupakan yang sudah disetor ke aparat penegak hukum," papar Ivan.

Tak hanya itu, menurut dia, PPATK juga menemukan adanya tren peningkatan pembukaan rekening baru menjelang Pemilu 2024. Tak tanggung-tanggung, tercatat ada 704 juta pembukaan rekening baru.

Berikut sederet temuan baru PPATK jelang Pemilu 2024 dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 8 halaman

1. Temukan Dana Rp7,7 Triliun dari Luar Negeri Masuk ke Kantong Caleg 2024

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menemukan indikasi transaksi mencurigakan dari lingkup calon anggota legislatif (caleg) pada pemilihan umum atau Pemilu 2024. Tercatat, ada Rp7,7 triliun yang masuk ke para caleg yang bersumber dari luar negeri.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan angka itu jadi salah satu kategori transaksi mencurigakan dari para caleg. Angka Rp7,7 triliun tadi merupakan akumulasi dari transaksi yang dilakukan oleh 100 orang yang masuk dalam daftar calon tetap (DCT).

Laporan transaksi dari luar negeri itu, kata Ivan, didapat dari International Fund Transfer Instruction (IFTI).

"Jadi, terhadap 100 orang yang di DCT tadi, yang datanya sudah kita dapatkan itu, ada penerimaan senilai Rp7.740.011.302.238. Jadi orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu," ungkap Ivan dalam Konferensi Pers di Kantor PPATK, Jakarta, Rabu 10 Januari 2024.

Ivan menegaskan, 100 orang DCT itu tidak mesti adalah orang-orang yang sama. Namun, bisa berbeda antar kategori transaksi yang tercatat. Dia menjelaskan, ada pula temuan kiriman dana ke luar negeri dari 100 orang caleg. Angkanya tembus Rp5.837.596.219.662 atau Rp5,8 triliun.

"Jadi, orang ini menerima uang dari luar negeri sebesar itu, dan ada juga yang mengirim ke luar, dan 100 DCT itu bisa beda-beda ya, bisa sama, bisa beda," ucapnya.

 

3 dari 8 halaman

2. Penggunaan Uang untuk Belanja Barang Rp 592 Miliar

Lebih lanjut, masih pada konteks 100 orang caleg ini, Ivan menangkap adanya penggunaan dana yang terindikasi digunakan untuk kepentingan kampanye.

Angkanya, kata dia, tercatat sebesar Rp592,5 triliun.

"Ada laporan transaksi pembelian barang yang ini secara tidak langsung kita ketahui ada terkait dengan upaya misalnya kampanye dan segala macam itu ada 100 DCT yang melakukan transaksi pembelian barang senilai Rp 592 miliar sekian," beber Ivan.

 

4 dari 8 halaman

3. Aliran Dana Caleg Rp8,3 Triliun, Paling Banyak untuk Judi dan Korupsi

Kemudian Ivan menjabarkan, PPATK mencatat aliran dana dari caleg dengan akumulasi nilai sekitar Rp8,3 triliun. Paling besar tercatat untuk kasus korupsi dan perjudian.

Tercatat ada 13 kasus korupsi yang terkait nama-nama caleg pada kurun waktu 2022-2024. Kepala PPATK Ivan Yustiavandana mengatakan nama caleg itu merujuk pada daftar calon tetap (DCT) yang dimiliki Komisi Pemilihan Umum (KPU). Sementara, total 47 kasus yang terdata itu merupakan yang sudah disetor ke aparat penegak hukum.

PPATK sendiri telah mengantongi nama caleg dalam DCT sebanyak 256 ribu nama. Ketika disandingkan dengan data PPATK, alhasil memunculkan 45 ribu nama yang terlibat dengan kasus.

"2022 laporannya hanya 6.064, sudah dilaporkan, walaupun dia belum (masuk daftar) jadi orangnya DCT, belum dideklarasi sebagai DCT, dia sudah dilaporkan ke PPATK, sudah ada laporannya, itu 6.064 laporan. Nah, 2023 kemudian berkembang, begitu menjadi DCT, dideklarasikan sebagai DCT, laporannya naik menjadi 39.409 laporan DCT," papar Ivan.

 

5 dari 8 halaman

4. Temuan Adanya Indikasi Korupsi Serta Tambang Ilegal dan Narkoba, Sudah Lapor ke Polri-Bawaslu

Selanjutnya, dari nama-nama itu, Ivan memetakan ada 47 kasus. Ada 13 kasus korupsi yang menyangkut caleg dengan nilai total mencapai Rp3.518.370.150.789 atau Rp3,5 triliun.

"Kasus yang telah diserahkan kepada aparat penegak hukum terkait dengan DCT dari tahun 2022 sampai 2024. Nama-nama yang ada di depan tadi ada di dalam 13 kasus korupsi kami dengan angka Rp3.518.370.150.789," ungkap Ivan.

Dia pun turut merinci besaran dana per jenis kasusnya. Ternyata, ditemukan dana paling besar mengalir terkait dengan korupsi, lalu diikuti dengan kasus perjudian.

"Nama-nama yang ada di dalam DCT atau partai politik tadi, ada di dalam hasil analisis kami, 4 hasil analisis kami terkait dengan perjudian, senilai Rp3,1 triliun," ucapnya.

Sementara itu, sisa kasus lainnya mencakup pada kategori lingkungan hidup, penambangan ilegal, penggelapan, dan kategori terkait narkotika. Terkait lingkungan hidup, ada 1 kasus dengan nilai Rp 1,2 triliun.

"Kemudian ada 1 kasus terkait dengan lingkungan hidup juga, tadi illegal mining. Lalu ini lainnya itu Rp 264 miliar," ungkap Ivan.

Kemudian ada yang terkait dengan pegelapan sebanyak 2 kasus dengan nilai Rp 128 miliar. Ada terkait dengan narkotika sebanyak 14 kasus terkait dengan narkotika dengan nilai Rp 136 miliar.

"Dan di bidang pemilu ada 12 kasus angkanya Rp 21 miliar," terang Ivan.

Lebih lanjut, Ivan menjelaskan, kasus-kasus tadi sudah dilaporkan ke aparat berwenang. Ini mengacu data pelaporan per 10 Januari 2024.

"Ini semua sudah kami sampaikan ya, jadi kalau tahun 2023 kita punya seperti yang saya sampaikan di depan tadi, punya 3 ke Bawaslu, sampai hari ini, per hari ini ya, periode sampai 10 Januari 2024," tuturnya.

"Kepada Polri kami sudah menyampaikan 5 kasus, kepada KPK ada 9 kasus, kepada KLHK ada 1 kasus, kepada Kejaksaan RI ada 4 kasus, kepada BNN ada 6 kasus, dan kepada Bawaslu ada 11 kasus. Sebelas kasus kami informasikan kepada Bawaslu," kata Ivan.

 

6 dari 8 halaman

5. Beberkan Ada 704 Juta Rekening Baru Jelang Pemilu, Transaksi Parpol Tembus Rp80 Triliun

Lalu Ivan mengatakan, PPATK menemukan adanya tren peningkatan pembukaan rekening baru menjelang Pemilu 2024. Tak tanggung-tanggung, tercatat ada 704 juta pembukaan rekening baru.

Dia mengatakan acuan pembukaan rekening terlihat dari Customer Identification Form (CIF). Ivan menduga pembukaan rekening ini berkaitan dengan kontestasi politik.

"Kita melihat ada total 704.068.458 CIF terbuka di 2022 sampai trimester 3 di 2023 sampai September. Jadi totalnya ada 704 juta rekening baru terbuka. Itu dibuka oleh korporasi 53 juta, lalu oleh individu 650 juta. Ini tidak ada yang salah," ungkap Ivan.

"Kita lihat saja kecenderungannya ini menarik atau menurun. Kalau menaik, kemudian tujuan dari pembukaan rekening ini apa, kemudian tujuan dari pembukaan account ini apa, lalu kita potret transaksinya," sambungnya.

Dengan momentum menjelang pemilu, Ivan mencoba menangkap hal ini dengan menyandingkanya bersama data anggota dan pengurus partai politik. Walhasil, didapat data ada 6 juta anggota dan pengurus dengan 24 parpol.

"Begitu kita kemudian align-kan ke dalam sistem PPATK, dari 6 juta nama tadi, PPATK menemukan 449 ribu laporan terkait dengan nama pengurus dan anggota parpol. Ini teman-teman bisa lihat, dari Partai A sampai Partai X, 24 parpol," ujar Ivan.

Ivan mendapat data tambahan yang cukup menarik terkait jumlah transaksi yang dilakukan oleh parpol-parpol tadi. Nominalnya secara agregat tembus hingga Rp 80,6 triliun. Angka paling tinggi untuk satu parpol mencatat transaksi Rp9,4 triliun.

"Jumlah nominal itu Rp80.670.723.238.434. Nominal transaksi pengurus dan anggota parpol yang dilaporkan kepada PPATK. Kita tidak bisa sampaikan di dalam sana, tapi ini agregatnya," ujarnya.

Lebih lanjut, Ivan mengatakan kalau memang ada kenaikan transaksi dari lingkup partai politik menjelang pemilu ini. Bahkan peningkatannya berkali-kali lipat dari jumlah normal transaksi sebelumnya.

"Seperti yang kami sampaikan dalam kesempatan sebelumnya pada saat door stop, rata-rata prosentasi kenaikan transaksi perpartai politik itu sampai 400 persen," ucapnya.

"Jadi memang naik semua itu transaksinya. Tadi misalnya transaksi cuma Rp 1 miliar tiba-tiba Rp 10 miliar, Rp 100 juta tiba-tiba Rp 2 miliar, di rekening-rekening yang tadi saya sampaikan di depan," sambung Ivan.

 

7 dari 8 halaman

6. Sebut 36 Persen Dana PSN Masuk ke Kantong Politikus-ASN

Selain itu, Ivan menyebut, PPATK menemukan indikasi praktik korupsi yang terjadi di lingkup Proyek Strategis Nasional (PSN). Dilihat dari aliran dana, tercatat ada yang masuk ke kantong pribadi.

Ivan mengatakan telah melakukan analiis terhadap aliran dana bagi PSN. Ditemukan ada yang mengarah ke subkontraktor untuk keperluan operasional. Temuan lain menunjukkan adanya dana yang mengalir tidak untuk kepentingan proyek, melainkan untuk kas pribadi.

"Berdasarkan hasil pemeriksaan, PPATK mengamati, mencermati, melakukan analisis mendalam, terdapat sebesar 36,81 persen dari total dana masuk ke rekening subkontraktor yang dapat diidentifikasikan sebagai transaksi yang terkait dengan kegiatan operasional pembangunan," tutur Ivan.

"Sedangkan, sekitar 36,67 persen yang tidak digunakan untuk pembangunan proyek tersebut, artinya ini digunakan untuk kepentingan pribadi," sambung Ivan.

Ivan menjelaskan, pihaknya sudah mebgidentifikasi muara aliran dana tersebut. Terpantau, ada yang masuk ke politikus hingga aparatur sipil negara (ASN).

"Hasil pemeriksaan mendalam terhadap transaksi yang tidak terkait dengan pembangunan proyek teridentifikasi mengalir ke pihak-pihak yang memiliki profil sebagai aparatur sipil negara, politikus, serta dilakukan pembelian aset dan investasi oleh para pelaku," ucap dia.

 

8 dari 8 halaman

7. Ungkap Modus Gelapkan Dana

Ivan menguraikan, beberapa modus yang digunakan pelaku untuk menggelapkan dana tidak berbeda dengan modus-modus korupsi pada umumnya.

Misalnya, penggunaan rekening pribadi untuk menampung dana dari tindak pidana asal. Ini merujuk pada nomine yang merupakan keluarga, karyawan, atau staf.

"Pembelian aset berbentuk rumah atau properti, kendaraan bermotor, batu mulia dan perhiasan, investasi barang mewah lainnya," ungkap Ivan.

Kemudian, penggunaan fasilitas safe deposit box yang diduga untuk menyembunyikan dana hasil kejahatan dan penggunaan mata uang asing dalam upaya suap atau gratifikasi. "Serta modus klasik pencucian uang lainnya," sambung dia.

Kemudian, Ivan juga menyebut ada sejumlah langkah yang sudah dilakukan. Utamanya, pada proyek infrastruktur yang digarap oleh BUMN.

"Terkait dengan proyek infrastruktur kami secara khusus sudah berkoordinasi dengan Kementerian BUMN dan sudah dilakukan pembahasan bahkan sudah bertemu dengan para pengampu dari perusahaan-perusahaan BUMN di bidang Karya," tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Plt Deputi Analisis dan Pemeriksaan PPATK Danang Tri Hartono mengatakan, persentase aliran dana itu merujuk pada kasus hukum yang sudah diproses. Kendati, dia enggan mengungkap pada proyek mana korupsi itu terjadi.

"Terkait dengan PSN memang bisa melihat kasus-kasus yang terkait dengan PSN itu apa saja, dan itu proyeknya apa saja itu sudah dilakukan penyidikan oleh penyidik dan itu sudah diekspose di berbagai media massa sehingga bisa disimpulkan sendiri menurut hemat saya," tandas Ivan.