Liputan6.com, Jakarta - Polisi mengerahkan 1.400 personel gabungan untuk menjaga Hari Aksi Global untuk Gaza untuk memperingati 100 hari genosida di Gaza. Aksi tersebut akan digelar di depan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta Pusat, Sabtu, (13/1/2024).
"Sebanyak 1.400-an personel yang dikerahkan dalam 100 Hari Genosida Gaza di depan Kedubes AS," kata Kapolres Metro Jakarta Pusat Kombes Pol Susatyo Purnomo Condro saat dikonfirmasi di Jakarta, Sabtu.
Seperti dikutip dari Antara, personel gabungan yang terdiri dari TNI, Polri, Pemda DKI dan instansi terkait itu untuk mengantisipasi adanya gangguan ketenteraman dan ketertiban umum. Pengamanan difokuskan di sekitar Kedubes AS, Istana, kawasan Patung Kuda, Bundaran HI dan lapangan Banteng.
Advertisement
Personel gabungan itu sudah mulai berjaga sejak pukul 05.45 WIB. Aksi Bela Palestina yang digelar di depan Kedubes AS, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat ini tergabung dari pejuang kemanusiaan yang akan melakukan aksi protes Global yang dilakukan di 100 kota dunia untuk menuntut penghentian genosida di Gaza, Palestina.
Genosida dan pembantaian massal yang dilakukan dalam penjajahan Israel hingga kini telah menghilangkan kurang lebih 23.000 warga Palestina.
Â
Sudah 10 Ribu Anak Tewas di Jalur Gaza
Sejak perang di Jalur Gaza dimulai pada awal Oktober 2023, 10 ribu anak-anak telah dinyatakan tewas. Mereka tewas karena kombinasi serangan udara dan darat di Jalur Gaza selama nyaris 100 hari invasi Israel.
Menurut data organisasi Save the Children, ribuan anak masih menghilang dan diduga terkubur di reruntuhan. Apabila dugaan itu benar, maka jumlah anak yang tewas lebih tinggi lagi.
"Anak-anak di Gaza yang selamat dari kekerasan sedang menanggung horor yang tak bisa digambarkan, termasuk luka-luka yang mengubah hidup mereka, luka bakar, penyakit, perawatan medis yang tak mumpuni dan kehilangan orang tua dan orang-orang tercinta mereka. Mereka telah dipaksa lari dari kekerasan, seringkali berulang kali, tanpa adanya tempat aman untuk pergi, dan menghadapi teror dari masa depan yang tidak jelas," ujar pihak Save the Children, dikutip Middle East Monitor, Jumat (11/1/2024).
Sekitar 1.000 anak di Gaza kehilangan salah satu atau kedua kaki mereka. Banyak yang diamputasi tanpa anestesi, dan mereka butuh perawatan medis sepanjang hidupnya.
Save the Children turut menyorot hancurnya 370 sekolah, serangan ke 94 rumah sakit dan fasilitas kesehatan. Anak-anak di Gaza kesulitan mendapatkan bantuan kemanusiaan yang mumpuni.
"Setiap harinya tanpa gencatan senjata yang pasti, 100 anak-anak rata-rata terbunuh. Tak ada justifikasi untuk membunuh anak-anak. Situasi di Gaza bagaikan monster dan merusak kemanusiaan bersama kita," ujar Jason Lee, Country Director Save the Children di wilayah Palestina.
Advertisement
Tolak Tuduhan Genosida Gaza di Mahkamah Internasional, Israel: Kami Lawan Hamas Bukan Rakyat Palestina
Israel pada hari Jumat (12 Januari 2024) menolak tuduhan "sangat menyimpang" yang diajukan oleh Afrika Selatan di pengadilan tinggi PBB, bahwa operasi militernya di Gaza adalah kampanye genosida yang dipimpin negara terhadap penduduk Palestina.
Laporan Channel News Asia, Jumat (12/1/2024) menyebut Israel meminta para hakim untuk menolak permintaan Afrika Selatan untuk menghentikan serangan di Gaza, dan mengatakan bahwa Israel akan membiarkan negara tersebut tidak berdaya.
Afrika Selatan, yang mengajukan gugatan ke International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional pada Desember 2023, meminta hakim pada hari Kamis (11/1) untuk menerapkan tindakan darurat yang memerintahkan Israel untuk segera menghentikan serangan tersebut.
Dikatakan bahwa serangan udara dan darat Israel – yang menurut otoritas kesehatan Gaza telah menghancurkan sebagian besar wilayah kantong pantai yang sempit dan menewaskan lebih dari 23.000 orang – bertujuan untuk menimbulkan "kehancuran penduduk" di Gaza.
Penafsiran Afrika Selatan atas peristiwa tersebut "sangat terdistorsi", kata penasihat hukum Kementerian Luar Negeri Israel, Tal Becker, di Mahkamah Internasional.
"Jika ada tindakan genosida, maka tindakan tersebut dilakukan terhadap Israel," dan menambahkan: “Hamas berupaya melakukan genosida terhadap Israel."
Israel melancarkan perang habis-habisan di Gaza setelah terjadi serangan lintas batas pada 7 Oktober oleh militan Hamas, yang bersumpah akan menghancurkan Israel. Pejabat Israel mengatakan 1.200 orang tewas, sebagian besar warga sipil, dan 240 orang disandera saat kembali ke Gaza.
"Penderitaan mengerikan yang dialami warga sipil, baik Israel maupun Palestina, adalah akibat dari strategi Hamas," kata Becker, seraya menambahkan bahwa Israel mempunyai hak untuk membela diri. Hamas membantah tuduhan Israel bahwa militannya bersembunyi di antara warga sipil.
“Israel berada dalam perang pertahanan melawan Hamas, bukan melawan rakyat Palestina, untuk memastikan bahwa mereka tidak berhasil," kata Becker, menambahkan: "Komponen kunci dari genosida, niat untuk menghancurkan suatu bangsa secara keseluruhan atau sebagian, benar-benar kurang".