Sukses

Wasekjen PKB: 2024 Momentum Besar Nahdliyin untuk Bersatu

Huda mengatakan majunya Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden bersama Anies Baswedan sebagai calon presiden akan memberikan peluang besar bagi Nahdliyin untuk menjadi episentrum kebijakan pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Pemilu 2024 harusnya menjadi momentum besar bagi warga NU (Nahdliyin) untuk bersatu. Majunya Muhaimin Iskandar (Gus Imin) sebagai calon wakil presiden menjadi jembatan emas bagi Nahdliyin agar bisa mewarnai arah perjalanan bangsa secara lebih signifikan.

“Pemilu 2024 harusnya menjadi momentum persatuan dari Nahdliyin. Majunya Gus Imin sebagai cawapres harus dimanfaatkan untuk memastikan aspirasi politik dan harapan agar Nahdliyin lebih sejahtera bisa benar-benar terwujud,” ujar Wakil Sekjen DPP PKB Syaiful Huda di sela Haul ke-45 Pendiri Pondok Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar KH Bisri Syansuri, di Jombang Jawa Timur, Jumat Malam (12/1/2024).

Huda mengatakan majunya Muhaimin Iskandar sebagai calon wakil presiden bersama Anies Baswedan sebagai calon presiden akan memberikan peluang besar bagi Nahdliyin untuk menjadi episentrum kebijakan pemerintah. Jika dalam momentum Pemilu-Pemilu sebelumnya Nahdliyin hanya dimanfaatkan untuk kepentingan elektoral semata, maka hal itu tidak akan terjadi jika Muhaimin Iskandar benar terpilih sebagai wakil presiden di Pemilu 2024.

“Selama ini kita sering mengeluh jika Nahdliyin hanya menjadi daun salam, pendorong mobil mogok yang ditinggal atau dibuang setelah kontestasi politik dimenangkan, maka hal itu dipastikan tidak terulang jika Mas Anies dan Gus Imin terpilih sebagai presiden dan wakil presiden dalam Pemilu 2024,” ujarnya.

Dia mengungkapkan ada dua faktor yang akan memastikan Nahdliyin menjadi episentrum kebijakan pemerintah jika pasangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN) terpilih dalam Pemilu 2024.

 

2 dari 2 halaman

2 Faktor Nahdhiyin Jadi Episentrum Kebijakan Pemerintah

Pertama Anies dan Muhaimin telah terikat pada kepemimpinan dwi tunggal yang akan saling melengkapi. Kedua faktor Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum DPP PKB yang akan mempunyai nilai tawar lebih dalam pemerintahan.

“Dua hal ini akan membedakan dengan cerita masa lalu di mana suara dan figur dari Nahdliyin kerap kali diajak kelompok lain sebaga vote getter dalam Pemilu dan diperankan seadanya saat mereka benar-benar memegang tampuk kekuasaan,” katanya.

Alumnus Ponpes Denanyar ini menegaskan akan sangat disayangkan jika dalam momentum Pemilu 2024 suara Nahdliyin tetap terpecah belah. Menurutnya momentum majunya seorang kader tulen NU dengan nilai tawar politik tinggi seperti Muhaimin Iskandar dalam Pemilu Presiden bisa jadi tidak terjadi setiap dua puluh tahun sekali.

“Jika momentum 2024 ini dilewatkan begitu saja, maka keinginan mayoritas Nahdliyin agar mereka tidak sekadar jadi bancakan suara bisa jadi tidak akan terwujud dalam waktu dekat,” pungkasnya.