Liputan6.com, Jakarta - Kasus kepemilikan senjata api (senpi) ilegal Dito Mahendra resmi bergulir di meja hijau. Dito Mahendra pun dijadwalkan akan menjalani sidang perdananya dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) pada hari ini, Senin (15/1/2024).
Mengutip informasi di laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Jaksel, perkara senpi ilegal Dito Mahendra telah teregister dengan nomor perkara 32/Pid.Sus/2024/PN.JKT.SEL.
"Jadwal sidang perkara 32/Pid.Sus/2024/PN.JKT.SEL. terdakwa Mahendra Dito S agenda sidang pertama pukul 10.00 WIB," tulis informasi di laman SIPP PN Jaksel, dikutip Senin pagi.
Advertisement
Humas PN Jaksel, Djuyamto mengatakan, sidang perdana tersebut nantinya akan dipimpin oleh hakim ketua Dewa Budiwastara yang akan berlangsung di ruang sidang empat.
Bermula dari Penggeledahan KPK
Kasus Dito Mahendra atas kepemilikan senpi ilegal bermula saat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan rumahnya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dalam kasus dugaan korupsi.
Dalam penggeledahan tersebut, penyidik KPK menemukan 15 senjata api (senpi) berbagai jenis di rumah Dito Mahendra.
Senjata api itu kemudian diserahkan ke Polri untuk diteliti. Dari hasil penyelidikan sementara, 9 dari 15 senpi yang ditemukan itu tidak memiliki izin alias ilegal.
Sempat Buron dan Ditangkap di Bali
Dito Mahendra sempat menjadi buronan Polri. Namun pelariannya terhenti setelah dia ditangkap polisi saat liburan di sebuah villa daerah Bali, Kamis (7/9/2023).
"DM berhasil diamankan oleh anggota lapangan. Dia diamankan di sebuah villa daerah Canggu, Badung, Bali," kata Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro kepada awak media, Jumat (8/9/2023).
“Dari hasil pendataan didapatkan 6 jenis senjata api ilegal, 2 airsoft gun dan satu senjata angin, serta 2.157 butir peluru tidak dilengkapi dengan dokumen ataupun surat izin,” sambung Djuhandani Rahardjo.
Dito pun ditetapkan sebagai tersangka terkait dugaan pelanggaran tindak pidana pasal 1 ayat (1) Undang-Undang nomor 12 tahun 1951.
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com
Advertisement