Liputan6.com, Jakarta Serangan Pasukan israel ke wilayah Gaza Palestina hingga kini masih berlangsunng. Perang yang telah melewati hari ke-100 ini sejak pertama kali pecah pada 7 Oktober 2023 lalu telah menyisakan duka yang mendalam bagi warga Gaza. \
Mereka kehilangan keluarga, tempat tinggal, serta hak hidup secara bebas tanpa kegelisahan menghadapi ancaman maut yang bisa datang setiap detik.
Baca Juga
Perang ini mengakibatkan infrastruktur di Gaza porak-poranda. Rumah sakit dibombardir, jaringan telekomunikasi diputus, tak ada akses ke air bersih dan makanan yang semestinya menjadi kebutuhan pokok sehari-hari.
Advertisement
dr Muhammad, salah seorang Tenaga Medis dari Asosiasi Emergency Al-fursan Palestina (FPEA), yang bertempat di wilayah Gaza Utara menceritakan bagaimana kekacauan yang terjadi di Gaza saat ini.
"Kondisi di gaza utara sangat susah, tidak ada supply makan, minum yg baik. Harga barang pokok naik 7-10 kali lipat, itu pun kalau ada," ujar Muhammad dalam pesan singkat yang dikirim kepada Liputan6.com, dari wilayah Gaza Utara, 15 Januari 2024.
Dia mengatakan, warga Gaza kini menjalankan hidup apa adanya. Minimnya akses bantuan yang masuk karena ketatnya penjagaan Tel Aviv di wilayah perbatasan membuat mereka harus menjaga ketersediaan makanan agar tidak habis. Belum lagi kebutuhan obat-obatan yang sangat minim.
Kebanyakan Warga Gaza menurutnya sudah seperti putus harapan dan menunggu dalam ketidakpastian kapan perang akan berakhir.
"Tidak ada harapan yang muncul akan berakhirnya perang dan agresi ini. Sudah 3 bulan lebih menderita, kehilngan nyawa, rumah dan semua bentuk kehidupan," ucap Muhammad yang sempat menempuh pendidikan kedokteran di Indonesia melalui program beasiswa Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI).
Â
Dokter Muhammad: Banyak Logistik, Bantuan yang Tertahan
Terkait bantuan minim yang diterima oleh warga Gaza, Dokter Muhammad mengatakan bukan karena tidak ada bantuan dari negara-negara lain. Bantuan itu ada, namun akses masuk kendaraan logistik di tiap pintu perbatasan yang diberikan militer Israel sangat ketat. Banyak logistik dan bantuan yang tertahan dan akses terbatas.
"Bantuan yang masuk di gaza utara tidak melebihi 1% kebutuhan warga disana. Baik bantuan medis atau kebutuhan sehari-hari," ucap dia.
Karena minimnya bantuan, harga barang-barang pokok pun melejit berkali lipat. Dokter Muhammad pun mencontohkan beberapa barang kebutuhan pokok yang meroket karena terjadi kelangkaan di masyarakat.
"Misalkan gandum sebagai bahan pokok untuk pembuatan roti. Pada umumnya 1kg berharga sekitar 5000 Rp, namun saat ini berharga 126.000 Rp. Jadi naik harga 25 kali lipat karena memang tidak ada dan bantuan jarang masuk serta tidak mencukupi," kata Muhammad.
Dia pun berharap kondisi sepert ini segera berakhir. Perang hanya akan menyisakan penderitaan bagi masyarakat.
"90% penduduk Gaza utara sudah mengungsi ke selatan, dan yang tinggal di Gaza utara sedang menempati tempat-tempat penampungan setelah mengungsi dari tempat ke tempat. Kehidupan di sini tidak layak untuk dihidupkan oleh manusia," kata dia.
Â
Advertisement
Temui Kepala KBRI Kairo Mesir, BSMI Diminta Gaspol Bantu Warga Gaza Palestina
Upaya untuk menyalurkan bantuan bagi warga Gaza oleh Tim Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) terus dilakukan. Langkah BSMI yang terjun langsung menyalurkan bantuan ke Gaza melalui Mesir mendapat dukungan dari Kepala Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kairo, Luthfi Rauf.Â
Dalam persamuhan yang digelar di Kantor KBRI, Luthfi mengapresiasi BSMI dan juga masyarakat Indonesia yang membantu warga Palestina, khususnya yang menjadi korban perang di Gaza.Â
 "Kita dukung segala upaya, termasuk BSMI menyalurkan bantuan untuk masyarakat Gaza. Semoga ini semakin banyak dan bantuan yang tersalurkan tepat sasaran, " ujar Luthfi Rauf saat menerima Tim BSMI di Kantor KBRI Kairo, Sabtu, 13 Januari 2024.Â
Meski kondisinya sulit, Dubes meminta rakyat Indonesia tetap optimistis dan terus membantu warga Palestina mengingat krisis yang mereka hadapi. Dia pun mengingatkan agar lembaga kemanusiaan asal Indonesia yang hendak menyalurkan bantuan ke Gaza untuk mengikuti aturan dan berkoordinasi dengan otoritas Mesir.Â
Merespons apa yang disampaikan Kepala KBRI, Ketua Dewan Pembina BSMI Prof Dr dr Basuki Supartono FICS, MARS, Spot yang memimpin rombongan BSMI menjelaskan, pihaknya sudah berpengalaman untuk menyalurkan bantuan langsung ke Gaza sejak 2009.Â
Menurutnya, kondisi perang yang terjadi saat ini termasuk yang paling  rumit dihadapi selama dia memimpin BSMI. Dikarenakan kerusakan dan dampak invasi yang dilakukan Tel Aviv cukup besar.Â
"Ini termasuk yang paling sulit. Karena serangan yang masif dilakukan oleh penjajah Israel. Namun bagaimanapun kami akan tetap menyalurkan  bantuan yang diamanatkan masyarakat Indonesia kepada kami dari Masyarakat Indonesia," kata dia.Â