Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengumumkan kenaikan tarif pajak hiburan dengan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen untuk hiburan tertentu.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti menjelaskan, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan spa adalah wewenang pemerintah daerah.
Baca Juga
Ketentuan mengenai pajak hiburan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
Advertisement
"Itu (pajak hiburan) pemerintah daerah ya, kalau sesuai dengan undang-undang HKPD yang tidak diatur oleh pemerintah pusat," kata Dwi kepada awak media di Gedung DJP Pusat, Jakarta, Senin 8 Januari 2024.
Kemudian, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Lydia Kurniawati Christyana membeberkan alasan Pemerintah menaikkan tarif pajak hiburan dengan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen untuk hiburan tertentu , seperti diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Lydia menjelaskan, kenaikan tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu.
"Jadi, untuk yang jasa tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu, untuk mempertimbangkan rasa keadilan," kata Lydia dalam media briefing Pajak Hiburan di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa 16 Januari 2024.
Pengumuman kenaikan tarif hiburan ini pun mendapat respons dari sejumlah pihak, termasuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno.
Dia mengatakan, pihaknya akan sosialisasikan pajak hiburan. Namun, ia memastikan penetapan pajak bagi penyedia jasa hiburan sebesar 40-75 persen tidak akan mematikan usaha sektor pariwisata. Ia menuturkan, kebijakan itu perlu lebih disosialisasikan kepada pelaku usaha di sektor pariwisata terutama penyedia jasa hiburan.
"Pajak hiburan ini perlu lebih kita sosialisasikan, tetapi tidak akan mematikan (usaha sektor pariwisata)," tutur Sandiaga Uno seperti dikutip dari Antara.
Sejumlah protes pun dilayangkan. Salah satunya dari Inul Daratista yang melayangkan nota protes dalam pernyaaan tertulis untuk Menparekraf Sandiaga Uno lewat akun Instagram terverifikasi.
Inul mengunggah tautan berita berisi pernyataan Sandiaga Uno bahwa kenaikan pajak hiburan 40 hingga 75 persen tak akan mematikan industri. Dia merasa heran, perhitungannya dari mana hingga muncul angka 40 sampai 75 persen.
"Baca ini kok aku jadi heran yo, gak mematikan gimana 40-75%? Itungane piye (hitungannya gimana)? Dibebankan ke costumer?," keluh Inul Daratista, Kamis 11 Januari 2024.
Berikut sederet respons sejumlah pihak terkait kenaikan tarif pajak hiburan dengan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen untuk hiburan tertentu dihimpun Liputan6.com:
1. Pengusaha Pariwisata di Bali Teriak
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bali menilai usaha pariwisata masih membutuhkan keringanan pajak karena industri tersebut belum sepenuhnya pulih setelah terdampak pandemi Covid-19.
Bendahara Umum Hipmi Bali Agung Bagus Pratiksa Linggih menjelaskan pelonggaran pajak sektor pariwisata diperlukan mencermati peningkatan tarif pajak hiburan mencapai 40 persen di Bali.
"Kebijakan itu bukanlah alternatif yang tepat. Harusnya ada keringanan pajak dan peningkatan belanja pemerintah," ucapnya.
Pengusaha muda dari Kabupaten Buleleng itu menambahkan pelonggaran pajak juga diperlukan karena pariwisata Pulau Dewata juga bersaing dengan negara di kawasan Asia Tenggara di antaranya Thailand yang juga merebut hati wisatawan setelah sektor pariwisata mulai membaik.
Thailand, lanjut dia, saat ini menurunkan pajak pariwisata hingga lima persen.
Sedangkan di Bali, imbuh dia, Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) khususnya jasa hiburan mengalami kenaikan yang dinilai memberatkan.
Apalagi wisatawan mancanegara juga harus menyiapkan dana tambahan terkait rencana pungutan Rp150 ribu per orang atau setara 10 dolar AS pada 14 Februari 2024.
Pengusaha muda yang mengelola lini bisnis minuman anggur, kuliner dan periklanan itu menambahkan kenaikan tarif pajak tersebut memberi dampak terhadap pelaku pariwisata khususnya UMKM.
Selain itu, biaya yang meningkat itu mendorong potensi wisatawan menekan pengeluaran dengan hanya berkutat melakukan wisata di kawasan Bali Selatan.
"Satu hal yang harus digarisbawahi, Bali ini bukan kelebihan pariwisata karena hotel-hotel di Bali Utara misalnya hanya terisi sekitar 50 persen, pemerataan ekonomi jadi terhambat," jelas Agung Bagus.
Advertisement
2. Inul Daratista Protes
Merespons isu pajak hiburan bakal naik di rentang 40 sampai 75 persen, Inul Daratista melayangkan nota protes dalam pernyaaan tertulis untuk Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI, Sandiaga Uno, lewat akun Instagram terverifikasi.
Si Goyang Ngebor mengunggah tautan berita berisi pernyataan Sandiaga Uno bahwa kenaikan pajak hiburan 40 hingga 75 persen tak akan mematikan industri. Inul Daratista heran, perhitungannya dari mana hingga muncul angka 40 sampai 75 persen.
"Baca ini kok aku jadi heran yo, gak mematikan gimana 40-75%? Itungane piye (hitungannya gimana)? Dibebankan ke costumer?," keluh Inul Daratista pada Kamis 11 Januari 2024.
Berkaca pada pengalaman, pelantun “Kocok-kocok” menjelaskan, kenaikan harga Rp10 ribu saja dalam bisnis rumah karaoke memantik keluhan para tamu. Apalagi jika kebijakan pajak hiburan naik (minimal) 40 persen diterapkan.
"Wong tamu naik 10rb aja megap2, teriak2! Saya aja termasuk orang yang taat pajak lihat ini kadung kebelet keluar masuk toilet! Itungan dari mana kita bisa bayar pajak segini gedenya pak @sandiuno?," cetusnya.
Inul Daratista mencoba memahami niat pemerintah untuk memajukan UMKM lewat 'penyesuaian' pajak hiburan. Namun, ia mengingatkan jangan sampai kebijakan ini menggebuk para pengusaha yang memayungi periuk nasi ribuan karyawan.
Inul Daratista mengingatkan, pandemi Covid-19 telah memaksa pengusaha karaoke menutup bisnis mereka berbulan-bulan. Baru setahun beroperasi pasca-wabah, kini muncul “musibah” baru yakni wacana kenaikan pajak fantastis.
"Memajukan UMKM sih oke tapi jangan membunuh pengusaha yg berusaha hidup untuk manusia2 yg hidupnya bergantung juga sm kita. Karyawanku loh sekarang sudah turun jadi 5000 org Pak Sandi. Sekarang sudah turun jauh dari 9000 sebelum Covid," keluh Inul Daratista.
Setelahnya, bintang sinetron Kenapa Harus Inul? menilai wacana kenaikan pajak hiburan di kisaran 40 sampai 75 persen ini tak wajar. Inul Daratista sampai menyenggol Hotman Paris yang juga mengkritisi isu ini.
"Saya mewakili asosiasi pengusaha karaoke se indonesia, selaku pembina APERKI. Iki gak wajar blas (Ini tidak wajar sama sekali). Menurut abang hotman gimana nih? @hotmanparisofficial," ia mengakhiri.
Inul pun mengajak Menparekraf Sandiaga Uno ngopi bareng sambil diskusi. Inul Daratista mewakili pengusaha yang bernaung dibawah Asosiasi Pengusaha Rumah Bernyanyi Keluarga Indonesia (APERKI) protes pajak hiburan bakal naik 40 hingga 75 persen.
Undangan ngopi bareng disampaikan Sang Ratu Ngebor di akun Instagram terverifikasinya, sambil menyertakan kepingan berita berisi respons Sandiaga Uno atas protes Inul Daratista.
"Ngopi yuk pak, ditunggu jadwalnya biar bisa duduk bareng yah, seperti yang kemaren saya sampaikan ajak kami duduk bareng dulu jgn lgsg ketok palu!," tulisnya, Sabtu 13 Januari 2024.
Dalam unggahannya, Inul Daratista berterima kasih atas respons Sandiaga Uno. Nyonya Adam Suseno berharap agenda ngopi nantinya bukan hanya berisi janji manis kepada para pengusaha yang menyangga periuk nasi ribuan karyawan.
"Semoga duduk bareng nanti bisa bikin kita gagal mod*** berjamaah ya pak, bukan sekedar ngopi dan janji manis tapi benar-benar dapat solusi bagus," Inul Daratista menyambung.
"Atau mungkin bapak mau invest cuan di tempat saya juga boleh, alhamdulillah! Biar bisa buka lagi nambah pegawai lagi. Maklum pak usaha saya juga baru napas," ujar bintang sinetron Kenapa Harus Inul?
Dalam kesempatan itu, Inul Daratista mengingatkan bahwa meski pandemi Covid-19 telah berubah status jadi endemi, usaha karaoke belum sepenuhnya pulih dari dampak wabah.
3. Hotman Paris Sorot Nasib Para Karyawan
Pengacara Hotman Paris protes tentang tingginya Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan spa. Hotman menilai tingginya pungutan pajak industri hiburan tersebut justru mengancam kelangsungan pariwisata Indonesia.
"What? 40 sampai dengan 75 persen pajak? What? OMG (kelangsungan industri pariwisata di Indonesia terancam)," tulis Hotman Paris melalui akun Instagram pribadinya @hotmanparisofficial.
Hotman secara khusus menekankan tarif pajak untuk jasa kesenian dan hiburan. Tertulis, "khusus jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa sebesar 40 persen."
Tak hanya tempat karaoke, Hotman Paris juga menyorot nasib para karyawan di tempat-tempat relaksasi dan hiburan lainnya seandainya pemerintah benar-benar menerapkan kenaikan pajak hingga mencapai angka 75 persen.
"Jutaan karyawan Karaoke . spa dan pusat hiburan se Indonesia akan terancam PHk. Knp mereka? Apa mereka nikmatin pajak selama ini?? Mau anda bayar tambahan pajak 75 persen yg di tagih pengusaha karaoke?? Nyanyi aja harus bayar pajak super tinggi??" tulis Hotman Paris mengutip akun Instagram @hotmanparisofficial, Minggu 14 Januari 2024.
Hotman Paris juga sebelumnya juga sempat mengunggah beberapa video di media sosialnya dengan menyorot tempat spa di Bali.
Sembari merekam, ia menyampaikan narasi perihal kenaikan pajak di dunia hiburan sembari menyolek tipis-tipis para pejabat yang diharapkan bisa segera mencari solusi terbaik atas isu ini.
Advertisement
4. Tanggapan PHRI
Ketetapan pajak hiburan yang besarannya antara 40--75 persen menuai beragam reaksi. Dari sisi pariwisata, kenaikan pajak tersebut dinilai akan memberatkan pemilik bisnis dan justru akan menghambat penyerapan tenaga kerja dan berpengaruh ke banyak sektor.
"Pariwisata itu bisnis kolaborasi, kalau bicara itu berarti ekosistemnya banyak, bukan hanya hotel dan restoran ada hiburan dan transportasi. Hiburan salah satu bagiannya dan itu aspek interest atraksi di sebuah destinasi," ungkap Sekjen Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Maulana Yusran saat dihubungi Liputan6.com melalui sambungan telepon, Selasa 16 Januari 2024.
"Jadi kalau hiburan tidak kompetitif, maka akan berdampak pada banyak aspek," sambungnya lagi.
PHRI sendiri sudah mengatakan keberatan terkait besaran pajak tersebut. Hal pertama menurutnya dalam membuat kebijakan penetapan pajak tersebut, pemerintah tidak melibatkan dunia usaha dan tidak melihat kemampuan dari wajib pajaknya.
Selain itu, persentase pajak tersebut di tiap daerah juga tidak bisa disamakan karena tiap wilayah pendapatan masyarakatnya pun berbeda. "Pajak tinggi itu biasanya untuk bisnis yang dibatasi ruangnya, tapi apakah bisnis hiburan akan dibatasi pemerintah? Padahal ini (bisnis hiburan) menyerap tenaga kerjanya banyak dan tidak membutuhkan spesial skill," Yusran mempertanyakan.
Kebijakan pajak tersebut pun dinilai besebrangan dengan keinginan pemerintah untuk bisa memperluas lapangan kerja bagi masyarakat. Sementara bisnis hiburan di Indonesia saat ini masih mendapat konotasi "negatif" sehingga mendapat tekanan pajak yang besar, padahal menurutnya tidak selalu demikian.
Lebih lanjut, Yusran mengatakan bisnis hiburan seharusnya bisa dipandang secara positif. Kalau pun terdapat pelanggaran, maka permasalahannya ada di sisi pengawasan. Di sini pemerintah punya kewenangan jika bisnis hiburan melenceng dari yang seharusnya.
"Pemerintah dan dunia usaha seharusnya bersama-sama berkolaborasi dan meningkatkan pasarnya, bukan pemerintah mau menang sendiri," sarannya.
Kenaikan pajak hiburan akan berdampak besar pada segala sektor, termasuk kelangsungan bisnis. Yusran pun menilai bahwa masih banyak permasalahan yang seharusnya menjadi fokus pemerintah dibanding menaikan pajak hiburan seperti masalah korupsi hingga perizinan.
Menurut Yusran, pemerintah juga seharusnya membenahi pemilik bisnis yang belum menunaikan pajaknya, bukan justru semakin memberatkan mereka yang sudah taat pajak dengan menaikan pajaknya. "Jangan hanya karena pemerintah ingin meraup pemasukan negara sebanyak-banyaknya, maka dunia usaha dan masyarakat sebagai pelaku ekonomi menjadi korban demi pendapatan negara," tandasnya.
5. Respons Menparekraf Sandiaga Uno
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno menuturkan, pihaknya akan sosialisasikan pajak hiburan. Namun, ia memastikan penetapan pajak bagi penyedia jasa hiburan sebesar 40-75 persen tidak akan mematikan usaha sektor pariwisata.
Ia menuturkan, kebijakan itu perlu lebih disosialisasikan kepada pelaku usaha di sektor pariwisata terutama penyedia jasa hiburan.
"Pajak hiburan ini perlu lebih kita sosialisasikan, tetapi tidak akan mematikan (usaha sektor pariwisata)," tutur Sandiaga Uno seperti dikutip dari Antara, Rabu 10 Januari 2024.
Sandiaga memastikan filosofi kebijakan pemerintah ini adalah memberdayakan dan memberikan kesejahteraan bukan mematikan usaha.
"Jadi jangan khawatir, tetap kita akan fasilitasi," ujar dia.
Sandiaga menuturkan, kenaikan tarif pajak hiburan menjadi 40-75 persen terjadi saat industri sektor pariwisata baru saja pulih setelah pandemi Covid-19.
Untuk mendukung pelaku usaha sektor pariwisata, Sandiaga mengatakan, pihaknya akan tetap menjaga iklim industri yang kondusif serta memberikan insentif. Selain itu, kemudahan kepada mereka karena sektor usaha itu membuka banyak lapangan pekerjaan.
"Kami telah menerbitkan Permenparekraf (Peraturan Menparekraf) Nomor 4 Tahun 2021 bahwa usaha pariwisata dengan risiko menengah tinggi diberikan kemudahan dan tentunya menjaga tradisi dan budaya bangsa Indonesia," ujar dia.
"Tetapi sebisa mungkin diberikan situasi iklim kondusif dan insentif karena lapangan kerja yang diciptakan sangat banyak," sambung Sandiaga.
Sandiaga Uno pun merespons positif ajakan Inul Daratista untuk mendiskusikan soal tarif pajak hiburan yang naik. Ia juga mengajak Hotman Paris Hutapea yang memprotes hal serupa bertemu muka.
"Tadi kita udah ngobrol bareng sama Mbak Rieka dan Mas Piyu. Saya sudah mengundang Bang Hotman dan dan Mba Inul. Bang Hotman mungkin di Kopi Joni, kalau Mbak Inul kayaknya serunya di karaoke Inul Vista," kata Sandiaga seusai Weekly Brief with Sandi Uno di Jakarta, Senin 15 Januari 2024.
Ia berharap pertemuan dengan Inul dan Hotman Paris itu bisa terlaksana pada minggu ini. Ia mengaku masih ada waktu kosong yang tersedia karena tidak ada agenda ke luar kota di awal minggu.
"Saya tadinya mengundang ke sini, tapi ternyata hari ini belum ada konfirmasi, karena setiap Senin, kita buka peluang bagi seluruh pihak, termasuk media juga bagi pelaku parekraf untuk curhat sampai curcol kepada kita," sambung Sandi.
Sandi mengaku penyusunan UU Nomor 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD) yang memuat aturan besaran pajak hiburan itu dilakukan terintegrasi di pemerintah. UU tersebut adalah turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang banyak ditentang masyarakat karena dinilai terlalu berpihak pada pengusaha.
"Ini muaranya UU Cipta Kerja yang diturunkan ke UU Nomor 1 Tahun 2022 yang akan diterapkan dua tahun setelah itu. Jadi memang ada jeda sekitar dua tahun untuk ada diskursus," kata dia tanpa menjawab apakah Kemenparekraf dilibatkan langsung dalam pembahasan pasal tersebut.
Sandiaga mengklaim pihaknya sudah menyosialisasikan soal itu sebelumnya. Ia sudah berdiskusi dengan para pelaku usaha hiburan, pariwisata, dan ekonomi kreatif melalui program Kata Kreatif. Namun, isu tersebut diakui baru menjadi perhatian masyarakat saat UU tersebut berlaku.
"Seperti biasa kita harus menyampaikan ini sudah menjadi topik bahasan, tapi karena perhatian masyarakat dan netizen baru, makanya kita fasilitasi agar menjadi diskusi yang memberikan kontribusi," ujarnya.
"Jangan sampai ada gelombang kesulitan diakibatkan oleh pajak yang timbul di awal tahun ini," imbuh Sandi.
Menurut Sandi, kondisi jasa hiburan di dalam negeri sudah mulai pulih. Namun, proses pemulihan masih di tahap awal.
"Pemulihan ini ibaratnya bayi yang baru berjalan habis terkena sakit. Jadi, mari kita beri asupan gizi, kita berikan nutrisi sehingga bisa tegap berdiri, berjalan, dan berlari," ucapnya.
Dia pun mengimbau agar pemerintah daerah tidak buru-buru menerapkan aturan baru pajak hiburan menurut pasal 58 UU HKPD. Pasalnya, sejumlah pihak, terutama pengusaha spa, sedang mengajukan judicial review (JR) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Prosesnya ini baru 3 Januari dimasukkan dan sedang dipersiapkan jadwal pembahasannya. Jadi, mohon kita bersabar dan di saat yang sama, mari kita gunakan kesempatan ini untuk berdiskusi mencari sebuah solusi yang memajukan industri parekraf, tetapi juga bisa membantu memperkuat keuangan negara," ucap Sandi.
Advertisement
6. Menko Airlangga Bakal Tindaklanjuti Keluhan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ikut buka suara mengenai keluhan sejumlah pihak mengenai tarif pajak hiburan termasuk spa yang naik dari 15 persen menjadi 40 persen di Bali.
Seperti diketahui, Hotman Paris Hutapea dan Inul Daratista mengeluh mengenai kenaikan tarif pajak hiburan antara 40% hingga 75%.
"Nanti saya monitor dan saya sampaikan ke pemerintah daerah," kata Menko Airlangga dikutip dari Antara, Senin 15 Januari 2024.
Menurut dia, tindak lanjut ke pemerintah daerah dilakukan karena besaran tarif pajak ditentukan oleh pemerintah kabupaten dan kota.
Ia pun sudah mendengar keluhan pelaku pariwisata termasuk pengusaha jasa hiburan dan spa di Bali terkait kenaikan tarif pajak itu.
"Nanti saya sampaikan itu (ke pemerintah daerah) kan itu karena regulasi pemda," jelas Airlangga.
7. Penjelasan DJP Kemenkeu
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memberikan jawaban atas keheranan pengacara kondang dan juga pengusaha kelas kakap Hotman Paris Hutapea mengenai tingginya pungutan pajak hiburan dan spa yang mencapai 40 persen. Pemilik saham HW Group yang bergerak sektor lifestyle ini menyebut pajak hiburan yang tinggi akan membunuh sektor pariwisata Indonesia.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat jenderal Pajak Kementerian Keuangan Dwi Astuti menjelaskan, Pajak Barang, dan Jasa Tertentu (PBJT) untuk jasa hiburan pada diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan spa adalah wewenang pemerintah daerah.
Ketentuan mengenai pajak hiburan ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD).
"Itu (pajak hiburan) pemerintah daerah ya, kalau sesuai dengan undang-undang HKPD yang tidak diatur oleh pemerintah pusat," kata Dwi kepada awak media di Gedung DJP Pusat, Jakarta, Senin 8 Januari 2024.
Mengutip Buku Pedoman Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Kementerian Keuangan, terdapat sepuluh objek pajak hiburan antara lain:
- Tontonan film
- Pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana
- Kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya
- Pameran
- Diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya
- Sirkus, akrobat, dan sulap
- Permainan bilyar dan boling
- Pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan
- Panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center)
- Pertandingan olahraga.
Isi buku itu menyebutkan, tarif pajak hiburan disesuaikan dengan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35 persen.
"Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif Pajak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75 persen," bunyi buku itu.
Sementara itu, Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Lydia Kurniawati Christyana membeberkan alasan Pemerintah menaikkan tarif pajak hiburan dengan batas bawah 40 persen dan batas atas 75 persen untuk hiburan tertentu , seperti diskotik, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa.
Lydia menjelaskan, kenaikan tersebut mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu.
"Jadi, untuk yang jasa tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu, untuk mempertimbangkan rasa keadilan," kata Lydia dalam media briefing Pajak Hiburan, di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa 16 Januari 2024.
Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha.
Lydia mengatakan, untuk penetapan tarif pajak hiburan, Pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan, dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara.
"Pemerintah itu tidak Pemerintah sendiri yang memutuskan dalam penetapan tarif ini. Pemerintah bersama dengan legislatif. Jadi ekseutif dan legislaitf itu telah mempertimbangkan berbagai masukan dari berbagai pihak," katanya.
Disamping menaikkan tarif pajak hiburan tertentu, Pemerintah melakukan penurunan tarif PBJT (Pajak Barang Jasa Tertentu) jasa kesenian dan hiburan secara umum dari semula sebesar paling tinggi 35 persen menjadi paling tinggi 10 persen.
Hal ini dilakukan untuk menyeragamkan dengan tarif pungutan berbasis konsumsi lainnya seperti makanan dan/atau minuman, tenaga listrik, jasa perhotelan, dan jasa parkir sebagai bukti komitmen pemerintah mendukung pengembangan pariwisata dan menyelaraskan dengan kondisi perekonomian.
Pemerintah juga memberikan pengecualian terkait jasa kesenian dan hiburan untuk promosi budaya tradisional dengan tidak dipungut bayaran. Hal ini menunjukkan pemerintah berpihak dan mendukung pengembangan pariwisata di daerah.
8. Kemenkeu Beri Jawaban Menohok dan Bakal Ajak Inul Daratista Cs Diskusi
Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan merespon protes pengusaha atas pengenaan pajak diskotek, karaoke, kelab malam, bar, hingga spa mulai dari 40 persen sampai dengan 75 persen. Besaran pungutan pajak ini diatur dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah atau UU HKPD.
Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah DJPK Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pengenaan besaran pajak hiburan 40 persen hingga 75 persen tersebut karena penikmat hiburan karaoke hingga spa tersebut berasal dari masyarakat kalangan tertentu.
"Bahwa untuk jasa hiburan spesial tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu. Sehingga, tidak dikonsumsi oleh masyarakat secara terbuka atau masyarakat kebanyakan," ujar Lydia dalam Media Briefing di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa 16 Januari 2024.
Lanjutnya, pengenaan pajak hiburan khusus tersebut telah mendapatkan persetujuan dari DPR RI. Dalam proses pembahasan UU HKPD bersama DPR RI disepakati bahwa besaran pungutan pajak hiburan karaoke hingga spa mulai dari 40 persen hingga 75 persen.
"Jadi, dalam dinamika pembahasan bersama DPR maka ketemu lah angka segitu," ucap Lydia.
Selain itu, kinerja keuangan bisnis karaoke, diskotek, hingga spa juga telah berhasil pulih ke level sebelum pandemi. Lydia mencatat, pendapatan pajak daerah dari hiburan khusus tersebut mencapai Rp2,4 triliun pada 2019 lalu. Sedangkan, data internal untuk tahun 2023 berjalan telah terkumpul Rp2,2 triliun.
"Jadi, 2019 total pendapatan dari pajak hiburan adalah tertentu Rp2,4 triliun. Covid 2020 turun tuh terjun Rp787 miliar. Di 2021, makin turun Rp477 miliar. Lalu covid 2022, itu naik dari Rp 477 miliar menjadi Rp1,5 triliun. Dan sekarang sudah hampir mendekati sebelum covid, data kami di 2023 sementara itu Rp2,2 triliun," bener Lydia.
Lydia menyebut bahwa UU HKPD juga tetap membuka ruang bagi pelaku usaha diskotek, karaoke, hingga spa untuk mengajukan insentif bagi yang merasa kesulitan untuk membayarkan kewajiban pajaknya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 101 UU HKPD.
Dalam pasal 101 Ayat 3 mengatur bahwa Insentif fiskal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat diberikan atas permohonan Wajib Pajak dan Wajib Retribusi atau diberikan secara jabatan oleh Kepala Daerah berdasarkan pertimbangan, antara lain:
a. kemampuan membayar Wajib Pajak dan Wajib Retribusi;
b. kondisi tertentu objek Pajak, seperti objek Pajak terkena bencana alam, kebakaran, dan/atau penyebab lainnya yang terjadi bukan karena adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh Wajib Pajak dan/atau pihak lain yang bertujuan untuk menghindari pembayaran Pajak;
c. untuk mendukung dan melindungi pelaku usaha mikro dan ultra mikro;
d. untuk mendukung kebijakan Pemerintah Daerah dalam mencapai program prioritas Daerah; dan/atau
e. untuk mendukung kebijakan Pemerintah dalam mencapai program prioritas nasional.
"Tapi, nantinya pelaku usaha bersangkutan diharuskan untuk mengajukan laporan keuangan ke pada masing-masing pemerintah daerah," pungkas Lydia.
Lydia juga mengatakan, Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan mengundang pelaku usaha, diantaranya Inul Daratista untuk mendiskusikan terkait pajak barang jasa tertentu (PBJT) jasa kesenian dan hiburan atau biasa disebut pajak hiburan.
"Kami bersama Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif akan berbicara dengan para pelaku usaha hiburan spa dan karaoke. Kemenparekraf sepakat untuk kita bicara dengan asosiasi, kami akan jadwalkan," kata dia.
Rencana pertemuan tersebut dilatarbelakangi lantaran beberapa waktu ini tarif pajak hiburan ramai diperbincangkan di media sosial, apalagi setelah Penyanyi sekaligus pemilik rumah karaoke InulVizta, Inul Daratista dan pengacara kondang Hotman Paris, angkat bicara mengenai kenaikan tarif pajak hiburan yang dinilai terlalu tinggi.
Lydia mengungkap, kenaikan itu mempertimbangkan bahwa jasa hiburan seperti diskotek, karaoke, kelab malam, bar, dan mandi uap/spa pada umumnya hanya di konsumsi masyarakat tertentu.
"Jadi, untuk yang jasa tertentu tadi dikonsumsi masyarakat tertentu, bukan masyarakat kebanyakan. Oleh karena itu, untuk mempertimbangkan rasa keadilan," terang dia.
Oleh karena itu, perlu penetapan tarif batas bawah atas jenis tersebut guna mencegah penetapan tarif pajak yang race to the bottom atau berlomba-lomba menetapkan tarif pajak rendah guna meningkatkan omset usaha.
Adapun dalam penentuan tarif pajak hiburan, Kementerian Keuangan telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, termasuk pembahasan bersama DPR.
"Pemerintah dan DPR telah mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, mendasarkan pada praktik pemungutan di lapangan dan mempertimbangkan pemenuhan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi kelompok masyarakat yang kurang mampu dan perlu mendapatkan dukungan lebih kuat melalui optimalisasi pendapatan negara," jelasnya.
Maka dengan demikian Pemerintah melalui Kementerian Keuangan sangat terbuka jika ada ketentuan yang tidak disetujui atau butuh uji materi (judicial review).
Advertisement