Sukses

Psikolog: Zodiak untuk Atribut Diri, Bukan Acuan Mutlak

Saat ini zaman telah modern dan serba digital. Namun kepercayaan pada zodiak masih kuat, khususnya generasi atau Gen Z.

Liputan6.com, Jakarta - Saat ini zaman telah modern dan serba digital. Namun kepercayaan pada zodiak masih kuat, khususnya generasi atau Gen Z. Beberapa diantaranya untuk lucu-lucuan untuk mengikuti tren di media sosial. 

Banyak pula Gen Z yang meyakini zodiak untuk menilai karakter seseorang. Psikolog klinis anak dan remaja dari Lembaga Psikologi Terapan Universitas Indonesia, Vera Itabiliana menyatakan masyarakat harus menyikapi zodiak sebagai masukan saja. Atau hanya dijadikan atribut untuk mengidentitas diri.

"Nah ini di usia remaja, di usianya Gen Z sekarang mereka butuh belongingness dalam satu kelompok kesamaan dengan orang lain, dengan satu kelompok, nah itu mereka butuh. Jadi itu boleh-boleh saja sepanjang itu hanya dijadikan sebatas masukan saja. Jadi sebagai masukan saja dalam menjalani kehidupan, tidak sebagai acuan yang mutlak," kata Vera kepada Liputan6.com.

Namun, Vera meminta agar masyarakat tetap berfokus pada realita dan fakta yang ada. Sehingga tidak menggunakan karakter zodiak sebagai acuan yang mutlak.

"Jadi tetap fokusnya adalah apa yang kita lihat secara langsung, apa yang kita rasakan, apa yang kita dengar secara langsung. Apa yang kita baca atau dapatkan dari tadi ramalan atau bahasan-bahasan tentang zodiak itu jadikan masukan saja gitu. Tapi tidak sebagai acuan mutlak," ucapnya. 

Menurut dia, dalam menjalani hidup seseorang membutuhkan berbagai acuan. Misalnya ucapan dari kedua orang tua, keyakinan agama yang dianut, hingga acuan pada karakteristik sebuah zodiak.

Kendati begitu, Vera menegaskan jika pembentukan karakter seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor. Bukan hanya dari zodiak saja. Namun cara pengasuhan orang tua juga sangat berpengaruh.

"Tidak hanya karena dia bintangnya apa, zodiaknya apa, tapi juga bagaimana pengasuhan, pengalaman dia gimana, stimulasi di masa kecil seperti apa, jadi banyak faktor tidak itu saja," ujar Vera.

Dia menambahkan, "Tapi itu kita sebutnya parapsikologi, jadi itu ilmu ilmu yang ada di pinggir pinggirnya psikologi, ada kaitannya, tapi tidak berkaitan secara scientific secara ilmiahnya memang masih perlu ditelaah lebih lanjut."

2 dari 2 halaman

Mengenal Apa Itu Introvert?

Sementara itu, World Introvert Day atau Hari Introvert Sedunia diperingati setiap 2 Januari. Dikutip dari laman introvert.day, Rabu (3/1/2024), momentum ini menjadi kesempatan bagi masyarakat di seluruh dunia untuk lebih memahami dan menghargai introvert.

Hari Introvert Sedunia pertama kali diadakan pada 2011 yang dimulai ketika psikolog dan penulis Felicitas Heyne menerbitkan merilis blog "introvert.day". Dalam laman ini, Felicitas juga membagikan tanya jawab terkait inisiasi World Introvert Day.

"Konsep Hari Introvert Sedunia muncul dari passion saya untuk mengakui dan merayakan kualitas unik introvert. Sangat penting untuk menawarkan hari di mana para introvert dapat merasa diakui dan dipahami di dunia yang didominasi oleh extrovert," jelasnya soal inspirasi terbentuknya peringatan ini.

Dikutip dari Healthline, Rabu (3/1/2024), menjadi introvert berkaitan dengan cara Anda mengumpulkan energi. Anda mungkin introvert jika Anda bersemangat karena waktu sendirian dan merasa lelah setelah interaksi sosial yang berkepanjangan. Karakter ini belum tentu sama dengan rasa malu.

Introversi sendiri bukanlah ciri kepribadian yang dapat diukur. Sebaliknya, introversi mengacu pada tingkat ekstroversi yang rendah.

Ciri-ciri kepribadian introvert:

Sejumlah faktor membantu membentuk karakteristik unik yang membentuk diri Anda, dan faktor-faktor ini juga dapat memengaruhi cara introversi muncul dalam kepribadian Anda. Dengan kata lain, tidak ada dua orang introvert yang sama persis.

Meskipun demikian, Anda mungkin mengenali introversi dalam diri Anda melalui beberapa ciri dan perilaku berikut:

Membutuhkan banyak waktu untuk diri sendiri

Apakah Anda menganggap masa-masa menyendiri penting untuk kesehatan dan kesejahteraan yang optimal? Mungkin Anda menganggap membayangkan malam yang tenang di rumah sangat menyenangkan, apakah Anda berencana menghabiskan waktu itu sekadar beristirahat atau menikmati hobi yang tenang sendirian. Jika waktu menyendiri menimbulkan perasaan damai dan lega, bukan kekecewaan dan stres, kemungkinan besar Anda lebih introvert daripada extrovert.