Sukses

Hasto Wardoyo: yang Bisa Digradasi Hanya Data BKKBN

Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diminta menyiapkan pelatihan atau training of facilitator untuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang tersebar di berbagai wilayah agar mereka lebih paham dalam melaksanakan tugas pendampingan terhadap keluarga risiko stunting.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diminta menyiapkan pelatihan atau training of facilitator untuk Tim Pendamping Keluarga (TPK) yang tersebar di berbagai wilayah agar mereka lebih paham dalam melaksanakan tugas pendampingan terhadap keluarga risiko stunting.

Permintaan itu disampaikan Asisten I Pemprov Jawa Tengah selaku Wakil Ketua Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Provinsi Jawa Tengah, Dra Ema Rachmawati, M.Hum, saat bersama jajarannya melakukan audiensi dengan Kepala BKKBN RI, Dr. (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG(K).

"Dari beberapa evaluasi kami, banyak Tim Pendamping Keluarga di desa belum terlalu paham dengan tugasnya," ungkap Ema dalam audiensi yang berlangsung di Kantor Perwakilan BKKBN Daerah Istimewa Yogyakarta, Jumat (26/01/2024), dalam keterangan diterima.

Menyadari pentingnya pelatihan tersebut, Ema mengatakan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Jawa Tengah telah mengambil inisiatif untuk menyelenggarakan pelatihan tersebut yang rencananya akan dilaksanakan akhir bulan ini.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022, prevalensi stunting Jawa Tengah tercatat 20,8 persen. Angka ini di bawah prevalensi stunting nasional sebesar 21,6 persen.

Pemprov Jawa Tengah berkomitmen untuk lebih menurunkan prevalensi stunting di wilayahnya. Untuk itu, audiensi yang dilakukan, menurut Ema, dalam rangka konsultasi terkait program percepatan penurunan stunting.

"Bagaimana agar dapat mencapai target yang ditetapkan Presiden Jokowi sebesar 14 persen. Selain juga terkaitpersiapan pelatihan bagi TPK," ujar Ema.

Dari hasil evaluasi jajarannya, Ema menyadari ada kemungkinan penerapan strategi program percepatan penurunan stunting di wilayahnya dilakukan kurang tepat. Untuk itu perlu ada evaluasi bersama.

"Karenanya, kami menyepakati ada gerakan 'care stunting', mulai dari mana dan bagaimana, mencari, menemukan dan melayani kelompok tepat sasaran, (pola) pencegahan dan (intervensi) lebih ke arah remaja, calon pengantin, dan ibu hamil. Kemudian sasaran tidak hanya ditemukan, tapi juga diedukasi," ucap Ema.

2 dari 2 halaman

Tepat Sasaran

Kepala BKKBN, Hasto Wardoyo, menanggapi curhatan Asisten I Jateng itu, menggarisbawahi apa yang dimaksud dengan tepat sasaran.

"Kalau kita bicara tepat sasaran secara ilmiah akan sama dengan tepat sasaran secara strategi. Namun secara politik akan beda-beda. Jadi, tepat sasaran harus kita kuasai. Jangan hanya tepat sasaran secara politik. Tepat sasaran itu yang dikaji masalah-masalah yang terkait dengan isu-isu publik," ujar Hasto.

Hasto juga menyinggung tentang data lembaganya, dengan setengah bertanya kenapa data BKKBN banyak dipakai untuk beragam intervensi dan penelitian, dan Badan Pusat Statistik (BPS) setuju. Menurut Hasto, ini karena data BKKBN-lah yang bisa digradasi.

"Kalau mau mengambil data seluruh kementerian/lembaga, yang bisa digradasi itu hanya data BKKBN. Kalau data BKKBN ada data umur, ada juga data pendapatan, dan ekstranya yang lain-lain juga ada," tambahnya.

Dokter Hasto juga memberikan masukan kepada Ema beserta jajaran, agar pelatihan bagi TPK yang akan dilakukan fokus pada tiga hal: pelatihan tentang makanan, pelatihan tentang pengukuran, dan pelatihan terkait sanitasi, lingkungan, dll.