Sukses

Guru Besar UIN Jakarta Berharap Sikap Akademisi Terkait Pemilu Didengar Jokowi

Ramai-ramai para akademisi termasuk guru besar sejumlah perguruan tinggi mengkritisi sikap pemerintah terkait penyelenggaraan Pemilu 2024. Guru besar UIN Jakarta berharap, sikap para civitas akademika itu didengar Presiden Jokowi untuk dijadikan pertimbangan dalam penyelenggaran pemilu yang demokratis.

Liputan6.com, Jakarta - Guru Besar Universiitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Saiful Mujani berharap pernyataan sikap para alumni dan sivitas akademika bisa didengarkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai pertimbangan dalam penyelenggaraan demokrasi pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.

"Lima poin kita sampaikan dan ini harus dihentikan, kecenderungan yang membahayakan yang menciptakan disintegrasi bangsa. Kita masih punya waktu 10 hari ke sana. Kami harap Presiden dengarkan suara bukan hanya dari kami, tapi dari berbagai komponen bangsa di tanah lain," katanya, Senin (5/2/2024).

Saiful pun mengungkapkan, alasannya mengapa baru sekarang para alumni dan akademisi UIN Jakarta menyampaikan sikapnya. Sebab, selama ini mereka masih bersabar, berharap ada perbaikan-perbaikan yang dilakukan pemerintah.

“Kita sudah cukup bersabar berharap ada perbaikan, dan kita kasih waktu, kira-kira begitu nampaknya kian memburuk situasinya. Oleh karena itu kita mengatakannya secara lebih terbuka, secara resmi pada teman-teman semua, kepada stakeholder negeri ini, bahwa keadaannya sudah sangat darurat,” ucapnya.

Seperti diketahui, para alumni hingga guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mengeluarkan pernyataan sikapnya terkait perkembangan Pemilu 2024. Setidaknya, ada lima poin yang disampaikan dalam pernyataan sikap tersebut.

Antara lain menuntut dan mendesak agar para penyelenggara pemilu, Presiden Jokowi, menteri, dan aparatur negara untuk menunjukan sikap netralitasnya selama tahapan Pemilu 2024 berlangsung.

2 dari 4 halaman

Pernyataan Sikap Alumni dan Akademisi UIN Jakarta

Satu persatu civitas akademika perguruan tinggi di Indonesia bergantian mengeluarkan pernyataan sikap terkait perkembangan politik Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Kali ini, giliran para alumni hingga guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyatakan sikapnya terkait Pemilu 2024.

Pernyataan sikap tersebut dibacakan oleh salah satu guru besar sekaligus alumni UIN Jakarta, yakni Saiful Mujani. Pada poin pertama, alumni dan sivitas akademika UIN Syarif Hidayatullah mendesak penyelenggara pemilu, baik KPU, Bawaslu, DKPP agar bekerja secara profesional dan bertanggung jawab.

"Penyelenggara pemilu dengan sungguh-sungguh memegang prinsip independen, transparan, adil, dan jujur. Menjauhkan diri dari kecenderungan berpihak, mengutamakan kepentingan politik orang perorang, kelompok, partai dan sebagainya, serta kuat dalam menghadapi kemungkinan intervensi dari pihak manapun," ujar Saiful.

Alumni dan civitas UIN Syarif Hidayatullah juga menuntut para penyelenggara pemilu untuk berani menegakkan aturan dan memastikan semua pelanggaran pemilu diselesaikan dengan semestinya sesuai aturan. Bahkan jika itu dilakukan oleh pihak yang paling berkuasa di Indonesia.

 

3 dari 4 halaman

Desak Jokowi dan Aparatnya Netral

Melihat fenomena adanya dugaan keberpihakan para menteri, aparat negara, hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada salah satu pasangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), para alumni dan civitas UIN Jakarta mendesak agar mereka segera bersikap netral.

"Mendesak presiden dan aparat negara untuk bersikap netral dan menjadi pengayom bagi seluruh kontestan pemilu. Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan wajib bersikap netral dan memfasilitasi seluruh aktivitas pemilu berdasar prinsip keadilan, sikap ini lebih dari sekadar tidak menggunakan fasilitas negara."

"Netral dalam hal ini bukan saja tidak menyatakan pilihan politiknya, tapi juga seluruh sikap dan laku diri sebagai presiden. Terutama tidak membuat kebijakan yang dapat berdampak menguntungkan secara elektoral bagi pasion tertentu," ujar Saiful.

Selain itu juga mendesak agar Presiden Jokowi dengan sungguh-sungguh mengelola pemerintahan demi kepentingan nasional, bukan demi kepentingan keluarga atau kelompok dengan mengatasnamakan kepentingan nasional.

Menurut para alumni dan civitas UIN Jakarta, aktivitas Presiden Jokowi yang akhir-akhir ini terlihat lebih condong mengutamakan kepentingan elektoral salah satu pasion bukanlah sikap seorang negarawan.

Situasi ini bukan saja dapat berdampak pada pelayanan pemerintah secara nasional, tapi juga menimbulkan ketidaksolidan dan ketidanyamanan anggota kabinet.

 

4 dari 4 halaman

Akhlak Demokrasi Merosot Sejak Putusan MK

 

"Jika situasinya terus seperti ini dikhawatirkan bisa menimbulkan instabilitas nasional. Padahal, berulangkali Presiden mengingatkan agar kita semua bergembira dalam menghadapi penyelenggaraan pemilu/pilpres 2024 ini. Namun hari demi hari, yang diperlihatkan adalah tindakan yang cenderung sebaliknya, menambah kepiluan dalam pelaksanaan pemilu/pilpres dan pengelolaan keadaban demokrasi kita," ujarnya.

Pada poin selanjutnya, civitas akademika UIN Jakarta menyatakan bahwa pengelolaan keadaban atau akhlak demokrasi sudah semestinya tidak dipandang sekadar seperangkat aturan tertulis, atau aturan tentang boleh tidak boleh.

Lebih dari itu, keadaban atau akhlak demokrasi juga berhubungan erat dengan manfaat atau mudharat bagi kepentingan masyarakat.

Sejak putusan MK atas uji materi No 90/2023 ditetapkan, keadaban atau akhlak demokrasi kita terus menerus merosot. Presiden sebagai kepala negara berkewajiban untuk menjaga dan menjadi contoh bagaimana keadaban atau akhlak berdemokrasi itu menjadi laku kehidupan bernegara.

Pada poin terakhir, alumni dan civitas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mendesak Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk bersikap independen dan profesional. Tidak menjadi alat negara yang dapat menimbulkan rasa takut dalam mengekspresikan sikap politik warga negara.