Sukses

Ramai Film Dirty Vote yang Tayang saat Masa Tenang Pemilu 2024, Jokowi Mengaku Belum Tonton

Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku belum menonton film dokumenter bertajuk "Dirty Vote" yang viral beberapa hari terakhir.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi mengaku belum menonton film dokumenter bertajuk "Dirty Vote" yang viral beberapa hari terakhir. Adapun film ini membahas tentang dugaan kecurangan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024.

"Belum (nonton dirty vote)," kata Jokowi usai mencoblos di TPS 10 RW 02, Gedung Lembaga Administrasi Negara (LAN), Kelurahan Gambir, Jakarta Pusat, Rabu (14/2/2024).

Dia mengatakan, masyarakat dapat melapor ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) apabila ada kecurangan dalam proses Pemilu 2024. Selain itu, Jokowi juga mempersilahkan mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika menemukan kecurangan.

"Semuanya kan ada mekanismenya. Kalau di lapangan kalau ada kecurangan bisa dilaporkan ke Bawaslu. Kemudian kalau masih belum ini kan masih ada gugatan lagi di MK," tutur Jokowi.

"Saya kira mekanisme itu yang harus semuanya mengikuti," sambungnya.

Sementara itu, Jokowi ingin Pemilu 2024 berjalan sengan lancar dan semua masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya. Dia berharap Pemilu 2024 bisa menjadi pesta rakyat yang bisa membawa kegembiraan.

"Ya pemilunya berjalan dengan lancar, seluruh rakyat bisa menggunakan hak pilihnya dengan baik dan semuanya berlangsung dengan jurdil, luber dan aman. Itu yang kita harapan," jelas Jokowi.

Diketahui, film Dirty Vote tayang pada Minggu siang 11 Februari 2024 dirilis oleh rumah produksi WatchDoc di platform YouTube.

Film tersebut menampilkan tiga pakar hukum tata negara, yaitu Zainal Arifin Mochtar dari Universitas Gadjah Mada, Feri Amsari dari Universitas Andalas, dan Bivitri Susanti dari Sekolah Tinggi Hukum (STH) Indonesia Jentera.

Tiga pakar itu secara bergantian dan bersama-sama menjelaskan rentetan peristiwa yang diyakini bagian dari kecurangan pemilu. Film itu merupakan karya sutradara Dandhy Dwi Laksono.

Dalam beberapa bagian, ketiga pakar juga mengkritik Bawaslu yang dinilai tidak tegas dalam menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran pemilu. Alhasil menurut mereka, tidak ada efek jera sehingga pelanggaran pemilu cenderung terjadi berulang.

 

2 dari 3 halaman

Edukasi untuk Masyarakat

Sutradara "Dirty Vote" Dandhy Dwi Laksono menyebut filmnya itu sebagai bentuk edukasi untuk masyarakat terutama beberapa hari sebelum mereka menggunakan hak pilihnya saat pemungutan suara pada 14 Februari 2024.

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tetapi hari ini saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," kata Dandhy.

Dia menjelaskan film itu digarap dalam waktu sekitar 2 minggu, yang mencakup proses riset, produksi, penyuntingan, sampai rilis. Pembuatannya, dia menambahkan, melibatkan 20 lembaga, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Bangsa Mahardika, Ekspedisi Indonesia Baru, Ekuatorial, Fraksi Rakyat Indonesia, Perludem, Indonesia Corruption Watch, JATAM, Lokataru, LBH Pers, WALHI, Yayasan Kurawal, dan YLBHI.

Dalam waktu kurang lebih 8 jam setelah siar di YouTube, film itu saat ini telah dilihat satu juta lebih orang dan dan disukai oleh 117.000 lebih pengguna YouTube.

 

3 dari 3 halaman

Bawaslu soal Film Dirty Vote: Silakan Kritik Kami, Apa yang Diungkap Adalah Hak Konstitusi

Sementara itu, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) angkat suara soal film dokumenter Dirty Vote yang mengungkap sejumlah kecurangan-kecurangan dalam Pemilu 2024.

“Teman-teman jika mengkritisi Bawaslu silakan saja, tidak ada masalah bagi Bawaslu selama kami melakukan tugas dan fungsi sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” kata Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menjawab pertanyaan wartawan saat jumpa pers di Jakarta, Minggu 11 Februari 2024.

Menurut Bagja, Bawaslu dan jajaran pengawas pemilu di daerah sejauh ini telah melakukan tugasnya dengan baik. Oleh karena itu, dia menyerahkan penilaian atas kinerja Bawaslu itu sepenuhnya kepada masyarakat.

“Alhamdulillah, silakan kritik kami. Proses sedang berjalan, kami tidak ingin proses-proses ini dianggap tidak benar. Namun, pada titik ini Bawaslu sudah melakukan tugas fungsinya dengan baik, tetapi tergantung masyarakat juga, perspektif masyarakat silakan. Kami tidak bisa meng-drive perspektif masyarakat,” kata Bagja.

Dia pun menghormati kebebasan berpendapat yang menjadi hak setiap warga negara.

“Apa yang diungkapkan oleh teman-teman adalah hak yang dilindungi konstitusi, demikian juga hak dan tugas Bawaslu dijamin, diatur oleh undang-undang,” ujarnya. Dilansir dari Antara.