Liputan6.com, Jakarta - Langit pagi Indonesia pada hari ini, Rabu (21/2/2024) diprediksi sebagiannya cerah, berawan, cerah berawan, kabut, dan hujan ringan. Demikianlah prakiraan cuaca Indonesia hari ini.
Hujan dengan intensitas ringan pagi hari ini diprediksi turun di Palangkaraya, Kupang, Kota Jayapura, dan Pekanbaru, seperti laporan cuaca Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).
Baca Juga
Pada siang hari, sebagian cuaca Indonesia diprakirakan cerah, berawan, cerah berawan, berawan tebal, hujan ringan, hujan sedang, dan hujan petir.
Advertisement
Sejumlah wilayah Indonesia yang diprediksi diguyur hujan berintensitas ringan siang nanti di antaranya Bengkulu, Gorontalo, Bandung, Semarang, dan Kendari, serta hujan sedang di Pangkal Pinang.
Waspada hujan petir diprakirakan bakal ada di langit wilayah Yogyakarta, Pontianak, Banjarmasin, dan Bandar Lampung siang hari nanti.
Sedangkan di malam hari nanti, wilayah Indonesia sebagiannya diprediksi cerah, berawan, cerah berawan, dan hujan ringan, kecuali waspada hujan petir di Jambi.
Beberapa wilayah di Indonesia yang diprakirakan turun hujan dengan intensitas ringan malam nanti yaitu Denpasar, Serang, Bandung, Surabaya, Palangkaraya, Kupang, dan Kota Jayapura.
Berikut informasi prakiraan cuaca Indonesia selengkapnya yang dikutip Liputan6.com dari laman resmi BMKG www.bmkg.go.id:
 Kota |  Pagi |  Siang |  Malam |
 Banda Aceh |  Cerah |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Denpasar |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |
 Serang |  Cerah Berawan |  Berawan |  Hujan Ringan |
 Bengkulu |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Yogyakarta |  Cerah Berawan |  Hujan Petir |  Berawan |
 Jakarta Pusat |  Cerah Berawan |  Berawan Tebal |  Berawan |
 Gorontalo |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Cerah Berawan |
 Jambi |  Kabut |  Berawan |  Hujan Petir |
 Bandung |  Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Semarang |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Surabaya |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |
 Pontianak |  Berawan |  Hujan Petir |  Berawan |
 Banjarmasin |  Cerah Berawan |  Hujan Petir |  Berawan |
 Palangkaraya |  Hujan Ringan |  Berawan |  Hujan Ringan |
 Samarinda |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Tarakan |  Berawan |  Cerah |  Cerah |
 Pangkal Pinang |  Berawan |  Hujan Sedang |  Berawan |
 Tanjung Pinang |  Cerah Berawan |  Berawan |  Cerah Berawan |
 Bandar Lampung |  Berawan |  Hujan Petir |  Berawan |
 Ambon |  Cerah Berawan |  Berawan |  Berawan |
 Ternate |  Berawan |  Berawan |  Cerah Berawan |
 Mataram |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |
 Kupang |  Hujan Ringan |  Berawan |  Hujan Ringan |
 Kota Jayapura |  Hujan Ringan |  Berawan |  Hujan Ringan |
 Manokwari |  Berawan |  Berawan |  Hujan Ringan |
 Pekanbaru |  Hujan Ringan |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |
 Mamuju |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Berawan |
 Makassar |  Cerah |  Cerah Berawan |  Berawan |
 Kendari |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
 Manado  |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Berawan |
 Padang |  Cerah Berawan |  Cerah Berawan |  Berawan |
 Palembang |  Kabut |  Berawan |  Hujan Ringan |
 Medan |  Cerah Berawan |  Hujan Ringan |  Hujan Ringan |
Hasil Kajian Iklim BRIN Periode 2021-2050, Cuaca Ekstrem Alami Peningkatan Signifikan
Sebelumnya, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan perubahan iklim menunjukkan cuaca ekstrem mengalami peningkatan signifikan khusus wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI).
Pernyataan BRIN itu mengacu kepada hasil kajian perubahan iklim periode 2021-2050 dengan teknik dynamic downscaling resolusi tinggi dari tim periset, menunjukkan kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan.
Peneliti Ahli Utama Klimatologi dan Perubahan Iklim, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Erma Yulihastin, menjelaskan bahwa kekeringan dan hujan ekstrem mengalami peningkatan signifikan, berdampak pada wilayah Sumatra bagian tengah dan selatan.
"Untuk Pulau Jawa, sebagian besar wilayah terancam mengalami suhu maksimum yang lebih tinggi dan suhu minimum yang lebih rendah khususnya untuk pantura Jawa Timur," ujar Erma dalam keterangan tertulisnya, Bandung, 1 Februari 2024.
Erma mengatakan kekeringan ekstrem di masa mendatang juga berdampak pada wilayah Kalimantan bagian tengah, timur dan selatan (termasuk IKN). Sedangkan Kalimantan bagian barat diproyeksikan mengalami hari-hari yang lebih basah.
Advertisement
Ada Variasi Fase Hujan
Selain kajian proyeksi perubahan iklim tersebut, Erma menjelaskan kajian klimatologis terkini mengenai karakteristik hujan tahunan dan musiman di Indonesia juga diperlukan.
Hal ini sebagai bentuk validasi agar indikasi perubahan iklim yang terjadi secara aktual saat ini di Indonesia dapat dipetakan dengan lebih baik, khususnya dalam hal perubahan pada pola musim dan cuaca ekstrem.
"Kajian mengenai indikasi perubahan hujan diurnal menjadi kunci penting untuk memahami pola cuaca ekstrem yang terjadi di BMI selama dekade terkini sebagai dampak dari pemanasan global," kata Erma.
Pada dasarnya terang Erma, pola hujan diurnal di BMI mengikuti pola umum hujan di darat yang dipengaruhi oleh angin darat-laut dan gelombang gravitasi sehingga fase kejadian hujan adalah sore hari di atas darat dan pagi hari di atas laut.
Namun demikian, lanjut Erma, terdapat variasi fase hujan diurnal sehingga hujan maksimum di darat terjadi pada dini hari dengan frekuensi yang signifikan setara dengan 20 persen untuk wilayah di utara Jawa bagian barat termasuk DKI Jakarta.
Hujan dini hari yang turun dengan intensitas tinggi atau ekstrem (P99th) tersebut bahkan telah dibuktikan merupakan penyebab banjir besar di Jakarta pada 2007, 2013, 2014, 2020.
"Hasil kajian kami menunjukkan karakteristik utama hujan dini hari yang terjadi di utara Jawa bagian barat, yaitu pertama, hujan mengalami propagasi yang kuat dari laut menuju darat maupun sebaliknya. Kedua, keacakan dalam hal fase terjadinya hujan pada rentang waktu dini hari antara 01.00–04.00 WIB. Ketiga, hujan dini hari memiliki keterkaitan yang kuat dengan hujan ekstrem yang memicu banjir besar di DKI Jakarta," ucap Erma.
Dengan adanya kajian ini, Erma Yulihastin mengusulkan agar Indonesia membentuk Komite Cuaca Ekstrem.
Perkuat Hilirisasi Informasi Peringatan Dini Cuaca
Menurut Erma, kolaborasi yang erat dari hulu ke hilir antara BRIN-BMKG-BNPB-BPBD-Pemda-Relawan dan Media dalam sebuah forum bersama atau komite sudah saatnya dibangun sebagai bagian dari langkah strategi nasional melakukan mitigasi dan antisipasi dampak cuaca ekstrem yang semakin meluas akibat perubahan iklim.
"Di luar negeri, kita dapat mencontoh negara-negara federal di Amerika Serikat yang memiliki Komite Khusus Cuaca Esktrem beranggotakan ilmuwan, prakirawan, politisi yang merupakan wakil pemerintah pusat dan pemerintah daerah setempat, serta menggandeng media, LSM dan relawan," jelas Erma.
Erma menyebutkan bahwa komite ini bisa dibuat dalam sebuah program strategis nasional yang dinamakan Bangsa Siaga Cuaca atau Weather-Ready Nation (WRN) yang sebenarnya juga diinisiasi oleh badan cuaca dunia yaitu World Meteorological Organization (WMO).
Tujuan utama WRN tak sekadar memperkuat hilirisasi informasi peringatan dini cuaca ekstrem semata, tapi juga melakukan edukasi secara intensif dan meluas kepada publik.
Dijelaskan Erma, melalui komite tersebut juga dapat dirumuskan program-program penting untuk edukasi publik, membangun simpul-simpul relawan yang efektif dan berdaya jangkau luas dengan engagement yang signifikan, serta secara aktif bekerja terus menerus dalam membangun kesadaran publik.
"Penting untuk dipahami, berbeda dengan jenis bencana alam lain seperti gempa dan tsunami, cuaca ekstrem adalah jenis bencana alam yang paling dinamis dan paling sering terjadi, sehingga butuh terus-menerus untuk keep up to date. Bahkan informasi prediksi cuaca ekstrem pun harus terus-menerus diperbarui, idealnya dua kali dalam sehari, mengikuti dinamika cuaca yang berubah-ubah setiap waktu," sebut Erma.
Advertisement
Tantangan Terbesar
Erma meyakini tantangan terbesar keilmuan meteorologi dan klimatologi adalah menghasilkan model prediksi hujan yang akurat untuk wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI).
Oleh karena itu, Erma menginginkan semua bentuk studi dari hulu ke hilir yang berkaitan dengan meteorologi dan klimatologi sama-sama memiliki tujuan akhir agar dapat menghasilkan prediksi cuaca ekstrem yang lebih baik.
"Menyongsong Indonesia emas 2045 dan dalam rangka mencapai target menjaga suhu bumi tidak melampaui 1,5 derajat Celsius pada 2050, di bagian hulu, Indonesia harus segera menguasai teknologi prediksi cuaca dan iklim," ucap dia.
"Informasi-informasi prediksi cuaca di Indonesia sudah saatnya dihasilkan dari kemampuan periset-periset andal bangsa ini dalam menghasilkan data-data prediksi resolusi tinggi dan akurat untuk memperkuat sistem peringatan dini bencana terkait cuaca ekstrem di Indonesia,"Â jelas Erma.Â