Sukses

Sengketa Pemilu Seharusnya Dibawa ke MK, Bukan Diwacakan ke Hak Angket

Sejumlah pihak mewacanakan untuk mengelar hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Hal ini menuai dukungan, tapi tak sedikit juga yang menolak adanya usulan tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Sejumlah pihak mewacanakan untuk mengelar hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024. Hal ini menuai dukungan, tapi tak sedikit juga yang menolak adanya usulan tersebut.

Pengamat Politik Citra Institute Efriza menilai, memakai cara hak angket DPR untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu hanya buang-buang waktu saja. Dia menuturkan, bagi yang tak puas terhadap pelaksanaan Pemilu bisa ke Mahkamah Konstitusi (MK) atau lembaga pengawas Pemilu.

"Sengketa Pemilu semestinya memang diproses diberbagai lembaga penyelenggara Pemilu seperti Bawaslu, DKPP, dan proses sengketa MK. Ketimbang berlarut-larut di DPR," kata Efriza dalam keterangannya, Jumat (23/2/2024).

Dia mengatakan, sebaiknya MK difungsikan agar proses dari Pemilu cepat selesai, di mana legitimasi rakyat diterima dan pemerintahan bisa berjalan. Terlebih, saat ini bisa saja terjadi perbedaan koalisi.

"Apalagi jika ternyata partai-partai koalisinya malah berubah haluan menjadi pendukung pemerintah, jadi percuma juga prosesnya," ungkap Efriza.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra mengatakan, untuk mengatasi ketidakpuasaan akan Pemilu 2024, maka bukan dengan menggunakan hak angket, melainkan dibawa ke Mahkamah Kostitusi.

"Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam Pemilu, dalam hal ini Pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil Pemilu yang harus diselesaikan melalui Mahkamah Konstitusi," kata dia dalam keterangannya, Kamis (22/2/2024).

Yusril menerangkan, berdasarkan Pasal 24C UUD NRI 1945 dengan jelas menyatakan, salah satu kewenangan MK adalah mengadili perselisihan hasil pemilihan umum, dalam hal ini Pilpres pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya final dan mengikat.

 

 

2 dari 3 halaman

Cara Efektif

Dia pun mengungkapkan, UUD 1945 jelas telalah memikirkan bagaimana cara yang paling singkat dan efektif untuk menyelesaikan perselisihan hasil Pemilu, yakni melalui badan peradilan yaitu Mahkamah Konstitusi.

Hal ini dimaksudkan agar perselisihan itu segera berakhir dan diselesaikan melalui badan peradilan agar tidak menimbulkan kevakuman kekuasaan jika pelantikan Presiden baru tertunda karena perselisihan yang terus berlanjut.

"Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan Pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” jelasnya.

“Penggunaan angket dapat membuat perselisihan hasil Pilpres berlarut-larut tanpa kejelasan kapan akan berakhir. Hasil angket pun hanya berbentuk rekomendasi, atau paling jauh adalah pernyataan pendapat DPR," tegas Yusril.

 

3 dari 3 halaman

Ciptakan Kepastian Hukum

Putusan MK dalam mengadili sengketa Pilpres akan menciptakan kepastian hukum.

Sementara penggunaan hak angket DPR akan membawa negara ini ke dalam ketidakpastian, yang potensial berujung kepada chaos yang harus kita hindari.

"Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran. Proses pemakzulan itu memakan waktu relatif panjang, dimulai dengan angket seperti mereka rencanakan dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa Presiden telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 7B UUD 45," tandas Yusril.

Video Terkini