Sukses

Mengaku Dapat Ancaman, Korban Bullying SMA Binus Serpong Minta Perlindungan LPSK

Korban perundungan dan kekerasan yang dilakukan siswa SMA Binus Internasional, BSD Kota Tangsel, mengaku mendapat ancaman-ancaman via media sosial dan telepon.

Liputan6.com, Jakarta - Korban perundungan dan kekerasan (Bullying) yang dilakukan siswa SMA Binus Internasional, BSD Kota Tangsel, mengaku mendapat ancaman-ancaman via media sosial dan telepon. Hal itu diungkap oleh tim hukum P2TP2A Kota Tangsel, M Rizki Firdaus.

Rizki mengatakan, korban beberapa kali sempat menerima telepon via aplikasi line terkait pemberitaan yang beredar.

“Jadi ada beberapa kali telepon lewat line. Terus lebih ke pemberitaan-pemberitaan yang beredar di twitter (X)," ungkap tim hukum P2TP2A Kota Tangsel, M Rizki Firdaus.

Selain itu, korban juga cerita kepadanya, bila di media sosial berseliweran distorsi informasi yang sengaja dihembuskan oleh akun anonim.

"Kok di sini ada berita dia yang tidak linear dengan kasusnya,” jelas Rizki.

Untuk itu, keluarga korban dan tim hukumnya beranggapan perlunya untuk memperoleh jaminan perlindungan korban dari lembaga resmi negara.

“Kalau misalkan anak ini sudah bisa sekolah di kemudian hari, siapa yang bisa jamin engga ada shadow dari pelaku di sekolah makanya kita butuh perlindungan dari LPSK,” ujarnya.

Rizki mengaku kedatangannya bersama keluarga korban ke LPSK telah diterima dengan baik. Berdasarkan aturan dalam 5 hari kerja LPSK akan memberikan assessment terhadap kasus perundungan yang melibatkan 11 anak terduga pelaku l.

“LPSK menerima laporan kita dan akan memberikan assessment dalam 5 hari kerja kalau paramater atau indikator bisa diterima sama LPSK itu hal yang sudah masuk semua. Jadi point sudah dapat,"ujarnya.

2 dari 3 halaman

Pelaku Bullying Dikeluarkan, Kuasa Hukum Harap Kasus Binus School Diselesaikan Kekeluargaan

Sebelumnya, Kasus perundungan atau bullying yang terjadi di Binus School Serpong viral di media sosial. Beragam pihak menyesalkan peristiwa kekerasan yang terjadinya.

Pihak sekolah pun mengeluarkan siswa yang terlibat kasus perundungan tersebut. Keputusan ini turut disesalkan Kuasa Hukum anak inisial M, Bontor Tobing.

Ia menilai Binus School Serpong untuk bertanggung jawab atas kasus tersebut. Mengingat fungsi pembinaan dan pengawasan yang dilakukan pihak sekolah tidak berjalan.

"Dasarnya pembiaran terhadap kumpulan anak-anak sekolah di warung. Karena pengakuan siswa, Geng Tai sudah 9 tahun berdiri di Binus, tempat kumpul-kumpulnya di Warung Ibu Gaul," ungkap Bontor dikutip Jumat (23/2/2024).

Tak hanya itu, dirinya pun menyesalkan Binus School Serpong yang mengambil keputusan sepihak terkait klarifikasi atas kasus bullying pada 2 dan 13 Februari 2024. Anak-anak  diungkapkannya diperiksa pihak sekolah tanpa didampingi orangtua pada tanggal 15 dan 16 Februari 2024.

"Binus secara sepihak melakukan klarifikasi langsung kepada anak-anak tanpa didampingi orangtua atau para pihak yang berkepentingan dalam permasalahan ini," ungkapnya.

3 dari 3 halaman

Panggil Orangtua

Selanjutnya, pihak sekolah memanggil orangtua dari anak-anak yang terlibat kasus bullying pada 20 Februari 2024. Ketika itu, Binus School Serpong menawarkan dua pilihan terkait kasus tersebut, yakni mengeluarkan anak-anak dari sekolah atau anak-anak mengundurkan diri.

"Opsi tersebut bisa dibilang sebagai pemaksaan untuk mengundurkan diri, karena kalau di DO tidak bisa urus paket C," imbuh Bontor.

Atas hal tersebut, Bontor menyesalkan peristiwa yang terjadi. Dirinya pun menyampaikan empatinya kepada orangtua dan anak-anak, baik korban maupun terlapor.

"Semua anak-anak ini menjadi korban, termasuk terlapor yang kehilangan masa depannya, karena dikeluarkan dari sekolah jelang ujian akhir," ungkap Bontor.

"Harusnya masalah ini dapat diselesaikan secara kekeluargaan dengan adanya pertemuan para pihak yaitu sekolah, kepolisian, korban, pelaku dan para orangtua. Kalaupun ada hukuman agar lebih kepada fungsi pembinaan, karena selama ini juga anak-anak sudah dihakimi sepihak di medsos," jelasnya.