Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR RI yang juga politikus senior PKS Hidayat Nur Wahid, mengkritik rencana Menteri Agama yang ingin menjadikan pencatatan nikah seluruh agama terpusat di Kantor Urusan Agama (KUA).
HNW sapaan akrabnya, menjelaskan rencana tersebut tidak sesuai dengan filosofi sejarah KUA di Indonesia, aturan yang berlaku termasuk amanat UUD NRI 1945, dan justru malah bisa menimbulkan masalah sosial dan psikologis di kalangan non Muslim, dan bisa menimbulkan inefisiensi prosedural.
Baca Juga
"Usulan Menag itu jadi ahistoris dan bisa memicu disharmoni ketika pihak calon pengantin non Muslim diharuskan pencatatan nikahnya di KUA yang identik dengan Islam. Faktor sejarah terkait pembagian pencatatan pernikahan itu harusnya dirujuk, agar niat baik Menag tidak malah offside atau melampaui batas. Apalagi soal menjadikan KUA sebagai tempat pencatatan nikah bagi semua Agama yang berdampak luas dan melibatkan semua umat beragama belum pernah dibahas dengan Komisi VIII DPR-RI,” kata HNW dalam keterangannya, Selasa (27/2/2024).
Advertisement
Dia menjelaskan, asal muasal KUA adalah institusionalisasi dari jabatan Penghulu yang jauh sebelum kemerdekaan Indonesia sudah bertugas mencatatkan pernikahan dan urusan keagamaan lainnya bagi warga Muslim.
Adapun bagi non Muslim, lanjutnya, dicatatkan langsung kepada Pemerintah melalui dinas Pencatatan Sipil (Capil), dalam rangka toleransi dan menghargai keragaman umat beragama, dan juga untuk memudahkan mereka baik secara psikologis maupun sosial.
“Secara mendasar, hal itu sesuai ketentuan Pasal 29 UUD NRI 1945 yang jelas mengamanatkan Negara untuk menjamin agar tiap penduduk dapat beribadat menurut agama dan kepercayaan masing-masing,” kata dia.
HNW menjabarkan, berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 34 Tahun 2016, Kantor Urusan Agama Kecamatan merupakan unit pelaksana Teknis pada Kementerian Agama, berada dibawah dan bertanggungjawab kepada Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam.
Identik dengan Umat Islam
Ia merasa heran lantaran usulan Menteri Agama agar KUA juga mengurusi pencatatan nikah semua agama, disampaikan juga pada Raker Ditjen Bimas Islam.
"Sangat disayangkan di Forum Raker dengan Bikas Islam yang harusnya mengutamakan pembahasan peningkatan layanan untuk Masyarakan Islam, justru digunakan untuk membahas yang bukan lingkup tugas dan tanggung jawab Bimbingan Masyarakat Islam," ujar HNW.
HNW menilai, KUA identik dengan Umat Islam, sehingga akan menimbulkan beban psikologis serta ideologis bagi Non Muslim jika harus mengurus pernikahan ke KUA.
"Di tengah fenomena banyaknya perzinahan dan kasus penyimpangan seksual lainnya, Pemerintah harusnya memudahkan pernikahan sesuai UU Pernikahan, baik melalui peningkatan layanan, perampingan syarat administratif, pemenuhan hak KUA dan sebagainya, bukan justru merubah aturan yang tidak hanya mempersulit kinerja KUA,“ kata sia.
“Saya dan Fraksi PKS mendesak agar Menag lebih fokus pada maksimalisasi peran dari Bimas Islam khususnya KUA,” pungkasnya.
Advertisement
Untuk Memudahkan
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengatakan rencana Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi tempat pernikahan semua agama ditujukan untuk memberikan kemudahan bagi masyarakat non-Islam.
Pasalnya, selama ini pemeluk agama non-Islam mencatatkan pernikahan di catatan sipil.
"Selama ini kan saudara-saudara kita non-Islam mencatatkan pernikahannya di catatan sipil. Kan gitu. Kita kan ingin memberikan kemudahan. Masak enggak boleh memberikan kemudahan kepada semua warga negara?," kata Yaqut kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (26/2/2024).
Dia mengatakan Kemenag ingin KUA dapat mencatatkan pernikahan untuk semua agama. Yaqut menyebut KUA merupakan wajah Kemenag sehingga seyogyanya bisa melayani semua agama di Indonesia.
"KUA ini adalah etalase Kementerian Agama ya. Kementerian Agama kan kementerian untuk semua agama, KUA juga memberikan pelayanan keagamaan pada umat agama non-Islam," ujarnya.