Sukses

Korban Dugaan Pelecehan Seksual Rektor Nonaktif Universitas Pancasila Jalani 600 Pertanyaan

Tes yang dijalani kedua korban bertujuan untuk mengukur mental kedua korban atas dugaan pelecehan seksual yang dilakukan rektor nonaktif Universitas Pancasila.

 

 

Liputan6.com, Jakarta - Kedua korban kasus dugaan pelecehan seksual rektor nonaktif Universitas Pancasila, yakni RZ dan D mengikuti rangkaian tes psikologi forensik di RS Polri Kramat Jati, Jakarta. Kedua korban menjalani ratusan pertanyaan yang diberikan rumah sakit Polri.

Kuasa Hukum Korban, Amanda Manthovani mengatakan, kedua korban sudah mendatangi RS Polri sejak pukul 08.30 WIB sampai 12.00 WIB. Korban menjalani serangkaian tes psikologi forensik korban D usai membuat laporan di kepolisian.

“Tes nya secara tertutup tapi ada pertanyaan sebanyak 600,” ujar Amanda, Selasa (27/2/2024).

Amanda menjelaskan, korban harus mengisi ratusan pertanyaan berupa pilihan ganda. Nantinya korban akan menjalani tes lanjutan sedangkan korban RZ sudah menjalani tes psikologi namun hasilnya belum keluar.

“Enggak sekali ya, ada beberapa tahap,” jelas Amanda.

Tes yang dijalani kedua korban bertujuan untuk mengukur mental kedua korban atas dugaan pelecehan seksual yang dilakukan rektor nonaktif Universitas Pancasila. Nantinya dari hasil tes tersebut akan diketahui mental korban atas pengaruh dari pelecehan yang dialaminya.

“Jadi ini lebih ke mental korban sih,” terang Amanda.

Pada pemberitaan sebelumnya, Pengacara Rektor Universitas Pancasila (UP) ETH, Raden Nanda Setiawan menyebut, laporan kasus dugaan pelecehan seksual yang dilayangkan dua orang korban terhadap kliennya terlalu janggal. Pasalnya, laporan tersebut dibuat tengah proses pemilihan rektor baru.

“Isu pelecehan seksual yang terjadi 1 tahun lalu, terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru,” kata dia dalam keterangan tertulis, Minggu (25/2/2024).

 

2 dari 2 halaman

Pengacara Minta Kedepankan Asas Praduga Tak Bersalah

Raden menjelaskan, setiap orang bisa mengajukan laporan ke kepolisian. Namun, yang perlu digarisbawahi ancaman hukuman bagi siapa saja yang membuat laporan mengada-ngada.

“Kita ketahui laporan atas suatu peristiwa fiktif akan ada konsekuensi hukumnya,” ujar dia.

Raden kemudian mengingatkan setiap pihak untuk tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“Terhadap isu hukum atas berita yang beredar tersebut kita harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah (presumption of innocent),” ungkapnya.

Ia pun menyebut, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada kepolisian. “Saat ini kami sedang mengikuti proses atas laporan tersebut. Kita percayakan kepada pihak kepolisian untuk memproses secara profesional,” tandas dia.