Sukses

7 Fakta Terkait Santri di Kediri Meninggal Dunia Diduga Jadi Korban Penganiayaan

Seorang santri di salah satu pondok pesantren di Kediri, kembali ke rumah orangtuanya dalam kondisi meninggal dunia di Desa Kendung Lembu, Kecamatan Karangharjo, Banyuwangi.

Liputan6.com, Jakarta - Belum lama ini viral video kemarahan keluarga korban santri kepada pria yang mengantarkan jenazah pulang ke Banyuwangi, Jawa Timur (Jatim).

Video itu beredar di media sosial hingga grup WhatsApp. Korban santri itu diketahui meninggal dunia pada Jumat siang 23 Februari 2024.

Santri itu kembali ke rumah orang tuanya dalam kondisi meninggal dunia di Desa Kendung Lembu, Kecamatan Karangharjo, Banyuwangi.

Sejumlah kejanggalan ditemukan pihak keluarga saat jenazah tersebut tiba di rumah duka, dengan diantar pihak perwakilan pondok pesantren. Kematian korban yang masih berusia 14 tahun tersebut kini mengundang tanda tanya.

Seorang santri di salah satu pondok pesantren di Kediri, kembali ke rumah orangtuanya dalam kondisi meninggal dunia di Desa Kendung Lembu, Kecamatan Karangharjo, Banyuwangi.

Remaja usia 14 tahun tersebut pulang ke rumah dalam kondisi meninggal dunia saat menuntut ilmu di sebuah Pondok Pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri.

Namun ada sejumlah kejanggalan dari kematian korban tersebut. Menurut kakak kandung korban Mia Nur Khasanah (22) Kejanggalan itu diantaranya, perwakilan pesantren menyatakan korban meninggal akibat terjatuh dari kamar mandi, selain itu kain kafan korban tidak boleh dibuka.

"Ada darah yang menembus kain kafan adik saya. Ada juga luka lebam, luka bekas sundutan rokok, luka jeratan di leher dan hidung patah, pihak pondok menutup-nutupi peritiwa ini," ujar Mia, Senin 26 Februari 2024.

Sementara itu, aparat kepolisian Resor Kediri Kota, Jawa Timur menangkap empat santri salah satu pondok pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, terkait kasus teman mereka yang meninggal dunia diduga karena dianiaya.

Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji mengemukakan polisi menindaklanjuti laporan keluarga. Kendati laporannya di Banyuwangi, Polres Kediri Kota tetap menindaklanjuti dengan melakukan olah tempat kejadian perkara serta pemeriksaan sejumlah saksi.

"Kasus ini terjadi di salah satu pondok pesantren di Mojo, Kabupaten Kediri. Kami tetapkan empat tersangka dan kami lakukan penahanan untuk proses penyelidikan lebih lanjut," kata Bramastyo.

Berikut sederet fakta terkait kasus dugaan penganiayaan santri di pondok pesantren di Kediri hingga meninggal dunia dihimpun Liputan6.com:

 

2 dari 8 halaman

1. Ditemukan Sundutan Rokok dan Jeratan Leher pada Tubuh Santri

Seorang santri di salah satu pondok pesantren di Kediri, Jawa Timur, kembali ke rumah orangtuanya dalam kondisi meninggal dunia di Desa Kendung Lembu, Kecamatan Karangharjo, Banyuwangi.

Sejumlah kejanggalan ditemukan pihak keluarga saat jenazah tersebut tiba di rumah duka, dengan diantar pihak perwakilan pondok pesantren. Kematian korban yang masih berusia 14 tahun tersebut kini mengundang tanda tanya.

Remaja usia 14 tahun tersebut pulang ke rumah dalam kondisi meninggal dunia saat menuntut ilmu di sebuah Pondok Pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri.

Namun ada sejumlah kejanggalan dari kematian korban tersebut. Menurut kakak kandung korban Mia Nur Khasanah (22) Kejanggalan itu diantaranya, perwakilan pesantren menyatakan korban meninggal akibat terjatuh dari kamar mandi, selain itu kain kafan korban tidak boleh dibuka.

"Ada darah yang menembus kain kafan adik saya. Ada juga luka lebam, luka bekas sundutan rokok, luka jeratan di leher dan hidung patah, pihak pondok menutup-nutupi peritiwa ini," ujar Mia, Senin 26 Februari 2024.

Mia meyakini kematian adiknya itu tidak wajar dan ada unsur penganiayaan.

"Ini pasti dianiaya, tidak mungkin kalau hanya jatuh di kamar mandi,” tambahnya.

Dengan kejanggalan yang ditemukan ini, pihak keluarga memutuskan untuk melaporkan hal tersebut pada Polsek Glenmore yang kemudian diteruskan pada Polresta Banyuwangi. Jasad korban dibawa ke RSUD Blambangan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

 

3 dari 8 halaman

2. Terungkap dari Video Viral, Keluarga Sebut Bintang Tewas Diduga Dianiaya

Sebelumnya kasus ini terungkap setelah viral video kemarahan keluarga korban kepada pria yang mengantarkan jenazah korban pulang ke Banyuwangi.

Video itu beredar di media sosial hingga grup WhatsApp. Korban diketahui meninggal dunia pada Jumat siang 23 Februari 2024.

Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji mengatakan pihaknya sedang melakukan penyelidikan kasus itu. Pihaknya mengetahui peristiwa ini saat Polresta Banyuwangi melakukan koordinasi dengan Polres Kediri Kota.

"Kami masih koordinasi dengan Polresta Banyuwangi untuk penyelidikan dugaan kasus penganiayaan ini," tutur Bramastyo.

Pihak keluarga menduga, Bintang meninggal dunia karena dianiaya bukan karena terjatuh dari kamar mandi seperti yang disampaikan oleh pihak pondok pesantren.

"Ada luka lebam dan sundutan rokok di sekujur tubuh, ditambah ada luka seperti jeratan di leher. Hidungnya juga terlihat patah. Ini sudah pasti bukan jatuh tapi dianiaya," kata Mia Nur Khasanah (22) kakak kandung korban.

 

4 dari 8 halaman

3. Polisi Tangkap Empat Santri

Aparat Kepolisian Resor Kediri Kota, Jawa Timur, menangkap empat santri salah satu pondok pesantren di Kecamatan Mojo, Kabupaten Kediri, terkait kasus teman mereka yang meninggal dunia diduga karena dianiaya.

Kapolres Kediri Kota AKBP Bramastyo Priaji mengemukakan polisi menindaklanjuti laporan keluarga. Kendati laporannya di Banyuwangi, Polres Kediri Kota tetap menindaklanjuti dengan melakukan olah tempat kejadian perkara serta pemeriksaan sejumlah saksi.

"Kasus ini terjadi di salah satu pondok pesantren di Mojo, Kabupaten Kediri. Kami tetapkan empat tersangka dan kami lakukan penahanan untuk proses penyelidikan lebih lanjut," katanya di Kediri, Senin 26 Februari 2024.

Ia menjelaskan empat tersangka itu yakni MN (18) asal Sidoarjo, MA (18) asal Kabupaten Nganjuk, AF (16) asal Denpasar Bali, dan AK (17) asal Surabaya.

Sedangkan korban berinisial BM (14), yang merupakan adik kelas para pelaku. Korban berasal dari Afdeling Kampunganyar, Dusun Kendenglembu, Desa Karangharjo, Kecamatan Glenmore, Banyuwangi.

Ia menjelaskan, kasus itu dilakukan berulang-ulang. Diduga, terjadi kesalahpahaman di antara anak-anak tersebut sehingga menyebabkan kejadian penganiayaan berulang.

Pihaknya juga masih mendalami kasus tersebut termasuk meminta keterangan dari pesantren maupun dokter yang memeriksa jenazah.

"Dari pondok juga kami dalami. Yang pasti kami sudah menetapkan empat tersangka," ucap Bramastyo.

 

5 dari 8 halaman

4. Hasil Visum Korban

Satuan reserse Kriminal (Satreskirm) Polresta Banyuwangi menangani kasus tewasnya santri asal Desa Sepanjang, Kecamatan Glenmore, Kabupaten Banyuwangi di salah satu pondok pesantren di Kabupaten Kediri, Jawa Timur.

Dari hasil visum terungkap bahwa tubuh korban memang dipenuhi bekas luka. Namun keluarga menolak dilakukan autopsi.

Pemeriksaan tubuh korban dilakukan setelah polisi mendapatkan laporan dari pihak keluarga korban kemudian dilakukan visum di RSUD Blambangan, Banyuwangi.

"Untuk hasil visum ada temuan luka-luka di tubuh korban. Tapi keluarga menolak dilakukan autopsi. Jadi, hanya pemeriksaan luar," ujar Kasatreskrim Polresta Banyuwangi Kompol Andrew Vega.

Meskipun ditemukan bekas luka, polisi di Banyuwangi tidak bisa melakukan penyelidikan, sebab, lokasi kejadian berada di wilayah Polsek Kediri Kota

"Hasil visum kita serahkan ke Polres Kediri. Terkait dugaan kekerasan , itu wilayah Polres sana (Polres Kediri)," terang Andrew.

Kata Andrew, pihaknya melakukan visum setelah mendapatkan laporan pihak desa ke Polsek Glenmore. Korban yang masih duduk di bangku SMP ini dilaporkan pulang dalam kondisi meninggal dunia.

Keluarga menemukan kejanggalan pada tubuh korban, yaitu sejumlah luka parah. Bahkan, darah masih mengalir pada jenazah korban. Terkait peristiwa ini, Satreskrim Polresta Banyuwangi hanya berkoordinasi dengan Polres Kediri.

"Untuk kemungkinan tindak pidana ditangani Polres Kediri Kota. Kami sifatnya hanya koordinasi," pungkasnya.

 

6 dari 8 halaman

5. Ibu Santri Korban Minta Tolong

Suyanti, ibu kandung santri korban penganiayaan senior di Pesantren Kediri, meminta bantuan hukum kepada pengacara kondang Hotman Paris Hutapea, untuk ikut mendampingi kasus yang menimpa anaknya. Suyanti merasa diperlakukan tidak adil oleh pihak pondok.

Sebuah video permintaan tolong pada pengacara kondang Hotman Paris Hutapea beredar luas di sejumlah platform media sosial hingga Selasa 27 Februari 2024.

Video tersebut dibuat Suyanti ibu setelah anaknya menjadi korban penganiayaan dan pengeroyokan di ponpes di Dusun Mayang, Desa Kranding, Kecamatan Mojo Kabupaten Kediri pada Rabu 21 Februari 2024.

Dalam video tersebut Suyanti mengeluhkan karena merasa diperlakukan tidak adil terkait kematian putranya tersebut.

"Selamat malam bang Hotman Paris. Saya ibunya Bintang Biliqis Maulana korban pengeroyokan di pondok pesantren hingga mengakibatkan meninggal dunia anak saya," ujar Suyanti dalam video tersebut.

Suyanti berharap agar kasus kematian anaknya yag baru berusia 14 tahun tersebut bisa segera terungkap dengan jelas.

"Tolong saya supaya segera diusut tuntas. Supaya mendapatkan keadilan. Tolong saya Bang Hotman Paris agar segera diusut tuntas agar ada keadilan untuk anak saya," harap Suyanti.

Sikap diam pondok pesantren yang bersangkutan sangat disesalkan keluarga korban dan terkesan menutup-nutupi kasus ini.

"Sampai saat ini pihak pondok tidak ada mengubungi saya. Tidak ada permintaan maaf pada saya. Tidak ada maaf sama sekali," tutur Suyanti dalam video tersebut.

 

7 dari 8 halaman

6. Terungkap Chat WA Terakhir

Bintang Balqis Maulana (14), santri asal Banyuwangi yang meninggal akibat dianiaya senior di pesantren Kediri sempat meminta dijemput oleh orangtuanya.

Bintang sempat berkirim pesan lewat aplikasi WhatsApp (WA) kepada Suyanti (38), ibunya karena ketakutan saat berada di pondok pesantren.

"Sini jemput bintang. Cepat ma ke sini. Aku takut ma, maaaa tolonggh. Sini cpettt jemput," kata Bintang yang disampaikan melalui tulisan pesan WA kepada sang ibu, sekitar seminggu sebelum tewas.

Suyanti menceritakan, beberapa hari sebelum meninggal dunia, sang anak sering menghubunginya. Bahkan dia meminta untuk dijemput ke Kediri.

Namun, buah hatinya itu tak menjelaskan dengan detail alasan mengapa ingin dijemput ke Kediri oleh orangtuanya. Tapi sempat mengeluh sakit.

"Dia minta dijemput. Tak tanya alasannya kenapa, ndak disebutkan. Intinya minta dijemput gitu," ungkap Suyanti berlinang air mata.

Menurut Suyanti, Bintang menyampaikan keinginan lewat pesan WA untuk pulang ke Banyuwangi sejak Senin 19 Februari 2024. Bahkan korban sempat video call.

Pesan tulisan yang disampaikan lewat WA itupun tak banyak. Sangat singkat. Yang diminta almarhum anaknya itu hanya ingin dijemput dari pondok.

"Bintang ini anaknya pendiam. Yang diminta hanya dijemput," ujar Suyanti.

 

8 dari 8 halaman

7. Ibunda Tak Menyangka

Menanggapi curhatan dari anaknya itu, Suyanti meminta kepada Bintang untuk bersabar hingga bulan Ramadan. Namun sang anak menolak, dan minta dijemput.

"Sabar tunggu ramadhan gak bisa ta nak? 'Gak, kata dia (Bintang). Begitu jawabnya singkat dalam pesan WA yang saya terima," cetus Suyanti sambil menunjukkan isi pesan WA Bintang.

Suyanti menjawab pesan tersebut ke sang anak demikian, karena posisi saat itu sedang berada di Bali. Suyanti tengah bekerja bersama kakak Bintang.

"Terus ketika mau saya jemput sehari setelahnya, katanya tidak usah. Sudah enak dan nyaman begitu katanya," terang Suyanti.

Untuk menguatkan hati sang anak, Suyanti meminta Bintang membaca Alquran. Dia juga meminta kepada Bintang untuk melaporkan kepada pengasuh pondok, jika terjadi apa-apa.

Suyanti juga mentransfer sejumlah uang kepada Bintang lewat rekeningnya, untuk keperluan berobat. Karena sebelumnya sempat mengeluhkan sakit.

Untuk memacu semangat sang anak menuntut ilmu di pondok pesantren, Suyanti bahkan juga menjanjikan Bintang sebuah motor.

"Saya janjikan motor biar si Bintang ini semangat mondok," kata Suyanti.

Suyanti mengaku tak menyangka anak bungsunya itu pergi dengan begitu cepat. Dia bahkan tak kuasa membendung tangis saat anaknya itu pulang dalam kondisi mengenaskan.