Liputan6.com, Jakarta Nama Prabowo Subianto selalu hangat diperbincangkan di dunia militer. Prabowo menempuh pendidikan dan jenjang karier militer selama 28 tahun sebelum berkecimpung dalam dunia bisnis, politik dan pemerintahan.
Semua bermula pada tahun 1976, Prabowo mengawali karier militer di TNI Angkatan Darat sebagai seorang letnan dua setelah lulus dari Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah.
Baca Juga
Dari tahun 1976 sampai 1985, Prabowo bertugas di Komando Pasukan Sandi Yudha atau Kopassandha yang pada saat itu merupakan pasukan khusus Angkatan Darat. Salah satu tugas pertamanya sebagai Komandan Pleton pada Grup I/Para Komando yang menjadi bagian dari pasukan operasi Nanggala di Timor-Timur.
Advertisement
Prabowo menjadi salah satu Komandan Pleton termuda dalam operasi. Dia memiliki peran yang besar dalam memimpin sebuah misi penangkapan terhadap Nicolau dos Reis Lobato, yang merupakan pemimpin Fretilin yang saat Operasi Seroja menjabat sebagai Perdana Menteri.
Tahun 1985, Prabowo menjadi wakil komandan Batalyon Infanteri Lintas Udara 328. Tahun 1991, Prabowo menjabat sebagai Kepala staf Brigade Infanteri Lintas Udara 17 yang bermarkas di Cijantung.
Tahun 1993, Prabowo kembali ke pasukan khusus yang kini diberi nama Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Prabowo diangkat menjadi Komandan Grup 3/Sandi Yudha, yaitu salah satu komando kontra-insurjensi Kopassus.
Seterusnya, Prabowo menjabat sebagai wakil komandan komando di bawah kepemimpinan Brigadir Jenderal Agum Gumelar dan Brigadir Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo.
Desember 1995, Prabowo diangkat sebagai Komandan Jenderal Kopassus dengan pangkat mayor jenderal. Salah satu tugas pertamanya adalah operasi pembebasan sandera Mapenduma.
Tanggal 20 Maret 1998, Prabowo diangkat menjadi Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat dengan jabatan yang pernah disandang ayah mertuanya, Soeharto. Di sini Prabowo membawahi sekitar 11 ribu pasukan cadangan ABRI.
Pada tahun itu, nama Prabowo santer diperbincangkan karena diduga terlibat kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dan penculikan aktivis.
DKP Memutuskan Prabowo Bersalah
Pada tanggal 14 Juli 1998, Panglima ABRI Wiranto membentuk Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang diketuai oleh Jenderal Subagyo Hadi Siswoyo bersama 6 orang letnan jenderal lainnya, yaitu Fachrul Razi (Wakil Ketua), Djamari Chaniago (Sekretaris), Arie J. Kumaat, Agum Gumelar, Susilo Bambang Yudhoyono, dan Yusuf Kartanegara.
DKP memeriksa Prabowo dalam sejumlah butir tuduhan, salah satunya adalah sengaja melakukan kesalahan dalam analisis tugas, melaksanakan dan mengendalikan operasi dalam rangka stabilitas nasional yang bukan menjadi kewenangannya, tetapi menjadi wewenang Pangab, tidak melibatkan staf organik dalam prosedur staf, pengendalian dan pengawasan, dan sering ke luar negeri tanpa izin dari Kasad ataupun Pangab.
DKP memutuskan bahwa Prabowo bersalah dan melakukan tindak pidana ketidakpatuhan (Pasal 103 KUHP Militer); memerintahkan perampasan kemerdekaan orang lain (pasal 55 (1) ke-2 KUHP Militer dan Pasal 333 KUHP), dan penculikan (Pasal 55 (1) ke-2 dan Pasal 328 KUHP).
Pemberhentian Prabowo dari dinas militer menjadi kontroversi. Politikus Gerindra Fadli Zon membantah bahwa Prabowo dipecat, melainkan diberhentikan dengan hormat. Prabowo pun telah berhenti dari militer dengan pangkat bintang tiga atau letnan jenderal.
Setelah itu, Prabowo aktif membangun bisnis hingga terjun ke politik. Ia mendirikan partai politik bernama Gerindra Indonesia Raya (Gerindra), hingga berulang kali ikut dalam kontestasi pemilihan presiden.
Saat ini, Prabowo menjabat menteri pertahanan di Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Jokowi. Dia juga berstatus calon presiden nomor urut 2 pada pilpres 2024.
Pabowo maju sebagai capres dengan menggandeng Wali Kota Solo yang juga putra sulung Presiden Joko Widodo (Jokowi), Gibran Rakabuming Raka. Pasangan ini memimpin dengan angka tertinggi berdasarkan real count KPU sementara.
Advertisement
Prabowo Dapat Kenaikan Pangkat Jenderal Kehormatan dari Jokowi
Di tahun ini, Presiden Jokowi memberikan kenaikan pangkat kehormatan kepada Prabowo. Kini ia menyandang bintang empat atau pangkat Jenderal Kehormatan (Hor) Purnawirawan.
Pertimbangannya, tahun 2022 Prabowo sudah menerima Bintang Yudha Dharma Utama atas jasa-jasanya di bidang pertahanan yang memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan TNI dan kemajuan negara.
"Pemberian angerah tersebut ini telah melalui verifikasi dari Dewan Gelar Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan," ucap Jokowi.
Kemudian, implikasi dari penerimaan anugerah bintang ini sesuai dengan UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Penganugerahan Gelar dan Tanda Kehormatan. Selain itu, Panglima TNI mengusulkan agar Prabowo diberikan pengangkatan dan kenaikan pangkat secara istimewa.
"Jadi semuanya memang berangkat dari bawah. Berdasarkan usulan Panglima TNI, saya menyetujui untuk memberikan kenaikan pangkat secara istimewa berupa Jenderal TNI Kehormatan," jelas Jokowi.
Koalisi Masyarakat Sipil Kecam Pemberian Pangkat Kehormatan kepada Prabowo
Pemberian pangkat Jenderal Kehormatan (Hor) Purnawirawan kepada Prabowo menuai polemik. Salah satunya dari Koalisi Masyarakat Sipil, yang terdiri atas 20 Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) dan lembaga. Mereka mengecam dan menolak kenaikan pangkat kepada Menteri Pertahanan itu.
"Hal ini tidak hanya tidak tepat, tetapi juga melukai perasaan korban dan mengkhianati Reformasi 1998. Pemberian gelar jenderal kehormatan kepada Prabowo Subianto merupakan langkah keliru," tulis siaran pers Koalisi Masyarakat Sipil yang diterima wartawan.
"Gelar ini tidak pantas diberikan mengingat yang bersangkutan memiliki rekam jejak buruk dalam karier militer, khususnya berkaitan dengan keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu," sambungnya.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pemberian pangkat kehormatan Prabowo merupakan langkah politik transaksi elektoral dari Jokowi yang menganulir keterlibatannya dalam pelanggaran berat HAM masa lalu.
"Perlu diingat bahwa berdasarkan Keputusan Dewan Kehormatan Perwira Nomor: KEP/03/VIII/1998/DKP, Prabowo Subianto telah ditetapkan bersalah dan terbukti melakukan beberapa penyimpangan dan kesalahan termasuk melakukan penculikan terhadap beberapa aktivis pro demokrasi pada tahun 1998,” jelas Koalisi Masyarakat Sipil.
Berdasarkan surat keputusan itu, Prabowo Subianto kemudian dijatuhkan hukuman berupa diberhentikan dari dinas keprajuritan.
Pemberian pangkat kehormatan terhadap seseorang yang telah dipecat secara tidak hormat oleh TNI sejatinya telah mencederai nilai-nilai profesionalisme dan patriotisme dalam tubuh TNI.
Selain itu, apresiasi berupa pemberian kenaikan pangkat kehormatan ini pun justru bertentangan dengan janji Presiden Joko Widodo dalam Nawacitanya untuk menuntaskan berbagai kasus Pelanggaran berat HAM di Indonesia sejak kampanye pemilu di tahun 2014 lalu.
"Terlebih, pada 11 Januari 2023, Presiden Joko Widodo telah memberikan pidato pengakuan dan penyesalan atas 12 kasus pelanggaran HAM berat salah satunya kasus penculikan dan penghilangan paksa yang telah ditetapkan oleh Komnas HAM sebagai pelanggaran HAM berat sejak tahun 2006," tulis Koalisi Masyarakat Sipil.
Dengan demikian, hal ini haruslah beriringan dengan konsistensi, komitmen, dan langkah nyata dari pemerintah untuk mengusut tuntas kasus ini dan mengadili para pelaku alih-alih melindungi mereka dengan tembok impunitas dan memberikan kedudukan istimewa dalam tatanan pemerintahan negara ini.
Reporter: Muhammad Genantan Saputra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement