Sukses

Bank Dunia Komentari Program Makan Siang Gratis, Pengamat: Menyalahi Tupoksi

Dosen Komunikasi Universitas Binus Putro Mas Gunawan menilai pernyataan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, terkait program makan siang dan susu gratis, telah menyalahi tupoksinya.

Liputan6.com, Jakarta - Dosen Komunikasi Universitas Binus Putro Mas Gunawan menilai pernyataan Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste, Satu Kahkonen, terkait program makan siang gratis, telah menyalahi tupoksinya.

Putro memandang ucapan Satu yang tiba-tiba mengomentari rencana program pasangan Prabowo-Gibran adalah bentuk cewe-cawe pada isu domestik Indonesia.

"Secara konteks, kita bisa memaknai ucapan Satu itu secara politis. Pertama soal posisi Satu sebagai wakil Bank dunia. Kemudian fakta soal isu yang dikomentari itu hingga kini masih berada di ranah politik domestik Indonesia. Faktanya program ini masih dalam tataran program kampanye salah satu paslon yang masih berkontestasi dalam Pemilu 2024," tulis Putro dalam keterangannya, Kamis (29/2/2024).

Menurut Putro, meski Prabowo-Gibran unggul mutlak dalam perhitungan sementara, secara resmi Paslon itu belum ditetapkan sebagai pemenang oleh KPU. Dia pun mempertanyakan mengapa seorang wakil Bank dunia masuk pada ranah isu yang masih bersifat politis.

"Ucapan Satu jelas keluar dari batasan tupoksinya sebagai wakil Bank dunia. Mengomentari program kampanye salah satu capres yang secara resmi masih berkontestasi, adalah sebuah bentuk arogansi. Satu secara gegabah telah mencampuri urusan politik di Indonesia," ujarnya.

2 dari 2 halaman

Bentuk Arogansi

Menurut dosen yang juga pengajar di STAN itu, ucapan Satu adalah cermin arogansi yang sejatinya kerap ditunjukkan Barat pada negara berkembang. Dia lantas menukil artikel yang ditulis oleh profesor Institute for Environmental Science and Technology (ICTA-UAB), Jason Hickel. Dalam artikelnya Hickel memaparkan paradoks dari institusi bank dunia.

Institusi yang kata Putro, justru menjadi hegemoni negara barat macam Amerika dan Eropa. Putro mencontohkan Amerika memiliki veto atas setiap keputusan krusial bank dunia. Sebaliknya negara Eropa memiliki porsi setengah dari suara di bank dunia. Sebaliknya mayoritas negara berkembang yang mewakili 85 persen populasi dunia hanya memiliki suara minoritas.

"Jelas fakta ini merupakan sebuah lelucon bagi dunia yang katanya semakin inklusif. Meski bank dunia kerap menunjuk pejabatnya dari negara dunia ketiga, macam Sri Mulyani dari Indonesia, hal itu tak sekadar kamuflase atau proxy atas kepentingan belaka. Sebab secara prinsip, bank dunia dibangun atas fondasi yang semakin melahirkan ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi di dunia."