Liputan6.com, Jakarta - Rektor nonaktif Universitas Pancasila (UP), Edie Toet Hendratno (ETH) angkat bicara terkait kasus dugaan pelecehan seksual yang dituduhkan kepada dirinya. Ada dua laporan polisi (LP) yang diterima oleh penyidik Ditreskrimum Polda Metro Jaya dengan terlapor ETH.
Edie menuding, laporan polisi (LP) tersebut diduga kuat berhubungan dengan proses pemilihan rektor di Universitas Pancasila.
"Saya cari-cari apa motif mereka itu sebetulnya. Tapi dugaan saya ini karena bertepatan dengan pemilihan rektor di Universitas Pancasila, mereka ingin jadi rektor," kata Edie di Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2024).
Advertisement
Edie menjelaskan, dirinya mendapat tawaran dari pihak yayasan untuk memperpanjang masa jabatan sebagai Rektor Universitas Pancasila dalam waktu dua tahun hingga empat tahun ke depan. Hal itu disampaikan pihak yayasan sebelum proses pemilihan rektor berjalan.
"Pernah saya mendengar pimpinan yayasan universitas saya menghitung usia saya dan sebagainya, saya punya pilihan dua tahun atau empat tahun tambah," ujar dia.
Edie kemudian mempersiapkan diri dengan membuat rencana strategis Universitas Pancasila sampai tahun 2029. Bersama timnya, ia pun menyusun buku di daerah Rancamaya, Bogor, Jawa Barat.
"Jadi kalau saya terpilih, besok paginya saya sudah tahu harus berbuat apa. Apalagi saya sudah 13 tahun di situ," ujar Edie Toet Hendratno.
Namun, ternyata muncul kekhawatiran dari banyak pihak bila perpanjangan masa rektor itu terjadi. Ujungnya pun orang-orang itu berusaha menjatuhkan nama baiknya.
"Mungkin mereka enggak suka jadi akhirnya terjadilah seperti ini. Selama dua bulan ini saya mendapat hinaan, cercaan, tuduhan yang sangat tidak beretika dan itu tidak saya lakukan sama sekali. Tetapi memang saya menjadi sasaran untuk kegiatan ini yaitu kegiatan yang sedang berjalan di UP pemilihan rektor," ucap dia.
Â
ETH dan Keluarga Menderita
Edie tidak pernah membayangkan berada di titik terendah dalam hidupnya. Nama baik diri dan keluarga dipertaruhkan. Karena adanya kasus dugaan pelecehan seksual ini, semua pencapaian prestasi, loyalitas tiba-tiba harus lenyap.
"Saya punya keluarga, bisa dibayangkan enggak betapa mereka sedih dan malu ayahnya diperlakukan seperti ini. Saya sebetulnya sampai hari ini masih sedih. Karena saya enggak berani membayangkan bagaimana sedih dan malunya keluarga saya. Kami ini orang yang punya etika. Anak-anak saya tahu budi pekerti," ujar dia.
"Yang paling menyedihkan adalah di saat usia saya yang sudah tidak muda, pengalaman ini tertimbul muncul dan itu sungguh satu penderitaan yang tidak bisa membayangkan betapa saya menderita karena tuduhan-tuduhan tidak benar ini," sambung dia.
Â
Advertisement
Game yang Dimainkan Orang Lain
Edie sebagai jebolan hukum mengaku tahu betul semua tuduhan yang dialamatkan kepadanya tidak berdasar dan tidak ada ada bukti maupun saksi.
"Berani-beraninya gugat saya. Jadi dunia emang aneh. Saya punya dosa apa kok sampai. Saya enggak mau di saat saya makin tua, tapi anak-anak saya menderita karena nama baik ayahnya jelek. Jelek itu bukan karena kesalahannya tapi dibuat oleh orang-orang yang iri atau tidak suka. Tapi itulah hidup, itulah dunia," ucap dia.
Terlepas dari itu, Edie berharap permasalahan yang kini mendera bisa segera tuntas. Karena yang terkena dampak bukan hanya pribadinya, namun juga keluarga besarnya. Edie yakin, ada dalang di balik pelaporan polisi tersebut.
"Saya ingin segera lepas dari beban ini karena bukan saya saja yang merasakan. Ini beban keluarga saya juga. Banyak sekali teman-teman saya yang kenal saya enggak ada yang percaya cerita yang seperti ini, enggak ada yang percaya. Ini memang suatu game yang dimainkan orang lain, tapi menistakan harkat dan martabat saya dan keluarga," tandas dia.