Liputan6.com, Jakarta Calon presiden (capres) nomor urut satu Anies Baswedan merespons kenaikan pangkat istimewa Menteri Pertahanan Prabowo Subianto sebagai Jenderal TNI Kehormatan (HOR) dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Anies tak mau mengomentari banyak soal pemberian pangkat kepada Prabowo.
"Selamat aja," kata Anies Baswedan usai Salat Jumat di Masjid Nurul Huda, Jalan Cemara, Sunter Agung, Jakarta Utara, Jumat (1/3/2024).
Baca Juga
Diketahui, Presiden Jokowi merespons soal munculnya pro dan kontra dalam kenaikan pangkat Menteri Pertahanan sekaligus capres nomor urut 02, Prabowo Subianto menjadi Jenderal TNI Kehormatan (HOR). Jokowi menilai kenaikan pangkat di lingkungan TNI-Polri merupakan hal yang biasa.
Advertisement
Dia mencontohkan Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan yang juga pernah mendapat kenaikan pangkat Jenderal TNI Kehormatan.
"Bukan hanya sekarang ya (kenaikan pangkat), dulu diberikan kepada Bapak SBY, juga pernah diberikan kepada Pak Luhut Binsar. Ini sesuatu yang sudah biasa di TNI maupun di Polri," kata Jokowi usai memberikan kenaikan pangkat secara istimewa kepada Prabowo saat Rapim TNI-Polri di Mabes TNI Jakarta Timur, Selasa (28/2/2024).
Dia membantah anggapan bahwa ada transaksi politik dibalik kenaikan pangkat Prabowo. Jokowi menyebut dirinya menaikkan pangkat Prabowo setelah Pemilu 2024 agar tak ada anggapan tersebut.
"Kalau transaksi politik kita berikan sebelum pemilu. Ini kan setelah pemilu supaya tidak ada anggapan-anggapan seperti itu," ujar Jokowi.
Jokowi menjelaskan alasan menyetujui kenaikan pangkat Prabowo Subianto menjadi Jenderal TNI Kehormatan. Jokowi mengatakan Prabowo telah memberikan kontribusi luar biasa bagi kemajuan TNI dan negara.
Baca Pro Kontra Prabowo Terima Penghargaan Jenderal Bintang 4, Simak Aturannya
Â
Pemberian Pangkat Istimewa kepada Prabowo Sesuai Aturan
Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi, menilai penganugerahan pangkat istimewa Tentara Nasional Indonesia (TNI) kepada Prabowo Subianto telah sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009 yang berlaku saat ini.
Menurutnya, undang-undang tersebut mengandung istilah pengangkatan atau kenaikan pangkat istimewa.
"Sejauh ini saya tidak menemukan hal yang salah secara normatif, baik dari sisi regulasi maupun administrasinya. Undang-Undang 34/2004 memang tidak dilanggar justru karena undang-undang itu tidak mengatur apa pun terkait pemberian pangkat secara istimewa," kata Fahmi saat dihubungi, Kamis (29/2/2024).
Menurut Fahmi, keputusan pemberian pangkat Jenderal TNI Kehormatan sepenuhnya didasarkan pada UU 20/2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Di undnag-undang itu ada istilah pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa.
Disebutkan dalam Pasal 33, kenaikan pangkat secara istimewa atau pengangkatan secara istimewa itu adalah salah satu hak yang menyertai (privilese) pemberian tanda kehormatan bintang militer oleh negara.
"Privilese itu merupakan bentuk penghormatan dan penghargaan dari negara kepada penerima tanda kehormatan bintang militer," ucap Fahmi.
Fahmi mengatakan, Prabowo adalah pemegang empat tanda kehormatan bintang militer utama yakni, Bintang Yuda Dharma Utama, Bintang Kartika Eka Paksi Utama, Bintang Jalasena Utama, dan Bintang Swa Buwana Paksa Utama.
"Penganugerahan empat tanda kehormatan bintang militer utama pada Prabowo dalam statusnya sebagai Menteri Pertahanan ini sudah cukup sebagai dasar pemberian pangkat istimewa kepada Beliau, sesuai ketentuan Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2009," jelasnya.
Â
Â
Advertisement
Kenaikan Pangkat Kehormatan Sudah Tidak Diatur di UU TNI
Fahmi membenarkan memang kenaikan pangkat kehormatan sudah tidak diatur di UUÂ TNIÂ nomor 34 tahun 2004 yang berlaku saat ini. Dia menerangkan, pemberian pangkat secara istimewa memang tidak berada dalam ruang lingkup UU TNI dan tidak terkait dengan ketentuan-ketentuan yang mengatur administrasi prajurit. Kecuali soal nomenklatur pangkat, hak protokoler dan penghormatan.
"Ini sepenuhnya mengacu pada UU 20/2009. Konteksnya adalah pemberian pangkat secara istimewa seperti saya sebutkan di atas. Kenapa dikatakan istimewa? Ya justru karena pemberian itu berada di luar hal-hal yang diatur terkait administrasi prajurit sesuai UU 34/2004," terangnya.
Fahmi memaparkan, Bintang Yuda Dharma Utama dapat dianugerahkan pada anggota TNI; ASN TNI; WNI bukan TNI dan ASN TNI. Hal itu tercantum dalam Pasal 28 ayat (11) UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
Berdasarkan ketentuan tersebut, WNI non anggota/ASN TNI bernama Prabowo Subianto dianugerahi bintang Yuda Dharma Utama dan lain-lain sudah sesuai Pasal 28 ayat (11) UU huruf c Pasal 28 ayat (11) UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan.
"Silakan juga memeriksa bunyi keppres penganugerahan bintang tersebut untuk memastikan. Prabowo dan Panglima Andika saat itu dianugerahi bersamaan tapi bunyi keppres-nya berbeda. Mengapa? Karena Andika diperlakukan sebagai anggota TNI dan Prabowo diperlakukan sebagai WNI non-TNI," ucap Fahmi.
Fahmi melanjutkan, pasal 33 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan mengatur bahwa setiap penerima gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan berhak mendapatkan penghormatan dan penghargaan dari negara.
Kemudian, pasal 33 ayat (3) huruf a menyebut bahwa salah satu hak itu adalah pengangkatan atau kenaikan pangkat secara istimewa.
"Mengapa ada istilah pengangkatan? Karena bisa saja penerima tanda kehormatan itu adalah WNI non anggota/ASN TNI sebagaimana diatur di Pasal 28 ayat (11) sehingga implikasinya, pemberian pangkat jenderal itu bukanlah bentuk kenaikan pangkat melainkan pengangkatan," ucapnya.
Fahmi mengungkapkan, di masa lalu, pada era Presiden Soekarno pernah ada WNI non-TNI yang diberi pangkat jenderal bintang 4 bernama Chaerul Saleh karena dianggap berjasa besar bagi pembangunan TNI.
"Karena sudah menerima tanda kehormatan Bintang Yuda Dharma Utama dan lain-lain maka Prabowo tentunya berhak mendapatkan penghormatan dan penghargaan sesuai pasal 33 ayat (3) tadi," pungkasnya.
PDIP: Pemberian Pangkat Jenderal kepada Prabowo Sakiti Korban HAM Masa Lalu
Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu menyatakan, pemberian pangkat Jenderal TNI Kehormatan kepada Menteri Pertahanan sekaligus kepada calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto menyakiti korban hak asasi manusia (HAM) masa lalu.
"Pemberian pangkat jenderal kehormatan pada Prabowo adalah upaya Jokowi menanamkan investasi politik. Tujuannya agar Prabowo ingat bahwa Jokowi yang telah memuliakan jenderal pecatan ini menjadi pemenang pilpres dan sekarang bisa menjadi jenderal bintang 4 kehormatan," kata Adrian dalam keterangannya, Kamis (29/2/2024).
Dia menyakini, Jokowi sadar pemberian gelar tersebut akan menyakiti banyak pihak. Namun, lantaran didukung orang di sekitarnya, maka Jokowi mantap tetap memberi gelar.
"Saya yakin Jokowi sadar, pemberian gelar jenderal ini memunculkan reaksi dan banyak menyakiti para korban HAM masa lalu. Tapi karena 'disetujui' oleh mantan-mantan jenderal di sekeliling Jokowi, keputusan yang melecehkan sejarah itu pun tetap dilakukan," ujar Adian.Â
Menurut Adian, pemberian gelar jenderal kehormatan itu merupakan upaya Jokowi agar Prabowo benar-benar merasa berutang budi, tunduk, dan tidak lupa kalau sudah berkuasa nanti.Â
"Prabowo telah dimuliakan secara total oleh Jokowi, sampai harus melakukan upaya menghapus noda hitam sejarah pelanggaran HAM masa lalu," tegasnya.
Â
Advertisement