Liputan6.com, Jakarta Pendidikan merupakan fondasi utama dalam membangun sebuah masyarakat yang inklusif dan berbudaya. Di tengah dinamika pembelajaran yang terus berkembang, peran seorang kepala sekolah tidak hanya terpaku pada administrasi sekolah, tetapi juga memainkan peran kunci mewujudkan visi pendidikan inklusif dan berdaya saing.
Salah satu kepala sekolah yang terus mempelajari hal baru guna meningkatkan kemampuan mendidik adalah Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2 Kalimantan Utara, Asnawir. Dirinya pun terus menambah wawasan dalam dunia pendidik dengan mempelajari lebih dalam tentang Platform Merdeka Mengajar (PMM).
Baca Juga
Dengan sabar dan telaten, Asnawir mempelajari PMM menggunakannya dengan serius dan merasakan sendiri manfaat aplikasi bagi sekolahnya. Dirinya pun kemudian berkeliling ke sekolah lain agar ikut memaksimalkan pemanfaatan PMM dan sudah dijuluki sebagai “Duta PMM” oleh para guru di daerahnya.
Advertisement
“Jujur aja, kami juga awalnya bingung seperti apa caranya menerapkan Kurikulum Merdeka,” ujar Asnawir.
Ia pun merasakan bahwa Platform Merdeka Mengajar tersedia fasilitas seperti video pembelajaran dan pelatihan mandiri, selain ada hal lainnya seperti fungsi perangkat, asesmen, dan video bukti karya.
"Dari semua itu akhirnya kami mendapatkan banyak inspirasi untuk menerapkan Kurikulum Merdeka,” ungkap Asnawir.
Asnawir yang mulanya bingung dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM), lambat laun ia dikenal sebagai “Duta PMM” di Kalimantan Utara.
Hal itu tentu bukan julukan yang datang dari atas ke bawah atau dari pemerintah pusat ke individu, melainkan muncul dari kalangan guru yang menyaksikan langsung dedikasinya memajukan pendidikan, salah satunya dengan berbagi praktik baik dalam memanfaatkan PMM.
Terhitung sejak Oktober 2022 hingga Oktober 2023 lalu, Asnawir sudah berkeliling mengunjungi lebih-kurang 490 sekolah. Jumlah sekolah itu terus bertambah karena tak sedikit sekolah lain yang memintanya datang memberikan bimbingan kepada para guru untuk memaksimalkan Platform Merdeka Mengajar (PMM).
PMM Beri Dampak Nyata
Semuanya bermula dari pandemi Covid-19 lalu. Kondisi itu turut memengaruhi penurunan jumlah siswa yang mendaftar di sekolahnya.
Asnawir mencari cara untuk meningkatkan kembali minat anak-anak untuk mendaftar ke sekolahnya. Saat itu, pemerintah mengenalkan Platform Merdeka Mengajar dan Asnawir pun mencoba memahaminya.
Meski sempat bingung tapi ia mengaku platform tersebut memberikan dampak yang nyata bagi sekolahnya.
“Saat itu teman-teman di sekolah lain belum menggunakan PMM. Kami berani menerapkan beberapa materi-materi di PPM untuk dilakukan di sekolah kami. Kami percaya orang akan tetap memilih sekolah swasta kalau itu berkualitas," ucap Asnawir.
"Nah, dengan adanya PMM ini, kami mencoba untuk belajar bersama. Luar biasa, dari perkembangan PMM jumlah siswa kami sudah surplus, bahkan sudah indent. Jadi kami merasa bahwa terbantu dengan PMM ini,” jelasnya.
Sebelum adanya Platform Merdeka Mengajar, kesempatan pelatihan para guru di Indonesia tidak mudah seperti sekarang. Para guru mesti melewati berbagai proses sehingga membutuhkan waktu dan usaha yang cukup panjang sampai akhirnya mendapat kesempatan pelatihan.
Bahkan tidak sedikit guru yang sudah mengajar puluhan tahun, belum juga mendapatkan pelatihan karena harus menunggu giliran dan ditunjuk oleh dinas dan satuan pendidikannya. Hal itu dikarenakan keterbatasan sumber daya, logistik, dan biaya untuk dapat menghadirkan pelatihan yang merata di seluruh Indonesia.
Oleh karena itu, setelah adanya PMM, Kemendikbudristek membayangkan bahwa semua guru di Indonesia memiliki kesempatan belajar yang sama dan pendidikan Indonesia akan jauh lebih maju.
Advertisement
Butuh Kesabaran
Berkat capaian yang didapatkan sekolahnya dalam menerapkan Platform Merdeka Mengajar, Asnawir berinisiatif untuk mengajak sekolah lain di Kalimantan Utara untuk mendapatkan dampak baik dari pemanfaat aplikasi tersebut.
Asnawir sangat menyadari bahwa melakukan implementasi Kurikulum Merdeka tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi kondisi di lapangan sangat berbeda dan beragam di setiap daerah di Indonesia.
Untuk itu, Kemendikbudristek RI pun memahami hal tersebut dan menyediakan berbagai mekanisme untuk mengatasi persoalan yang beragam di masing-masing daerah, seperti Komunitas Belajar dan penyediaan tiga opsi.
Dengan begitu, satuan pendidikan diberikan kebebasan memilih cara penerapan Kurikulum Merdeka sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan dengan opsi Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi.
Selain itu, pembentukan komunitas belajar dalam sekolah dan antar sekolah didorong supaya guru dapat saling berbagi praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka.
Asnawir dan sekolahnya melakukan keduanya dengan baik. Ia tak hanya menjalankan tanggung jawab sebagai kepala sekolah, tetapi juga dedikasi untuk memajukan pendidikan di Kalimantan Utara.
Saat itu, SMP Muhammadiyah 2 yang dipimpin Asnawir merupakan satu-satunya sekolah yang mendapatkan status “Mandiri Berbagi” dari Kemendikbudristek RI, yang berarti mendapat tanggung jawab untuk membimbing sekolah lain dalam melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Perbedaan Persepsi
Asnawir memahami bahwa di lapangan terjadi perbedaan persepsi dalam menerapkan PMM, sehingga seringkali menimbulkan miskonsepsi tentang platform tersebut, bahkan tak jarang itu membuat banyak pihak merasa PMM hanya merepotkan guru.
“Banyak kawan-kawan menggunakan PMM hanya untuk mengejar centang hijau. Akhirnya kita ajarin kawan-kawan itu menggunakan PMM. Baik fungsi mengajar, belajar, dan bekerja, di PMM lengkap semua," ungkapnya.
“Saya juga meminta guru-guru agar tidak me-skip video pembelajaran di PMM melainkan ditonton sampai habis. Wah luar biasa, setelah itu, mereka jadi paham bahwa kalau hanya mengejar centang hijau ya ilmunya jadi tak dapat, karena ilmunya ada di video-video berbagai. Setelah itu, para guru dapat melakukan aksi nyata sebagai cara untuk menerapkan ilmu tersebut,” jelas Asnawir.
Asnawir pun mengatakan bahwa respons para guru sangat mengharukan.
“Pak, kami nggak tahu loh, Pak, apa manfaatnya PMM kalau bapak nggak masuk begini. Awalnya kami belum tahu manfaat PMM, tapi ternyata di PMM itu lengkap banget ya untuk Implementasi Kurikulum Merdeka,” katanya.
PPM Sediakan Banyak Materi
Berbeda dengan miskonsepsi yang mengatakan PMM menambah beban, Asnawir mengalami hal sebaliknya. Platform digital ini justru membuatnya lebih fokus mengurus sekolah dan sebagai kepala sekolah tidak perlu menghabiskan waktu untuk kunjungan terus, karena di PMM sudah menyediakan banyak materi.
“Kalau PMM, bapak dan ibu kapan pun mau belajar, 15 menit, 20 menit, atau 1 jam, itu Insya Allah bisa,” ujar Asnawir.
“Kami buat mereka berkelompok dan kami ajari pola berkolaborasi di mana mereka kami suruh mendengarkan video-video itu sampai tuntas. Kalau sudah ditonton sampai selesai, mereka pun dapat berbagi pemahaman,” jelasnya.
Asnawir mengungkapkan, karakteristik dan kondisi sekolah sangat berbeda, tetapi dengan adanya video PMM membuat para guru menyadari ada konten penting yang dapat dipahami.
"Lalu, mereka pun dapat mencoba mengkontekstualisasikan ke dalam kondisi lingkup sekolah mereka masing-masing. Dan mereka ternyata bisa begitu,” ungkapnya.
Asnawir meyakini bahwa dampak baik Platform Merdeka Mengajar (PMM) bisa dirasakan jika memiliki keinginan untuk mendapatkan dan mempraktikkan ilmu baru. “Lakukan dengan sabar,” ujarnya.
Sebagai informasi, sejak diluncurkan awal 2022 lalu sebagai pendukung Implementasi Kurikulum Merdeka, aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) telah diunduh oleh lebih dari 3,5 juta guru. Awalnya, platform ini dirancang agar membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka.
Seiring berjalannya waktu, fasilitas yang disediakan dalam aplikasi ini semakin berkembang. Dalam PMM tersedia berbagai sumber ajar di mana bisa membantu peningkatan kompetensi guru secara keseluruhan.
Dan sejak tahun lalu pemerintah telah mengembangkan PMM sebagai platform yang akan mengintegrasikan pengembangan karier guru.
Â
(*)
Advertisement