Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan mengumumkan hasil resmi rekapitulasi suara Pemilu 2024 pada 20 Maret. Setelah itu, Mahkamah Konstitusi (MK) pun akan membuka gugatan sengketa hasil Pemilu 2024 dan menyidangkannya.
Jangka waktu pengajuan permohonan ke MK untuk sengketa hasil pemilihan presiden paling lama 3 hari setelah pengumuman penetapan perolehan suara oleh KPU. Sedangkan tenggat sejenis untuk pemilihan anggota legislatif, paling lama 3 x 24 jam sejak pengumuman perolehan suara oleh KPU.
Baca Juga
MK pun hanya memiliki waktu 14 hari untuk mengeluarkan putusan terkait gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024. Meski dirasa tak masuk akal menyidangkan dan memutus sengketa hasil pemilu yang kompleks dengan dugaan kecurangan hanya dengan waktu 14 hari, Ketua MK Suhartoyo menegaskan tetap yakin bisa bekerja sesuai waktu yang ditetapkan.
Advertisement
"Bisa enggak MK secara komprehensif menangani itu? Dengan waktu 14 hari kira-kira paling enggak 2 perkara (sengketa diputus)? Padahal setiap dalil harus dibuktikan, tapi yang 2019 coba ingat (berhasil), jadi kita tetap akan optimis," ungkap Suhartoyo.
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo-Mahfud Md pun sudah memastikan akan mengajukan gugatan ke MK. "Paslon 03 pasti mengajukan PHPU ke MK. Setelah perhitungan manual di KPU, saya juga hakul yakin paslon 01 juga melakukan hal demikian," tegas tim hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis.
Gayung bersambut, Co-Captain Timnas Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Sudirman Said, mengatakan timnya tengah bekerja menyiapkan hal teknis untuk mengajukan perkara dugaan kecurangan pemilu 2024 ke MK.
"Kami yang sedang menyelesaikan tugas di tim 01 ya, bagiannya adalah menyiapkan hal teknis untuk perkara di Mahkamah Konsitusi nantinya," kata Sudirman di TWS House, Jalam Wijaya IX, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Selain itu, kata dia, instruksi juga telah diberikan ke saksi pasangan Anies-Muhaimin di seluruh wilayah Indonesia untuk menolak hasil pemilu 2024. Sehingga, proses hukum bisa dilakukan.
Selain kesiapan pasangan calon, KPU juga telah membentuk tim hukum untuk menghadapi PHPU 2024 di MK. "Tim dari KPU terdiri atas tim internal di jajaran KPU dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota dan tim eksternal, yaitu kuasa hukum (lawyer)," kata Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin.
Pria yang akrab disapa Afif itu menegaskan, KPU melakukan persiapan sedari awal dalam menghadapi sengketa pemilu 2024 dengan menyiapkan tim internal dan eksternal. KPU juga sudah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) internal untuk manajemen penanganan perkara sengketa pemilu 2024 di MK.
"KPU juga menyiapkan skema penanganan PHPU di MK dengan melakukan gelar perkara terhadap permohonan yang diajukan oleh pemohon," ujar Afif.
Pengamat Politik sekaligus Direktur Riset Populi Center Usep S Achyar menilai, gugatan PHPU yang akan dilayangkan pasangan Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin ke MK merupakan upaya yang lebih baik ketimbang menggulirkan Hak Angket di DPR. "Jalur hukum yang harus ditempuh kalau memang ada keberatan soal hasil pemilu, itu mekanismenya yang benar ke MK, kalau hak angket itukan persoalan masalah Presiden yang tidak melaksanakan undang-undang," katanya kepada Liputan6.com.
Namun, Usep memprediksi MK tidak akan membatalkan hasil Pemilu 2024 secara keseluruhan. Mengingat biaya proses politik di Indonesia yang sangat tinggi.
"Paling kalau menurut saya nanti kalau memang dalam prosesnya terbukti (ada kecurangan), hanya ada beberapa yang harus diulang, dan itupun pembuktiannya agak berat. Kalau bukti yang muncul sekarang ini hanya mengandalkan bukti Sirekap, saya kira tidak bisa dijadikan argumentasi kuat," ujarnya.
Kasus besar yang akan bergulir di MK, menurutnya, akan bertitik berat pada proses-proses dugaan kecurangan seperti penggunaan struktur birokrasi untuk memenangkan salah satu pasangan calon. "Dan inipun saya kira juga tidak hanya 02 yang melakukan, tapi yang lain juga."
"Jadi mungkin hal-hal seperti itu saja yang akan dipersoalkan. dan saya kira tidak akan terlalu banyak kejutan. kalau hemat saya, itu paling tuntutan-tuntutan yang dituduhkan yang selama ini marak di media saja," imbuh Usep.
Terpisah, Direktur Aljabar Strategic Afirki Chaniago mengungkap tantangan yang akan dihadapi Kubu 01 dan 03 saat melakukan gugatan PHPU ke MK. "Tantangannya adalah, seberapa maksimal 01 dan 03 itu membawa bukti kecurangan pemilu dibandingkan dengan isu-isu yang berkembang, kalau misalnya lebih banyak buktinya, tentu ada peluang bagi 01 dan 03, tapi kalau tidak ada buktinya maka saya rasa MK tentu tidak akan memenangkan dari gugatan dari 01 dan 03."
Dalam proses sidang PHPU di MK nanti, ia menduga akan banyak berkutat terkait proses pemilu seperti dugaan kecurangan soal rekapitulasi suara yang dilakukan pada Sirekap. Selain itu, juga terkait dengan dugaan kecurangan pemilu yang berkaitan dengan bantuan sosial (bansos).
"Kenapa soal bansos? Karena memang Prabowo-Gibran ini kan diuntungkan karena memang memainkan isu keberlanjutan dan para menteri-menteri Jokowi banyak yang berada di 02. Selain itu, isu yang lain yang mungkin dimainkan juga yakni soal Kepala Daerah yang mendapat tekanan. Tapi masalahnya kalau di isu ini bukan hanya mencangkup di 02, tapi juga di 03," beber Afirki saat dihubungi Liputan6.com.
"Artinya, kalau menurut saya semua orang tentu akan berpotensi melakukan kecurangan, tapi siapa yang diuntungkan saja. Jadi mungkin persoalan sengketa MK ini ke depan yang terpenting adalah adanya bukti yang kuat," ia menegaskan.
Gugat ke MK dan Gulirkan Hak Angket di DPR
Pakar Hukum Tata Negara Margarito Kamis menyatakan, MK merupakan satu-satunya institusi yang dapat mengoreksi hasil pemilu yang telah ditetapkan KPU. "Tidak ada institusi lain di luar MK yang oleh konstitusi diberikan wewenang mengoreksi hasil perolehan suara pemilu presiden maupun legislatif," ujarnya saat berbincang dengan Liputan6.com.
"Jadi secara hukum, sekali lagi MK satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang mengoreksi penetapan hasil perolehan suara pemilu presiden maupun legislatif," tegasnya.
Menurutnya, yang harus diminta kepada MK saat ini adalah konssisten pada konstitusi. Dalam sengketa hasil pemilu, MK hanya punya wewenang memeriksa angka-angka perolehan suara atau menjalankan logika konsititusi terkait hasil perolehan suara pemilu.
"Dari prosedur pelanggaran, prosedur administrasi dan macam-macam itu bukan wewenang MK. MK hanya perlu konsisten pada perintah konstitusi itu saja yang perlu dijalankan, selebihnya kita serahkan ke MK, kita mesti percaya bahwa MK akan bekerja profesional," kata Margarito.
Terkait dengan hasil putusan yang akan dikeluarkan MK, ia menilai selama ini tidak pernah ada pihak yang menggugat hasil pemilu berhasil mengubah penetapan KPU. Selama ini gitu ya, pada 2004, 2009, 2014, 2019, semua pemohon yang mempersoalkan penetapan hasil oleh KPU selalu berakhir dengan ditolaknya permohonan itu, selalu begitu."
"Kalau berdasarkan pengalaman itu, nampaknya ada alasan untuk mengatakan bahwa pengalaman itu akan terulang kembali. Mahkamah Konstitusi saya rasa akan menolak permohonan mereka karena gagal dalam memberikan bukti," tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik Pangi Syarwi Chaniago memprediksi kubu 01 dan 03 tidak terlalu percaya dengan sidang yang akan di gelar MK. "Mereka kan udah enggak mau ya, ada pamannya (Gibran) di sana, ada kekhawatiran, nanti masuk angin, ada ketidakepercayaan lah intinya."
Ketika kubu Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin tidak percaya pada MK dan Bawaslu, menurutnya, mereka akan mengambil jalur politik melalui Hak Angket di DPR. Pangi menilai, Hak Angket di DPR merupakan jalan yang juga konstitusional.
"Itu juga jalan yang sebenarnya tidak perlu berliku, tidak perlu panjang. Ya kalau memang ini adalah keputusan politik, ya tinggal ditandatangani diminta dukungan dua fraksi, 25 orang sebenarnya bisa jalan enggak perlu drama, tidak perlu panjang-panjang atau tarik ulur. Karena hangat-hangatnya angket ini harusnya jalan gitu ya sehingga nanti semuanya akan dibuktikan," ungkap Pangi.
Senada, Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia juga menilai akan lebih mendukung digulirkannya hak angket dugaan kecurangan Pemilu 2024 ke DPR RI. Direktur DEEP Indonesia, Neni Nurhayati mengatakan saat ini Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK) diragukan keseriusannya untuk menangani sengketa Pemilu 2024.
"Ini perlu kita kawal karena demokrasi kita mungkin hari ini sedang ada dalam bahaya," ujar Neni.
Advertisement
Rencana Ganjar-Mahfud dan Anies-Muhaimin Gugat ke MK
Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud memastikan akan mengajukan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Hal itu bakal diajukan pasca Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU RI) mengumumkan hasil rekapitulasi suara manual berjenjang pada Pemilu 2024.
"Paslon 03 pasti mengajukan PHPU ke MK. Setelah perhitungan manual di KPU, saya juga hakul yakin paslon 01 juga melakukan hal demikian," tegas tim hukum TPN Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis saat jumpa pers di Media Center, Jalan Cemara, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024).
Todung berharap PHPU bisa dijalankan MK dengan penuh integritas dan tidak hanya fokus dengan perbedaan suara hasil di pemilu 2024. Dia mendorong MK mampu melihat secara holistik mulai dari pra-pemilihan, saat pemilihan dan pasca-pemilihan terkait proses pemilu 2024 yang diyakini penuh dengan kecurangan.
"Jadi tidak bisa kita melihat saat pencoblosan saja, karena prosesnya itu lebih penting ketimbang perolehan suara. Pelanggaran dan kecurangan atau kejahatan pemilu yang terjadi menjelang pencoblosan harus dipelototi oleh MK," kata Todung.
Todung menyebut, MK sudah mengalami demoralisasi saat meloloskan putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden saat mengabulkan putusan batas usia calon presiden dan wakil presiden.
Meski hal itu disayangkan banyak pihak, namun Todung masih berharap saat PHPU, MK bisa mengembalikan marwahnya sebagai penjaga konstitusi.
"Kita tetap ingin MK punya wibawa dan dihormati, tapi justru hilang padahal MK anak kandung reformasi. Maka penemuan MK kembali ke jati dirinya sangat penting karena MK akan menemui ujiannya lagi saat sengketa pilpres," Todung menandasi.
Sementara itu, Co-Captain Timnas Pemenangan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar (AMIN), Sudirman Said, mengatakan timnya tengah bekerja menyiapkan hal teknis untuk mengajukan perkara dugaan kecurangan pemilu 2024 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami yang sedang menyelesaikan tugas di tim 01 ya, bagiannya adalah menyiapkan hal teknis untuk perkara di Mahkamah Konsitusi nantinya," kata Sudirman di TWS House, Jalam Wijaya IX, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (6/3/2024).
Selain itu, kata dia, instruksi juga telah diberikan ke saksi pasangan Anies-Muhaimin di seluruh wilayah Indonesia untuk menolak hasil pemilu 2024. Sehingga, proses hukum bisa dilakukan.
"Kita memberi instruksi kepada seluruh saksi di semua level untuk menyatakan menolak hasil kan. Itu artinya kan memang sikap kita akan menolak, kemudian akan menyampaikannya dengan pada proses-proses politik," ucap Sudirman.
Lebih lanjut, Ketua Institut Harkat Negeri (IHN) tersebut menyebut, Tim Hukum Nasional (THN) AMIN terus bekerja mengumpulkan bahan-bahan untuk bisa dibawa ke MK.
"Iya kalau timnasnya kan memang, tim hukum kan masih bekerja, saksi masih bekerja, kemudian tim riset sebagian masih mengumpulkan bahan-bahan untuk saya kira yang digunakan untuk menujukkan pada MK," ujar dia.
Tak hanya itu, menurut Sudirman, bahan dan bukti yang nantinya dibawa ke MK kemungkinan juga bakal dijadikan bahan untuk mendukung hak angket dugaan kecurangan pemilu 2024 yang bergulir di DPR RI.
"Hak angket menjadi domainnya partai politik ya. Saya kira tiap partai politik punya pertimbangan," tuturnya.
MK Pastikan Tidak Ada Cawe-cawe
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Suhartoyo, menegaskan pihaknya tidak akan cawe-cawe saat memeriksa, mengadili dan memutuskan sengketa hasil pemilu 2024. Suhartoyo memastikan MK tidak akan berpihak dan bepegang pada fakta persidangan serta saksi yang dihadirkan.
"Saya tegaskan semua itu harus dibawa ke persidangan, dibuktikan oleh para pihak, tidak boleh itu hakim cawe-cawe. Harus begini, harus begini, enggak boleh," kata Suhartoyo saat ditanya wartawan di Pusdiklat MK, Cisarua, Bogor, Jawa Barat, Rabu (6/3/2024) malam.
Suhartoyo menambahkan, hakim MK dalam sengketa pemilu lebih bersifat pasif. Artinya, beban pembuktian terletak pada para pihak yang bersengketa untuk menghadirkan alat bukti, saksi yang relevan dengan dalil permohonannya, sehingga bisa meyakinkan para hakim MK.
"Apakah boleh hakim (MK) mengadili dalam perkara pileg dan pilpres nanti bisa aktif memanggil ahli ke persidangan? Saya tegaskan enggak bisa! Jadi hakim sebenarnya pasif. Kalau teman-teman meliput perkara-perkara sidang perdata di peradilan umum, enggak ada hakim yang perintahkan panggil ini, panggil ini, enggak boleh, karena sifatnya harus pasif. Pembuktian semuanya dibebankan kepada para pihak," jelas pria yang karib disapa Harto ini.
Harto menjelaskan, jika pada umumnya hakim MK biasa memanggil ahli untuk bersaksi, namun untuk penyelesaian sengketa pemilu adalah soal berbeda. Sebab pada sidang yang biasa dilakukan adalah pengujian undang-undang yang menjadi norma publik.
"Perkara pengujian undang-undang, karena normanya milik publik. Hakim malah boleh mengakselerasikan dengan kewenangan-kewenangan yang dipunyai, supaya apa? Supaya nanti berkaitan dengan pengujian norma itu hakim punya kajian-kajian yang lebih komprehensif, baik secara asas doktrin mungkin secara teori juga," tutur dia.
Maka dari itu, Harto memastikan pihaknya juga sudah melangsungkan sejumlah simulasi dan mengerahkan pegawainya yang secara detil tugas dan kewenangannya sudah dibagi.
"MK sudah selalu mengadakan simulasi dan kami punya gugus tugas sekitar 600an pegawai itu yang masing-masing punya tugas khusus yang sudah diplot secara detail yang itu secara periodik kami simulasikan," dia menandasi.
Untuk mengahdapi gugatan sengketa hasil Pemilu di MK, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia (RI) telah membentuk tim hukum untuk menghadapi Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pemilihan umum presiden/wakil presiden (pilpres) dan pemilu anggota legislatif (pileg).
"Tim dari KPU terdiri atas tim internal di jajaran KPU dari tingkat pusat sampai kabupaten/kota dan tim eksternal, yaitu kuasa hukum (lawyer)," kata Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin.
Pria yang akrab disapa Afif itu menegaskan bahwa KPU melakukan persiapan sedari awal dalam menghadapi sengketa pemilu 2024 dengan menyiapkan tim internal dan eksternal.
KPU juga sudah menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) internal untuk manajemen penanganan perkara sengketa pemilu 2024 di MK.
"KPU juga menyiapkan skema penanganan PHPU di MK dengan melakukan gelar perkara terhadap permohonan yang diajukan oleh pemohon," ujar Afif.
Selain itu, kata Afif, KPU juga melakukan identifikasi dan inventarisasi permasalahan hukum yang terjadi di tingkat kabupaten/kota dan provinsi, bahkan sampai ke level kejadian-kejadian di Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Diketahui bahwa jangka waktu pengajuan permohonan ke MK untuk pemilihan presiden paling lama 3 hari setelah pengumuman penetapan perolehan suara oleh KPU. Tenggat sejenis untuk pemilihan anggota legislatif paling lama 3 x 24 jam sejak pengumuman perolehan suara oleh KPU.
Advertisement