Liputan6.com, Jakarta - Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Gilbert Simanjuntak, menilai Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta sudah tidak berlaku.
Pasalnya, status Daerah Khusus Ibukota (DKI) bagi Jakakrta sudah tidak berlaku dan akan berubah menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Oleh sebab itu, dia menganjurkan, Pilkada Jakarta ke depan disamakan dengan gelaran Pilkada di provinsi lain, yakni hanya satu putaran.
Baca Juga
Gilbert mengatakan, berdasarkan PKPU Nomor 6 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota di Aceh, Jakarta, Papua, dan Papua Barat, cagub dan cawagub DKI harus memperoleh suara lebih dari 50 persen untuk menjadi pemenang.
Advertisement
Menurutnya, Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (UU DKJ) diperlukan untuk menggantikan UU Nomor 29 Tahun 2007 tentang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara, seiring dengan rencana pemindahan ibu kota ke Nusantara, Kalimantan Timur.
Diketahui, dalam draf Rancangan Undang-Undang (RUU) DKJ yang beredar, Gubernur Jakarta akan ditunjuk oleh Presiden, namun semua fraksi di DPR menolak wacana tersebut, kecuali fraksi Gerindra.
"Apabila nanti tidak lagi berlaku sebagai DKI, tetapi sebagai DKJ, sebaiknya Pilkada Gubernur DKJ dibuat cukup satu putaran, sama dengan semua provinsi lain," kata Gilbert dalam keterangan tertulis yang diterima pada Jumat (8/3/2024).
Selain itu, kata Gilbert, PKPU Nomor 6 Tahun 2026 juga harus diubah, karena Papua sudah dimekarkan menjadi lebih banyak provinsi.
Politikus PDIP ini menilai, Pilkada Jakarta satu putaran bakal mampu menekan biaya penyelenggaraan sekaligus meredam gesekan.
"Provinsi lain dapat menghasilkan gubernur dalam satu putaran dan pemerintahannya berjalan baik. Padahal penduduknya hingga 5 kali DKI dan daerahnya sangat luas. Artinya beban daerah tersebut lebih besar dengan APBD yang lebih kecil," ucap Gilbert.
Jakarta Kehilangan Status DKI Sejak 15 Februari 2024
Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas menyatakan, Jakarta telah kehilangan status sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI) sejak 15 Februari 2024 lalu. Hal ini sebagai implikasi dari pengesahan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara (UU IKN).Â
Menurutnya, saat ini Baleg DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang tentang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) setelah menerima Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah.
"Masalahnya begini, RUU DKI itu dia kehilangan statusnya sejak 15 Februari kemarin. Kan itu implikasi dari Undang-Undang IKN. Nah, itu kan berakhir 15 Februari," kata Supratman kepada wartawan, dikutip Rabu (6/3/2024).
Supratman menyebut, saat ini Jakarta belum memiliki status resmi. Hal itu yang membuat Baleg DPR akan mempercepat pembahasan RUU DKJ untuk memperjelas status Jakarta.
Ke depan, ia memastikan Jakarta tetap menjadi daerah dengan kekhususan tertentu meski bukan lagi menjadi ibu kota negara.Â
Advertisement
Respons Heru Budi
"Sekarang DKI ini enggak ada statusnya. Itu yang membuat kita harus mempercepat. Nah, pikiran-pikiran terhadap kekhususan itulah yang melahirkan gagasan, salah satunya menyangkut soal Pasal 10. Karena kan namanya daerah khusus. Di samping kekhususannya itu untuk sektor ekonomi, keuangan, pusat industri, dan lain-lain," kata dia.
Bahkan, lanjutnya, Baleg menargetkan pembahasan RUU DKJ selambat-lambatnya 7-10 hari kedepan harus dapat selesai.
"Kalau bisa kami mau selesaikan dalam, kalau kita bisa lakukan raker lusa, umpamanya, dalam waktu seminggu sampai 10 hari kerja harus selesai, karena, DKI sudah kehilangan status," pungkasnya.
Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Heru Budi Hartono menanggapi santai soal status DKI yang sudah hilang sejak 15 Februari 2024.Â
Menurut Heru, Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) belum rampung. Sehingga, kata dia, pertukaran status Jakarta dari DKI ke DKJ masih dalam tahapan transisi.
"Ya masih ada waktu transisi. Kan sedang berproses DKJ," kata Heru kepada wartawan di Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (6/3/2024).