Sukses

Mendagri: Wapres sebagai Dewan Kawasan Aglomerasi Tidak Bisa Ambil Alih Wewenang Pemda

Tito mencontohkan, nantinya pembentukan Dewan kawasan aglomerasi di bawah wakil presiden, mirip dengan Badan Percepatan Pembangunan Papua yang sejak awal berada di bawah wewenang wapres.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan, pembahasan atau diskusi kawasan aglomerasi sudah dilakukan sejak lama yakni April 2022. Ia menyebut pembahasan melibatkan pakar perkotaan dari berbagai perguruan tinggi, dan diskusi dilakukan jauh sebelum Pilpres 2024.

”Saat FGD dilakukan, belum ada koalisi untuk Pemilu 2024, apalagi paslonnya siapa, tidak tahu,” kata Tito dalam raker bersama Komisi II DPR, dikutip Kamis (14/3/2024).

Tito mencontohkan, nantinya pembentukan Dewan kawasan aglomerasi di bawah wakil presiden, mirip dengan Badan Percepatan Pembangunan Papua yang sejak awal berada di bawah wewenang wapres.

Keduanya pun memiliki kemiripan tugas yakni melakukan harmonisasi pembangunan.

”Dia (wapres) tidak sendiri, tidak kemudian dia menjadi pemimpin yang lepas sendiri, tetapi bertanggung jawab ke presiden, bahkan presiden bisa saja mengambil alih,” kata Tito.

Kehadiran Dewan Kawasan Aglomerasi itu, lanjutnya, tidak mengambil alih wewenang Pemda. 

“Saya sampaikan lagi, jangan sampai kita berpikir seolah-olah wapres mengambil alih kewenangan pemerintahan daerah. Tidak, (wapres) enggak punya kewenangan. Tidak bisa mengambil alih kewenangan,” pungkasnya.

Diketahui, Dalam RUU tentang Daerah Khusus Jakarta (DKJ) salah satu usulan terkait pembangunan kawasan aglomerasi, yang meliputi Jakarta, Kabupaten Bogor, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Cianjur, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi, akan disinkronkan. 

Pasal 51 RUU DKJ disebutkan, mengkoordinasikan penyelenggaraan penataan ruang pada kawasan aglomerasi dan dokumen perencanaan pembangunan, dibentuk Dewan Kawasan Aglomerasi yang dipimpin wakil presiden.

2 dari 3 halaman

Mendagri Tito Usul Aglomerasi DKJ di Bawah Wewenang Wapres, Bukan Presiden

Sebelumnya, Menteri Dalam Negri (Mendagri) Tito Karnavian menyatakan, Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) akan turut membahas aglomerasi Jakarta dan wilayah sekitarnya. Menurutnya, hal tersebut perlu diperjelas agar tidak banyak pelintiran.

“Pemerintah sudah melakukan langkah awal secara proaktif yaitu mulai April ini kami menjelaskan betul isu masalah aglomerasi ini supaya tidak diplintir ke mana-mana, kami lihat sudah mulai plintirnya banyak. Akhrinya disepakati saat itu itu disebut saja dengan kawasan aglomerasi,” kata Tito Karnavian dalam rapat kerja Komisi II DPR, Rabu (13/2/2024).

Tito menjelaskan kawasan aglomerasi perlu dilakukan harmonisasi mengingat banyak problem dan program yang saling bersinggungan, salah satunya banjir.

“Prinsip kawasan ini adalah harmonisi pogram perencanaan dan evaluasi secara reguler, supaya on the track. Dan ini perlu ada yang melakukan itu melakukan sinkronisaai ini, ini problem tidak bisa ditangani satu menteri, misalnya Bappenas sendiri, enggak bisa ditangani satu Menko pun tak bisa, ini lintas menko,” kata Mendagri.

Oleh karena itu, kata Tito, pemerintah mengusulkan agar wewenang program harmonisasi aglomerasi Jakarta atau DKJ perlu berada di bawah wewenang Wakil Presiden (Wapres), sebab tugas presiden sudah banyak.

“Presiden memiliki tanggung jawab nasional yang luas sekali, maka perlu lebih spesifik ditangani wapres. Dan ini mirip yang kita lakukan di Papua dibentuk Badan Percepatan Pembangunan Papua,” katanya memungkasi.

3 dari 3 halaman

Pemerintah Tegaskan Gubernur DKJ Dipilih, Bukan Ditunjuk Presiden

Sebelumnya diberitakan, Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat kerja bersama Kemendagri membahas RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) pada Rabu (13/3/2024). Dalam pernyataannya di forum, Mendagri Tito Karnavian mengoreksi soal sikap pemerintah terkait pasal 10 tentang pemilihan gubernur DKJ ditunjuk oleh Presiden.

"Pertama isu paling krusial yang kami kira menjadi polemik di publik tentang isu pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Khusus Jakarta,” kata Tito.

Tito mengklaim sejak awal pemerintah bersikap Gubernur DKJ dipilih dalam Pilkada bukan ditunjuk Presiden.

"Sikap Pemerintah tegas tetap pada posisi dipilih atau tidak berubah sesuai dengan yang dilaksanakan saat ini. Bukan ditunjuk, sekali lagi. Karena dari awal draft kami pemerintah sikapnya dan draftnya isinya sama dipilih bukan ditunjuk,” kata dia