Liputan6.com, Jakarta - Dirjen Imigrasi Silmy Karim menghadiri Cambodia – Indonesia Bilateral Meeting on Immigration Matters pertama, di Phnom Penh, Kamboja bersama dengan Dirjen Imigrasi Kamboja, Letnan Jendral SOK Veasna. Kedua negara membahas serius terkait pencegahan dan penanggulangan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Indonesia dan Kamboja dua negara demokratis yang merupakan mitra dalam memajukan kesejahteraan, perdamaian dan keamanan di kawasan ASEAN. Belakangan ini, sejumlah permasalahan menjadi perhatian bersama, salah satunya perdagangan manusia,” ujar Silmy Karim, Kamis (14/3/2024).
Baca Juga
Dia menekankan, perlu adanya kesadaran hukum bagi masyarakat yang mempunyai keinginan bekerja di luar negeri, agar menjadi pekerja migran secara legal.
Advertisement
Sehingga terhindar dari potensi segala bentuk tindak kejahatan, dan meningkatkan posisi tawar di negara tujuan, serta mempermudah negara dalam memberikan perlindungan.
Selain itu, Dirjen Imigrasi Kamboja pun menekankan komitmen yang sama, untuk memberi perlindungan kepada WNI. Setidaknya, Kementerian Dalam Negeri Kamboja mencatat, ada 73 ribu WNI yang tinggal di negara tersebut. Jumlah tersebut termasuk 58.307 WNI yang memiliki izin kerja secara sah.
“Perdagangan orang di Kamboja sering kali melibatkan penipuan online dan kerja paksa. Umumnya, calon pekerja direkrut melalui iklan di media sosial atau disiarkan di grup chat, biasanya untuk posisi customer service atau pemasaran investasi. Tapi sesampainya di lokasi, mereka terpaksa menjual investasi palsu atau bentuk lainnya secara online,”tutur Silmy.
Sepakati 8 Poin Kerja Sama
Silmy pun mengungkapkan, dalam pertemuan bilateral tersebut, kedua negara menyepakati kerjasama dalam 8 hal, di antaranya meliputi; pertukaran informasi migrasi, pengaturan perpindahan orang secara sah dan tertib, penentuan status migran, melawan penyelundupan manusia dan perdagangan orang.
“Lalu, penanganan kasus penipuan dokumen perjalanan, pertukaran data statistic, pengembangan kelembagaan dan kebijakan manamehem migrasi, serta adanya pelatihan bantuan teknis dan peningkatan kapasitas,”tutur Silmy.
Dengan adanya perjanjian tersebut, dia berharap, kedua negara benar-benar fokus dalam melindungi masyarakat Indonesia dalam upaya perdagangan orang.
Advertisement