Liputan6.com, Jakarta - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) DKI Jakarta meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) ditangguhkan dalam agenda sidang paripurna DPR RI masa sidang IV.Â
Walhi menilai, masih ada beberapa substansi di RUU DKJ yang perlu dibahas lebih lanjut, terutama dengan masyarakat Jakarta. Walhi Jakarta pun memberikan sejumlah catatan kepada pemerintah dan DPR terkait RUU DKJ.
Baca Juga
Profil Nur Hidayati Walhi, Dedikasikan Separuh Hidupnya untuk Lawan Praktik Perusakan Lingkungan di Indonesia
Nur Hidayati Eks Pemimpin Walhi dan Greenpeace Indonesia Meninggal, Sempat Ungkap Tantangan Berat Indonesia soal Kerusakan Lingkungan
Kasasi JPU Ditolak, MA: Vonis Bebas Fatia-Haris Berkekuatan Hukum Tetap
Pertama, proses pembahasan RUU DKJ dianggap terlalu buru-buru. Hal tersebut, dipandang juga telah mengesampingkan keterlibatan masyarakat secara bermakna dalam pembahasan RUU DKJ.Â
Advertisement
"Proses ini hanya mengulangi pola buruk yang telah terjadi dalam sejumlah kebijakan sebelumnya, seperti pengesahan UU (Undang-Undang) Minerba dan UU Cipta Kerja yang melegitimasi kerusakan lingkungan," kata Direktur Eksekutif Walhi Jakarta, Suci Fitriah Tanjung dalam keterangan resmi yang diterima Liputan6.com, Jumat (15/3/2024).
Selain itu, Walhi juga menilai RUU DKJ menjadi prejudice buruk demokrasi, menindas hak politik warga Jakarta, serta disebut bisa mengancam kepentingan kelompok rentan karena tidak bisa memilih secara langsung kepala daerah yang dianggap mewakili dan mengakomodir kebutuhannya.
Sebab, dalam draf RUU DKJ disebutkan bahwa Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta bakal ditunjuk oleh Presiden dengan memperhatikan usul atau pendapat DPRD Jakarta.Â
"Pasal ini tentu akan merusak semangat negara demokrasi yang menempatkan rakyat sebagai pemilik kuasa tertinggi. Pasal tersebut juga berpotensi merusak prinsip otonomi daerah dan desentralisasi sebagaimana mandat dan agenda reformasi," ucap Suci.
Lebih lanjut, Walhi juga menyoroti adanya Dewan Kawasan Aglomerasi dalam RUU DKJ yang dinilai sarat muatan nepotisme karena dipilih langsung pemerintah pusat dan dibawahi oleh Wakil Presiden.
"RUU DKJ sarat muatan nepotisme. Siapa yang akan memimpin Indonesia akan berkuasa di Jakarta dan daerah di wilayah aglomerasinya. Hal itu sangat berbahaya bagi demokrasi dan masyarakat," ujar Suci.
Dewan Aglomerasi Ditunjuk Presiden
Sementara itu, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Pemerintah menyetujui rumusan baru dalam draf RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yakni agar ketua dan anggota Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh Presiden RI.
"Jadi kita setuju yang rumusan baru, ya?" tanya Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas dalam rapat panitia kerja (Panja) pembahasan DIM RUU DKJ seraya mengetuk palu di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (14/3/2024).
Rumusan baru tersebut untuk menganulir rumusan lama, sebagaimana yang tertuang dalam Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) 523 ayat (3) draf RUU DKJ yang menyebutkan bahwa, "Dewan Kawasan Aglomerasi dipimpin oleh Wakil Presiden".
Supratman mengatakan ketentuan lebih lanjut mengenai Dewan Kawasan Aglomerasi dan tata cara penunjukan ketua dan anggotanya diatur dengan Peraturan Presiden (Perpres).
"Kemudian ketentuan itu diatur dalam peraturan presiden. Jadi ditunjuk lewat keputusan presiden. Jadi artinya dia mau kasih ke wapresnya, mau kasih ke siapa, problem ketatanegaraan kita menjadi selesai," ujarnya, seperti dikutip dari Antara.
Â
Advertisement
PKS Sebut Dewan Aglomerasi Beda dengan BP3OKP
Menanggapi rumusan tersebut, anggota Baleg DPR RI Mardani Ali Sera mengaku setuju agar ketua Dewan Kawasan Aglomerasi ditunjuk oleh presiden.
Menurut politikus PKS ini, Dewan Kawasan Aglomerasi berbeda dengan Badan Pengarah Percepatan Otonomi Khusus Papua (BP3OKP) yang dapat dipimpin oleh wakil presiden.
"Saya setuju dengan draf yang dibuat pimpinan karena memang kita sistemnya presidensial, bahwa nanti presiden tetap menunjuk wakil presiden tidak ada masalah karena bedanya kalau Papua tidak sensitif pimpinan, kalau Jabodetabek ‘wow’ bukan cuma sensitif, itu super," kata Mardani.
Â
Alasan Aglomerasi DKJ Dipimpin Wapres
Dalam rapat sebelumnya, Rabu (13/3/2024), Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menjelaskan alasan pemerintah mengusulkan wakil presiden (wapres) memimpin Dewan Kawasan Aglomerasi dalam draf RUU DKJ, sebab akan menangani permasalahan kompleks yang sifatnya lintas menteri koordinator (Menko).
"Kalau bicara menyelesaikan persoalan yang kompleks lintas menko, yaitu presiden dan wakil presiden, kita melihat saat itu bahwa presiden memiliki tanggung jawab nasional, pekerjaannya sangat luas sekali, maka perlu lebih spesifik ditangani oleh wapres," kata Tito dalam rapat kerja (raker) Badan Legislasi DPR RI bersama Pemerintah terkait RUU DKJ di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta.
Berdasarkan Pasal 51 draf RUU DKJ, disebutkan bahwa pembangunan Daerah Khusus Jakarta akan disinkronkan dengan kawasan aglomerasi. Kawasan tersebut meliputi Jakarta, Kabupaten dan Kota Bogor, Kota Depok, Kabupeten dan Kota Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kabupaten dan Kota Bekasi, serta Kabupaten Cianjur (Jabodetaberkjur).
Advertisement