Sukses

Peneliti PSHK Sebut Pembahasan RUU DKJ Tak Perlu Buru-buru, Minta Transparan

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) oleh DPR dan Presiden Joko Widodo tidak perlu dilakukan secara terburu-buru dan serampangan.

Liputan6.com, Jakarta Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Indonesia meminta pembahasan Rancangan Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta (RUU DKJ) oleh DPR dan Presiden Joko Widodo tidak perlu dilakukan secara terburu-buru dan serampangan.

PSHK mendorong DPR dan Presiden tetap mengedepankan pembahasan dilakukan secara komprehensif dan akuntabel, dengan proses transparan dan melibatkan partisipasi publik yang bermakna.

"Kewenangan Presiden dan DPR dalam pembentukan UU tidak hanya melaksanakan rapat dan membahas secara internal, tetapi harus ada keterbukaan informasi publik, dan proses pembahasan yang melibatkan para pemangku kepentingan," kata Peneliti PSHK Muhammad Nur Ramadhan dalam keterangan tertulis, diterima Senin (18/3/2024).

Menurut dia, dari segi pembahasan DPR dan Presiden memiliki waktu selama tiga kali masa sidang. Bahkan, pembahasan masih bisa diperpanjang sesuai dengan keputusan Rapat Paripurna DPR Pasal 97 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2020.

"Ketika masa persidangan IV 2023-2024 adalah masa sidang yang pertama dalam pembahasan RUU DKJ, maka masih ada 2 masa sidang yang dapat dimanfaatkan untuk memastikan adanya transparansi dan partisipasi yang bermakna dalam pembahasan RUU DKJ," ucapnya.

Selain itu, Muhammad Nur Ramadhan juga menyoroti mekanisme sistem pemilihan gubernur dan wakil gubernur Jakarta dalam RUU DKJ. Menurutnya, sistem pemilihan kepala daerah secara langsung di Jakarta harus tetap dipertahankan.

"Partisipasi langsung dari masyarakat Jakarta memungkinkan untuk menghasilkan tokoh-tokoh yang lebih representatif dan mendorong akuntabilitas yang lebih besar terhadap gubernur dan wakil gubernur yang terpilih," terang dia.

 

2 dari 3 halaman

Pengawasan yang Kuat

Dia menilai, pemilihan langsung oleh penduduk Jakarta tidak hanya menjaga pengawasan yang kuat oleh masyarakat terhadap pemerintah.

Menurut Muhammad Nur Ramadhan, pemilihan langsung memastikan DPRD tidak terjebak benturan kepentingan saat melakukan pengawasan terhadap kinerja gubernur dan wakil gubernur DKJ.

"Mengubah mekanisme ini dengan memindahkan proses pemilihan ke tangan DPRD Provinsi dapat mereduksi nilai-nilai demokrasi lokal, termasuk menghilangkan hak politik bagi penduduk Jakarta," ujar dia.

 

3 dari 3 halaman

Tak Perlu Bergabung

Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah tidak sepakat apabila Jakarta bergabung dengan wilayah penyangganya menjadi kawasan aglomerasi. Menurut dia, seharusnya wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang bergabung dengan Jakarta.

"Jakarta Otonom, Depok otonom ngapain aglomerasi. Selama ini yang diinginkan masyarakat Bekasi balik lagi ke Jakarta, Depok dan Bogor kembali ke Jakarta. Dan penyusunan RUU wilayah Jakarta diperluas dengan memasukkan wilayah itu," ujar Trubus kepada Liputan6.com, Jumat (15/3/2024).

Dia lebih sepakat dengan konsep megapolitan yang diusulkan mantan Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso. Kata Trubus, Megapolitan ala Bang Yos dipimpin oleh kementerian tersendiri.

"Sekarang jadi aneh kenapa Jakarta harus gabung ke Depok, Bogor. Apakah Jakarta harus menunggu pembangunan Depok atau Bogor? Kan Jakarta lebih dahulu maju daripada wilayah Aglomerasi," katanya.

Video Terkini