Sukses

Ojol di Jakarta Utara Dibekuk, Ternyata Bandar Narkoba yang Mau Edarkan 10.000 Ekstasi

Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipidnarkoba Bareskrim Polri) berhasil menangkap HJL, seorang bandar narkoba yang hendak mengedarkan 10.000 pil ekstasi.

Liputan6.com, Jakarta Direktorat Tindak Pidana Narkoba Badan Reserse Kriminal Kepolisian Republik Indonesia (Dittipidnarkoba Bareskrim Polri) berhasil menangkap HJL, seorang bandar narkoba yang hendak mengedarkan 10.000 pil ekstasi.

Bandar narkoba itu kesehariannya menyamar dengan bekerja sebagai ojek online (ojol) di Teluk Gong Raya, Jakarta Utara.

"HJL sehari-harinya bekerja sebagai ojek online (ojol). (Kami berhasil) menggagalkan peredaran 10.000 butir ekstasi," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Polisi (Brigjen Pol) Mukti Juharsa dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (19/3/2024).

Mukti menyatakan penyamaran HJL berhasil terungkap setelah polisi mendapat informasi akan ada transaksi narkoba di wilayah Jakarta Utara dengan jumlah besar, yakni 10.000 butir ekstasi. Berbekal informasi tersebut, polisi langsung bergerak.

"Kemudian kita lakukan pemantauan, dan kita tangkap di Jalan Teluk Gong Raya, Penjaringan, Jakarta Utara. Kita amankan HJL dengan barang bukti 10.000 butir ekstasi," kata Mukti.

"Pengakuan HJL mengambil ekstasi di dalam tas di penitipan barang Superindo Muara Karang, Jakarta Utara," Mukti menambahkan.

Mukti menjelaskan barang haram itu didapat HJL dari HN yang merupakan pengedar dari Thailand. HN meminta HJL untuk selalu mengambil paket yang sudah ditaruh dalam toilet di salah satu tempat kopi.

"Kemudian mengambil barang di tas yang isinya narkoba jenis ekstasi bentuk kepala singa warna cokelat. HJL mengaku diperintah oleh HN alias SM yang diketahui berada di Thailand," kata Mukti.

2 dari 2 halaman

Residivis Kasus Narkoba

Untuk latar belakang HJL dan HN ternyata merupakan residivis kasus narkoba. Keduanya pernah ditangkap oleh Polda Metro Jaya tahun 2014. Mereka divonis 11 tahun dan menjalani 8,5 tahun penjara.

HJL dan HN beberapa kali pindah rutan, terakhir di Nusakambangan. Setelah bebas, keduanya kembali menyusun rencana mengedarkan narkoba lewat komunikasi menggunakan aplikasi Twin Me.

"Menurut pengakuan HJL baru 3 kali melakukan pengantaran dan mendapat upah Rp3 juta. Setiap dia mengantar kemudian dia mendapat perintah untuk ditaruh lagi (tempel) di wilayah Jakarta Utara," jelas Mukti.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com