Liputan6.com, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan tuntutan terhadap tujuh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Kuala Lumpur atas kasus dugaan pemalsuan data dan daftar pemilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 di Kuala Lumpur, Malaysia.
Dari tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur tersebut, enam orang dituntut dengan hukuman percobaan. Sementara satu orang lainnya dituntut dengan hukuman penjara selama enam bulan.
Tuntutan tersebut dibacakan JPU dalam sidang lanjutan dengan agenda membacakan tuntutan yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Selasa (19/3/2024).
Advertisement
Dalam amar tuntutanya, Jaksa menilai tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur yakni Umar Faruk, Tifa Octavia Cahya Rahayu, Dicky Saputra, Aprijon, Puji Sumarsono, A Khalil, dan Masduki Khamdan dianggap terbukti secara sah dan meyakinkan telah memanipulasi data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024.
"Menyatakan terdakwa I, II, III, IV, V, VI, VII, terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih," ujar jaksa dalam amar tuntutannya, Selasa (19/3).
Jaksa menyebut mereka diyakini melanggar Pasal 544 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Mereka dihukum dengan pidana penjara selama enam bulan.
Hanya saja keenam terdakwa tidak harus menjalani masa pidananya sepanjang mereka tidak mengulangi perbuatannya hingga keputusan tersebut bersifat inkrach. Sedangkan untuk terdakwa atas nama Masduki tetap harus menjalani masa penahanan.
"Khusus terdakwa tujuh, Masduki Khamdan Muchama pidana penjara selama 6 bulan dikurangkan masa penahanan yang telah dilalui oleh terdakwa tujuh dengan perintah agar dilakukan penahanan rutan," ungkap jaksa.
Â
Dituntut Bayar Denda Rp10 Juta
Jaksa juga menambahkan dalam amar tuntutannya memberatkan para terdakwa dengan membayar denda Rp10 juta. Bila terdakwa tidak mampu membayar denda akan diganti dengan pidana penjara selama tiga bulan.
"Menjatuhkan pidana denda kepada seluruh terdakwa masing-masing sebesar Rp 10 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan masing-masing selama 3 bulan," tutupnya.
Dalam dakwaannya, ketujuh PPLN KL, diduga telah melakukan mark up data pemilih sebanyak 493.856 suara untuk wilayah Kuala Lumpur.
"Dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih, baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan," ujar Jaksa dalam amar dakwaannya yang dibacakan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (13/3).
Jaksa menerangkan, pada saat penyusunan daftar pemilih Kuala Lumpur para terdakwa menerima Data Penduduk Pontensional Pemilih (DP4) sebanyak 493.856 ke KPU RI melalui Sistem Data Pemilih (SIDALIH).
Padahal berdasarkan data pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilaksanakan oleh Pantarlih, Daftar Pemilih di Negeri Jiran itu hanya sebanyak 64.148.
Â
Advertisement
Menimbulkan Kegaduhan
Data DP4 itu pun menimbulkan kegaduhan pada saat rapat pleno dari perwakilan parpol yang hadir.
Singkat cerita dari DP4 tersebut berubah menjadi DPS, lalu Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP) dan didapatkan data Daftar Pemilih Tetap (DPT) Kuala Lumpur.
Rinciannya:
- TPS LN: 222.945
- Kotak Suara Keliling (KSK): 67.945
- POS: 156.367
Dalam berita acara PPLN Kuala Lumpur dengan nomor 009/PP.05.1.BA/078/2023 tanggal 21 Juni 2023 tentang rekapitulasi DPT didapatkan daftar pemilih sebanyak 447.258.
"Bahwa para terdakwa telah mengetahui bahwa daftar pemilih yang mereka kelola sudah tidak valid sejak tahap penetapan DPS namun para terdakwa tetap melakukan perubahan data dari metode pengambilan suara TPS LN dan mengalihkan ke metode pengambilan suara KSK, dan metode sehingga banyak pemilih dalam daftar yang tidak jelas alamat dan nomor kontaknya,"
Atas perbuatannya para terdakwa dikenakan pasal 554 UU no 7 tahun 2018 tentang jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Â
Reporter: Rahmat Baihaqi
Merdeka.com