Liputan6.com, Banda Aceh: Perang TNI/Polri dan Gerakan Aceh Merdeka di wilayah Nanggroe Aceh Darussalam masih berkobar. Korban berjatuhan dari dua pihak. Sabtu (31/5) malam, Komandan Komando Rayon Militer Kecamatan Lhoong Pembantu Letnan Satu TNI Musbar M. Adam ditembak GAM.
Penembakan terjadi sekitar pukul 18.30 WIB. Saat itu, Musbar hendak pulang dari kantornya di Koramil Kecamatan Lhoong menuju rumah keluarganya di Banda Aceh. Dia menumpang kendaraan umum L-300. Ketika tiba di Desa Paro, kendaraan tersebut dihentikan sejumlah anggota GAM. Musbar dipaksa turun dan ditembak di kepala ketika berusaha lari. Dia pun tewas.
Saat ini, jenazah Musbar berada di rumah duka. Tadi malam, sejumlah pasukan TNI, termasuk Komandan Komando Daerah Militer Banda Aceh serta para anggota keluarga membacakan surat Yasin dan memanjatkan doa bagi almarhum yang merupakan putra asli Bireun. Musbar meninggalkan seorang istri dan tiga anak. Menurut rencana, jenazah anggota TNI ini dimakamkan di Banda Aceh, hari ini.
Prajurit Kepala TNI Supra dari Batalyon Infanteri 521 juga tertembak di paha kanannya saat terjadi kontak senjata dengan GAM di Meulaboh, Aceh Barat, kemarin sore. Ia segera dievakusai dengan helikopter ke Rumah Sakit Kesehatan Daerah Militer untuk dioperasi. Saat ini, kondisi Praka Supra sudah stabil.
Di sisi lain, kepolisian dan TNI terus mengawal iring-iringan truk yang membawa berbagai bahan kebutuhan pokok masyarakat Serambi Mekah. Kemarin, 29 truk pengangkut bahan pangan yang merupakan konvoi gelombang ketiga yang memasuki Banda Aceh semenjak status Darurat Militer diterapkan di provinsi paling barat Sumatra itu [baca: Konvoi Truk Pengangkut Makanan Bergerak ke Aceh]. Konvoi puluhan truk tersebut dikuntit panser dan kendaraan taktis. Sejumlah sopir truk yang diwawancarai mengemukakan perjalanan mereka dari Medan, Sumatra Utara, berjalan tanpa hambatan berarti.
Sementara itu, mantan Panglima Daerah Militer Iskandar Muda Mayor Jenderal TNI Djali Yusuf melihat Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam lengah sehingga terjadi pembakaran ratusan sekolah di Aceh. Anggota Fraksi Utusan Daerah MPR asal Aceh Gazali Abbas juga mencermati tentara dan polisi kurang sigap mengamankan sekolah-sekolah sebagai aset bangsa. "Masak di jalan-jalan protokol ada sekolah yang dibakar," Gazali mempertanyakan. Padahal, pemerintah, dalam hal ini TNI dan Polri harus melindungi masyarakat sipil di Bumi Serpong. [Baca: Ratusan Sekolah Dibakar, Pemerintah Mengaku Lalai].
Pendapat tersebut diungkapkan dalam diskusi bertema Menatap Aceh Masa Depan yang digelar di Jakarta, Sabtu. Para pembicara banyak menyoroti peran militer dan polisi selama pemberlakuan Darurat Militer di Bumi Rencong. Dalam diskusi tersebut juga terlontar kekhawatiran kemungkinan munculnya konflik kepentingan antara sipil dan militer di Aceh usai operasi penumpasan GAM. Konflik itu dicemaskan justru akan merugikan masyarakat. Usulan yang mengemuka soal solusi masalah itu adalah kehadiran lembaga pemantau independen di Aceh secepatnya.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)
Penembakan terjadi sekitar pukul 18.30 WIB. Saat itu, Musbar hendak pulang dari kantornya di Koramil Kecamatan Lhoong menuju rumah keluarganya di Banda Aceh. Dia menumpang kendaraan umum L-300. Ketika tiba di Desa Paro, kendaraan tersebut dihentikan sejumlah anggota GAM. Musbar dipaksa turun dan ditembak di kepala ketika berusaha lari. Dia pun tewas.
Saat ini, jenazah Musbar berada di rumah duka. Tadi malam, sejumlah pasukan TNI, termasuk Komandan Komando Daerah Militer Banda Aceh serta para anggota keluarga membacakan surat Yasin dan memanjatkan doa bagi almarhum yang merupakan putra asli Bireun. Musbar meninggalkan seorang istri dan tiga anak. Menurut rencana, jenazah anggota TNI ini dimakamkan di Banda Aceh, hari ini.
Prajurit Kepala TNI Supra dari Batalyon Infanteri 521 juga tertembak di paha kanannya saat terjadi kontak senjata dengan GAM di Meulaboh, Aceh Barat, kemarin sore. Ia segera dievakusai dengan helikopter ke Rumah Sakit Kesehatan Daerah Militer untuk dioperasi. Saat ini, kondisi Praka Supra sudah stabil.
Di sisi lain, kepolisian dan TNI terus mengawal iring-iringan truk yang membawa berbagai bahan kebutuhan pokok masyarakat Serambi Mekah. Kemarin, 29 truk pengangkut bahan pangan yang merupakan konvoi gelombang ketiga yang memasuki Banda Aceh semenjak status Darurat Militer diterapkan di provinsi paling barat Sumatra itu [baca: Konvoi Truk Pengangkut Makanan Bergerak ke Aceh]. Konvoi puluhan truk tersebut dikuntit panser dan kendaraan taktis. Sejumlah sopir truk yang diwawancarai mengemukakan perjalanan mereka dari Medan, Sumatra Utara, berjalan tanpa hambatan berarti.
Sementara itu, mantan Panglima Daerah Militer Iskandar Muda Mayor Jenderal TNI Djali Yusuf melihat Pemerintah Daerah Nanggroe Aceh Darussalam lengah sehingga terjadi pembakaran ratusan sekolah di Aceh. Anggota Fraksi Utusan Daerah MPR asal Aceh Gazali Abbas juga mencermati tentara dan polisi kurang sigap mengamankan sekolah-sekolah sebagai aset bangsa. "Masak di jalan-jalan protokol ada sekolah yang dibakar," Gazali mempertanyakan. Padahal, pemerintah, dalam hal ini TNI dan Polri harus melindungi masyarakat sipil di Bumi Serpong. [Baca: Ratusan Sekolah Dibakar, Pemerintah Mengaku Lalai].
Pendapat tersebut diungkapkan dalam diskusi bertema Menatap Aceh Masa Depan yang digelar di Jakarta, Sabtu. Para pembicara banyak menyoroti peran militer dan polisi selama pemberlakuan Darurat Militer di Bumi Rencong. Dalam diskusi tersebut juga terlontar kekhawatiran kemungkinan munculnya konflik kepentingan antara sipil dan militer di Aceh usai operasi penumpasan GAM. Konflik itu dicemaskan justru akan merugikan masyarakat. Usulan yang mengemuka soal solusi masalah itu adalah kehadiran lembaga pemantau independen di Aceh secepatnya.(TNA/Tim Liputan 6 SCTV)