Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah berupaya memaksimalkan pengembalian kerugian negara akibat kasus dugaan korupsi berupa suap pengadaan proyek dan jual beli jabatan yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba.
KPK membuka peluang untuk mengembangkan kasus ini ke arah Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Hal itu dibenarkan oleh Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri.
Baca Juga
"Betul, Kami upayakan pada peluang penerapan TPPU," kata Ali dalam keterangannya, Selasa (26/3/2024).
Advertisement
Dia menjelaskan, penerapan TPPU kepada Abdul Gani Kasuba (AGK) ini dilakukan untuk memaksimalkan pengembalian kerugian negara.
"(TPPU) untuk memaksimalkan pemulihan dugaan hasil kejahatan korupsinya," kata dia.
Dalam kasus ini, AGK bersama enam orang lainnya yakni Kadis Perumahan dan Pemukiman Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), serta dua pihak swasta bernama Stevi Thomas (ST) dan Khristian Wuisan (KW) telah ditetapkan sebagai tersangka.
Hal ini setelah KPK mengembangkan hasil operasi tangkap tangan (OTT) di DKI Jakarta dan Ternate, Maluku Utara. Adapun barang bukti yang diamankan dari tangan mereka yakni uang senilai Rp725 juta.
Abdul Gani Langsung Ditahan KPK
Abdul Gani sendiri bersama Kadis Perumahan dan Pemukiman Adnan Hasanudin (AH), Kadis PUPR Daud Ismail (DI), Kepala BPPBJ Ridwan Arsan (RA), ajudan gubernur Ramadhan Ibrahim (RI), serta dua pihak swasta bernama Stevi Thomas (ST) langsung ditahan.
Atas perbuatannya, Stevi Thomas, Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Kristian Wulsan sebagai pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara, Abdul, Ramadhan Ibrahim, dan Ridwan Arsan sebagai penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a dan/atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Advertisement