Liputan6.com, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menerima laporan dugaan pelanggaran etika terhadap dua hakim konstitusi yaitu Arief Hidayat dan Saldi Isra. Keduanya pun diproses di dalam sidang etik, dan diputus tidak ada satu pun yang melanggar pada hari ini, Kamis (28/3/2024).
Pada penjelasannya, MKMK yang diketuai oleh Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna menjelaskan, pada awalnya Arief Hidayat diduga melanggar etik karena berstatus Ketua Umum Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (PA GMNI). Diketahui, laporan tersebut dilakukan oleh Aliansi Pemuda Berkeadilan.
Pelapor menduga Arief Hidayat melakukan pelanggaran etik karena dissenting opinion yang disampaikan pada putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang berisi soal dibolehkannya seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi calon presiden dan/atau wakil presiden selama pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah. Pelapor meyakini, dissenting disampaikan Arief Hidayat karena PA GMNI memiliki afiliasi dengan partai politik yang berpengaruh.
Advertisement
Namun pendalaman majelis MKMK tidak berkata demikian. Anggota MKMK Ridwan Mansyur mengungkap, tindakan Arief bukan merupakan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana didalilkan (melakukan dissenting) para pelapor bukan bagian dari pelanggaran etik sebab tak ada kaitannya dengan PA GMNI.
"PA GMNI bukanlah organisasi yang berafiliasi pada suatu partai politik sebagaimana yang didalilkan pelapor. Karena, dengan sifat keanggotaannya yang terbuka, berdasarkan penalaran yang wajar, dapat dipahami bahwa setiap warga negara tidak terhalang haknya untuk menjadi anggota PA GMNI sepanjang memenuhi syarat," kata Ridwan Mansyur.
Saldi Isra Tak Terbukti Berafiliasi dengan PDIP
Senada dengan itu, Hakim MKMK juga tidak menjatuhkan pelanggaran etik kepada Saldi Isra. Hampir mirip kasusnya dengan Arief, Saldi dilaporkan dengan tudingan melanggar etik karena diyakini memiliki afilisasi dengan PDI Perjuangan.
Sebabnya pun sama dengan Arief Hidayat. Tudingan itu berkaitan dengan dissenting opinion yang disampaikan Saldi Isra terkait putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Namun berdasarkan pendalaman MKMK yang diketuai oleh I Dewa Gede Palguna dan beranggotakan Ridwan Mansyur dan Yuliandri menyatakan tudingan pelapor tidak terbukti. Sehingga tidak ada pelanggaran etik yang dilakukan oleh Saldi.
"Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait penyampaian pendapat berbeda (dissenting opinion) dari hakim terlapor dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023,” kata Palguna.
"Hakim terlapor tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sepanjang terkait dugaan hakim terlapor berafiliasi dengan salah satu parpol peserta pemilu PDIP," imbuh Palguna menandasi.
Sebagai informasi, terhadap dugaan pelanggaran etik dilakukan Saldi Isra dilaporkan oleh perseorangan yang tergabung dalam Sahabat Konstitusi (Amicus Constituere).
Advertisement
Anwar Usman Kembali Melanggar Etik
Sementara itu, Hakim Konstitusi Anwar Usman kembali dilaporkan oleh masyarakat bernama Zico Leonardo terkait dugaan pelanggaran etik sebab melangsungkan jumpa pers soal pencopotan dirinya sebagai ketua Mahkamah Konstitusi (MK). Diketahui, peristiwa tersebut terjadi pada November 2023 yang lalu.
Laporan Zico yang kemudian diproses oleh Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang akhirnya memutuskan, bahwa tindakan jumpa pers tersebut adalah bagian dari pelanggaran etik hakim konstitusi.
"Hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi sebagaimana tertuang dalam prinsip kepantasan dan kesopanan butir penerapan angka 1 dan 2 Sapta Karsa Hutama," kata I Ketua MKMK Dewa Gede Palguna saat sidang putusan MKMK terhadap laporan terkait, Kamis (28/3/2024).
Akibat dari putusan tersebut, MKMK menjatuhkan hukuman terhadap hakim konstitusi Anwar Usman berupa sanksi teguran.
"Menjatuhkan saksi berupa teguran tertulis kepada hakim terlapor," kata Palguna.
Anwar Usman Dicopot dari Ketua MK
Diketahui, Anwar Usman sebelumnya dijatuhkan sanksi pelanggaran etik berat oleh Majelis Kehormatan MK yang saat itu diketuai oleh Jimlu Asshiddiqie. Kala itu, Anwar dihukum dengan sanksi pencopotan jabatan sebagai ketua MK oleh karena putusan kontroversial bernomor 90/PUU-XXI/2023.
Sebagai indormasi, isi dari putusan itu adalah soal dibolehkannya seseorang yang belum berusia 40 tahun menjadi calon presiden dan/atau wakil presiden asalkan pernah atau sedang menjabat sebagai kepala daerah.
Atas putusan tersebut, Anwar Usman digantikan posisinya oleh hakim konstitusi Suhartoyo dan disanksi tidak boleh terlibat dalam sidang Perselisihan Hasil Pemilu Presiden.
Advertisement