Liputan6.com, Jakarta - Usia nol sampai tiga tahun merupakan periode penting bagi pertumbuhan manusia di mana pada masa tersebut perkembangan otak anak mencapai 80% ukuran otak manusia dewasa. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal di periode ini, diperlukan pengasuhan yang responsif yaitu tanggap terhadap kebutuhan dasar anak dan tersedianya bahan belajar di sekitar anak.
Namun, praktik pengasuhan anak yang tidak tepat di Indonesia ternyata masih tinggi. Menurut Laporan Anak Usia Dini Indonesia tahun 2021, 4 dari 10 anak usia dini di Indonesia masih menerima pengasuhan yang tidak tepat. Bukan hanya itu, menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) tahun 2023, terdapat 5.604 kasus kekerasan terhadap anak, di mana 730 korbannya merupakan anak-anak berusia 0 hingga 5 tahun. Dapat dikatakan pola pengasuhan dari orang tua di Indonesia relatif masih belum mendukung pertumbuhan anak yang optimal.
Baca Juga
Berdasarkan hal ini, Tanoto Foundation bekerja sama dengan School of Parenting menyelenggarakan studi dengan judul “Optimizing Child Development Through the First Three Years: The Important of Responsive Parenting and Early Learning Stimulation”. Studi kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui praktik pengasuhan anak yang responsif dan ketersediaan bahan belajar di sekitar anak pada anak usia 0-3 tahun di Indonesia yang hasilnya dapat menjadi dasar untuk intervensi dan penelitian lebih lanjut terhadap keluarga Indonesia.
Advertisement
Temuan dari studi ini dipaparkan oleh tim studi dalam acara Asian Conference on Psychology & the Behavioral Sciences (ACP 2024) ke-14 di Tokyo, Jepang, pada hari Jumat, 29 Maret 2024. Dalam paparan ini tim studi mengemukakan bahwa perbedaan tingkat pendidikan, ekonomi, dan tempat tinggal pengasuh menjadi elemen yang berpengaruh terhadap optimalnya pengasuhan anak.
“Semakin tinggi tingkat pendidikan dan ekonomi orang tua atau pengasuh, cenderung semakin baik pula kualitas pengasuhan terhadap anak. Pengasuh dengan pendidikan yang lebih tinggi memberikan permainan yang lebih bervariasi, seperti mainan fisik-motorik, edukatif, dan imajinatif seperti bermain peran, yang memberikan kesempatan anak bermain secara konstruktif. Sedangkan sebaliknya pengasuh dengan pendidikan dan ekonomi yang lebih rendah memberikan lebih banyak aktivitas fisik seperti berlari, menarik, dan mendorong yang hanya melatih motorik.” ucap Fitriana Herarti, ECED Ecosystem Lead, Tanoto Foundation dalam keterangannya.
Orang tua dengan pendidikan yang lebih tinggi juga memiliki kesadaran yang lebih baik untuk menstimulasi anak dengan membacakan buku. “Ditemukan bahwa hanya 21,4% dari responden yang membacakan kepada anaknya minimal tiga kali seminggu, sedangkan 56,6% orang tua tidak pernah membacakan buku kepada anaknya. Temuan ini juga senada dengan rendahnya tingkat literasi di Indonesia yang juga perlu ditingkatkan,” sambung Fitriana.
Pemberian materi belajar juga menjadi temuan dari studi ini di mana objek belajar merupakan media penting untuk menunjang proses belajar anak. Belajar dalam konteks ini adalah kesempatan anak memahami lingkungan sekitar melalui inderanya dan eksplorasi terhadap lingkungan sekitarnya. Jadi bukan belajar dalam sistem pendidikan yang terstruktur, misal di PAUD.
“Ruangan khusus untuk bermain atau belajar, alat belajar, dan mainan sebagian besar dapat diakses oleh responden yang berdomisili di perkotaan, sedangkan tidak lebih dari 29% pengasuh yang tinggal di pedesaan memiliki atau dapat memberikan materi pembelajaran kepada anaknya,” sebut Dhisty Azlia Firnandy dari School of Parenting.
Di luar semua itu, pengetahuan pengasuh menjadi faktor pendukung lain dalam terciptanya pengasuhan yang optimal. “Dari studi ini kami temukan 44% orang tua kurang memahami pemberian stimulasi sesuai usia anak. Hal ini karena pengetahuan tentang tumbuh kembang dan stimulasi anak yang mereka miliki masih rendah,” lanjut Dhisty.
“Berdasarkan studi ini, kami rasa diperlukan intervensi berbagai pihak baik pemerintah dan swasta untuk mendukung orang tua dan anak terutama dari keluarga kurang mampu dalam upaya peningkatan kesadaran dan keterampilan pengasuh, edukasi pengasuhan yang tepat, dan penyediaan materi pembelajaran untuk anak.” tutup Fitriana.
Country Head Tanoto Foundation Indonesia, Inge Kusuma, mengatakan bahwa studi ini merupakan salah satu bentuk komitmen Tanoto Foundation untuk meningkatkan pengasuhan anak usia dini untuk pengembangan kualitas sumber daya manusia di Indonesia di masa depan.
“Kami senang dapat bekerja sama dengan School of Parenting dan bangga dapat memaparkan studi ini di ACP 2024. Pembelajaran, yang berfokus pada data dan bukti nyata melalui studi adalah merupakan strategi kami dalam mendesain program yang dapat memberikan dampak nyata dan berkelanjutan. Kami harap studi ini juga dapat memunculkan studi-studi lain di bidang pengembangan, pengasuhan dan pendidikan anak usia dini yang berkontribusi kepada peningkatan kualitas pola pengasuhan anak usia dini di Indonesia,” ucap Inge.
Tingkatkan Keterampilan Pengasuhan
Sementara, Founder School of Parenting, I Gede Dharma Putra mengatakan bahwa School of Parenting merasa bangga bisa bekerjasama dengan Tanoto Foundation dalam penelitian kuantitatif untuk mengetahui praktik-praktik pengasuhan di Masyarakat.
“Hasil penelitian ini membuktikan adanya kebutuhan orang tua untuk meningkatkan ketrampilan pengasuhan sehingga anak dapat tumbuh kembang optimal. Kami berharap ke depan akan semakin banyak penelitian dan program-program intervensi untuk meningkatkan kemampuan pengasuhan pada orang tua, dan School of Parenting bisa terlibat berkolaborasi dan berkontribusi,” sambung Gede.
Studi ini dilakukan di tiga kota di Indonesia yaitu DKI Jakarta, Pandeglang, dan Kupang, dengan melibatkan 1.200 orang tua pada bulan Februari hingga Maret 2023. Studi ini menggunakan instrumen HOME (Home Observation Measurement Environment/Pengukuran Observasi Rumah dan Lingkungan) yang diadaptasi sesuai konteks Indonesia.
ACP 2024 sendiri adalah konferensi internasional yang mengundang para peneliti, ahli, dan akademisi dari berbagai disiplin untuk bertemu dan bertukar ilmu, wawasan, dan pandangan. Forum ini merangsang dialog yang memfasilitasi berbagi dan pertukaran ide untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Diadakan bersama dengan The Asian Conference on Aging & Gerontology (AGen2024) mempertemukan 747 delegasi dari 63 negara untuk membahas isu yang mendesak, tidak hanya di bidang masing-masing, namun secara global, dan menggarisbawahi pentingnya keterlibatan lintas batas disiplin ilmu, nasional, dan budaya.
Advertisement