Liputan6.com, Jakarta - Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan atau Menko PMK Muhadjir Effendy menjadi salah satu dari empat menteri yang hadir dalam sidang sengketa Pemilihan Presiden atau sidang sengketa Pilpres 2024 hari ini, Jumat (5/4/2024).
Ada sejumlah hal yang dijelaskan Menko PMK Muhadjir Effendy, salah satunya soal bantuan program Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Muhadjir mengklaim bantuan pangan itu merupakana program lama yakni 2023, bukan program dadakan awal 2024 atau jelang Pemilihan Presiden atau Pilpres.
"Terkait bantuan program CBP, yang diberikan kepada masyarakat Januari-Juni 2024 adalah merupakan program perpanjangan dari 2023," kata Muhadjir dalam paparannya di Gedung MK, Jumat (5/4/2024).
Advertisement
Menurutnya, pemberian CBP untuk mengurangi risiko bencana kelaparan akibat El Nino. Tujuannya, kata Muhadjir, untuk memitigasi resiko bencana El Nino dan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Dia mengatakan, CBP bukan bagian dari bansos reguler seperti Kemensos.
"Merupakan kewenangan Bapanas, bantuan pangan beras CBP adalah bukan merupakan bagian dari bantuan sosial reguler. Namun merupakan bantuan pangan oleh pemerintah," ucap Muhadjir Effendy.
"CBP dilaksanakan berdasarkan Perpres Nomor 125 tahun 2022 tentang penyelenggaraan," sambung dia.
Muhadjir kemudian menjelaskan alasan keterlibatan kementeriannnya dalam pembagian bansos jelang Pilpres 2024.
"Mengenai keterlibatan kami dalam penyaluran bantuan sosial maupun penyaluran bantuan pangan beras adalah sesuai dengan tugas Kemenko PMK yang diatur dalam Perpres Nomor 35/2020," kata dia.
Muhadjir berdalih, bansos tidak bisa dipisahkan dengan tugas utama Kemenko PMK.
"Bantuan sosial adalah bagian yang tak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi Kemenko PMK, sesuai dengan Permenko Nomor 4 Tahun 2020 tentang organisasi dan tata kerja Kemenko PMK," terang dia.
Berikut sederet hal yang disampaikan Menko PMK Muhadjir Effendy dalam sidang sengketa Pilpres 2024 dihimpun Liputan6.com:
1. Sebut Bantuan Beras Jelang Pilpres Untuk Mitigasi Dampak El Nino
Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Muhadjir Effendy menjelaskan soal bantuan program Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang dipermasalahkan dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) atau sidang sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (5/4/2024).
Muhadjir mengklaim bantuan pangan itu merupakana program lama yakni 2023, bukan program dadakan awal 2024 atau jelang Pilpres.
"Terkait bantuan program CBP, yang diberikan kepada masyarakat Januari-Juni 2024 adalah merupakan program perpanjangan dari 2023," kata Muhadjir dalam paparannya di Gedung MK, Jumat (5/4/2024).
Menurutnya, pemberian CBP untuk mengurangi risiko bencana kelaparan akibat El Nino. Tujuannya, kata Muhadjir, untuk memitigasi resiko bencana El Nino dan untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Dia mengatakan, CBP bukan bagian dari bansos reguler seperti Kemensos.
"Merupakan kewenangan Bapanas, bantuan pangan beras CBP adalah bukan merupakan bagian dari bantuan sosial reguler. Namun merupakan bantuan pangan oleh pemerintah," ucap Muhadjir.
"CBP dilaksanakan berdasarkan Perpres Nomor 125 tahun 2022 tentang penyelenggaraan," sambung dia.
Advertisement
2. Beberkan Alasan Pihaknya Ikut Bagikan Bansos Jelang Pilpres 2024
Muhadjir Effendy kemudian menjelaskan alasan keterlibatan kementeriannnya dalam pembagian bansos jelang Pilpres 2024.
"Mengenai keterlibatan kami dalam penyaluran bantuan sosial maupun penyaluran bantuan pangan beras adalah sesuai dengan tugas Kemenko PMK yang diatur dalam Perpres Nomor 35/2020," kata Muhadjir dalam paparannya di Gedung MK.
Muhadjir berdalih, bansos tidak bisa dipisahkan dengan tugas utama Kemenko PMK.
"Bantuan sosial adalah bagian yang tak terpisahkan dari tugas pokok dan fungsi Kemenko PMK, sesuai dengan Permenko Nomor 4 Tahun 2020 tentang organisasi dan tata kerja Kemenko PMK," terang dia.
3. Sebut Tak Ada Pejabat yang Netral, Pasti Punya Tendensi
Muhadjir Effendy menjawab pertanyaan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) terkait konflik pembagian bantuan sosial (bansos) selama masa kampanye Pilpres 2024. Dia mengklaim, para menteri berusaha amanah dalam pembagian bansos.
"Intinya kami ingin memastikan bahwa apa yang kami lakukan sebagai pejabat publik di dalam mengemban amanah, termasuk soal bansos ini, kami berusaha meminimalisir betul kemungkinan terjadinya eksternalitas negatif, terutama yang intended itu," kata Muhadjir.
Meski demikian, ia mengakui tak pernah ada orang atau pejabat yang netral. Semua orang pasti punya tedensi.
"Kalau ada orang bilang bahwa netral 100 persen itu pasti bohong, itu pasti bohong. Orang bilang 100 persen imparsial, pasti dia bohong, karena pada dasarnya manusia itu ditakdirkan Tuhan memiliki preferensi dan tendensi, tidak harus diperoleh secara akal sehat, pertimbangan rasional, tapi yang irasional pun bisa digunakan," kata Muhadjir.
Muhadjir menjelaskan, setiap manusia itu pasti punya preferensi, punya tendensi, punya pilihan, dan kecenderungan.
"Seseorang itu tidak mungkin tidak punya preferensi, tidak punya tendensi, termasuk pejabat publik, termasuk siapapun," beber Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini.
Advertisement
4. Tak Yakin Bansos yang Dibagikan Jokowi Pengaruhi Suara Nasional, Berujung Ditegur Hakim MK
Muhadjir Effendy menjawab pertanyaan hakim Mahkamah Konstitusi soal intensitas kunjungan kerja Presiden Joko Widodo atau Jokowi jelang Pilpres 2024. Dia menuturkan, Jokowi sering melakuan kunker sejak dahulu.
"Sebetulnya kunjungan Bapak Presiden itu kan bukan sekarang saja, ya itu memang salah satu pola kepemiminan beliau. Saya sangat paham karena saya pernah mendampingi satu periode sama beliau," kata Muhadjir.
Muhadjir juga menjawab soal daerah tertentu seperti Jateng yang lebih sering dikunjungi Jokowi belakang.
"Kalau ada daerah kok sering dikunjungi oleh presiden, kemungkinan besar di situ banyak proyek malahan, proyek stategis nasional yang diberikan ke daerah itu," kata dia.
Menurut Muhadjir, sangat mustahil hanya karena ratusan kunker Jokowi, berpengaruh ke perolehan suara salah satu paslon.
"Terlalu terlalu muskil kalau hanya 100 kunjungan untuk secara simbolik membagi bansos, kemudian itu berpengaruh secara nasional, itu saya kira doesn't make sense," ucapnya.
Mendengar jawaban Muhadjir, Hakmi Suhartoyo menegur dia. "Mohon bapak tidak berpendapat soal itu," kata Suhartoyo.
5. Soal Frasa Penugasan Presiden
Hakim Konstitusi MK Arief Hidayat mempertanyakan terkait frasa 'penugasan presiden' yang disampaikan Menko PMK Muhadjir Effendy, saat sidang sengketa Pilpres 2024.
Arief mengatakan, frasa 'penugasan presiden' apakah berkaitan dengan Presiden Jokowi yang dianggap cawe-cawe dalam Pemilu 2024.
"Apa sih yang dimaksud dengan penugasan presiden? apakah penugasan-penugasan tertentu karena presiden juga cawe-cawe itu? karena kalau saya membaca sebetulnya, agenda pembangunan nasional itu ya sudah termasuk presiden itu akan menugaskan apa ya ada di situ," kata Arief.
Lebih lanjut, dia pun mempertanyakan apa saja yang dilakukan dalam penugasan-penusan presiden. Termasuk, apakah di dalam kementerian lain ada juga frasa penugasan presiden.
"Tapi kok ada frasa yang khusus penugasan presiden. Lah apa di lain-lain tempat, apakah di Bapak Menko Ekonomi, Bu Menteri Keuangan, atau Menteri Sosial ada agenda pembangunan nasional dan penugasan presiden?" ucap dia.
"Ini kan seolah-olah ada frasa khusus presiden punya misi tertentu, visi tertentu, untuk melaksanakan apa ini biasanya dilakukan? gitu," imbuhnya.
Muhadjir Effendy pun menjawab pertanyaan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat soal frasa 'Penugasan Presiden'. Dia mengatakan, arti dari kalimat itu berarti kapasitasnya sebagai pembantu presiden.
"Mengenai kata 'penugasan', kata penugasan ini sesuai dengan Perpres Nomor 35 Tahun 2020 tentang KemenkoPMK, jadi kemudian apa makna dibalik kata penugasan ini? Tentu saja penugasan yang dimaksud adalah dalam kapasitas saya sebagai pembantu presiden, bukan dalam kapasitas yang lain," kata Muhadjir.
Lebih lanjut, dia mengatakan, di kementerian tak bisa diartikan perdefinisi. Muhadjir mencontohkan dalam menjalankan tugas terkadang harus lintas sektor.
Sehingga, presiden akan memilih siapa yang akan menjadi penanggungjawah untuk mengatur penugasan tersebut.
"Atas dengan kondisi seperti itu, presiden bisa saja menunjuk salah satu Menko, ditugasi untuk melakukan koordinasi. Karena itu yang kami kordinasikan Yang Mulia, sebagian besar malah justru bukan menteri yang di dalam koordinasi kami menurut Perpres Nomor 35 tadi," jelas Muhadjir.
Advertisement